Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Tertahan: Jangan Tanya Kapan Kawin

14 Oktober 2023   10:17 Diperbarui: 14 Oktober 2023   10:30 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dokumen pribadi Usman

Kata ibu aku terlahir prematur, hanya enam setengah bulan dalam kandungan. Bayi kecil yang berwujud gumpalan darah dan daging tak bersuara. Semula bidan mengira tak bernyawa, tapi ternyata hidup.  Para tetangga yang menyaksikan pesimis aku bisa jadi manusia. Di luar dugaan sedikit demi sedikit aku bertumbuh menjadi bayi yang kemudian tangisnya terdengar sampai radius belasan meter. Ibu tentu saja tak putus menyambung doa agar buah hatinya bisa hidup normal. Seiring waktu, teruslah aku bertumbuh. Nyatanya, kaki kiriku tidak sempurna, kurang bertenaga. Berjalanku agak pincang.

Semasa aku kelas lima bapak merantau ke Korea Selatan dan bekerja sebagai buruh pabrik. Bapak merupakan orang pertama di desa kami yang bekerja di sana. Aku sepenuhnya dalam asuhan ibu. Memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya kukira merupakan cara ibu menyayangiku. Mungkin itu cara yang salah bagi sebagian orang, tapi tidak bagi ibu.

Yang penting salatnya dijaga. Itu yang ibuku wanti-wanti kepadaku. Aku boleh main ke mana saja dan pulang kapan saja. Biasanya setelah salat isya aku pergi dan pulang dini hari, tidak masalah. Aku nyaman bergaul dengan anak-anak yang usianya di atas usiaku. Mereka anak-anak putus sekolah. Ibu megenal mereka satu per satu. Ibu kerap memberi mereka uang jajan sehingga mereka baik terhadapku. Pergaulan dengan mereka berlangsung sampai aku lulus SMA.

Bapak pulang ketika Korea Selatan mengalami krisis moneter. Setelah keadaan membaik bapak kembali ke sana. Kiriman uang dari bapak lancar diterima ibu. Secara ekonomi keluarga kami terbilang makmur. Aku diterima kuliah di perguruan tinggi negeri di Semarang. Biaya kuliahku tercukupi. Sebagian uang kiriman bapak yang terkumpul dibelikan tanah.  

Setelah sekian lama jadi TKI bapak pulang untuk tidak kembali. Uang yang bapak bawa terbilang banyak. Bapak mencoba mencari peruntungan dengan membuka usaha tambak udang. Namun sayang, gagal panen. Bapak merugi dan bangkrut.

Sisa uang bapak masih ada. Atas saran seorang tetangga, bapak memulai usaha berjualan garam menggunakan sepeda motor. Garam kemasan dibeli dari pabrik, bapak mengedarkannya ke warung-warung. Usaha bapak lancar. Bapak termasuk orang kedua yang berjualan garam dengan sepeda motor, kebanyakan pedagang lain menggunakan sepeda ontel. Pesanan yang bapak terima mengalami peningkatan.

Selanjutnya bapak ingin naik tingkat. Untuk membesarkan usahanya bapak menjual aset berupa tanah yang pernah dibelinya. Bapak jadi pengepul.  Barang dagangannya berubah menjadi garam briket (berbentuk bata). Bapak mendapatkannya dari warga petani garam. Pesanan pertama mencapai satu ton, berikutnya terus meningkat sampai sepuluh ton. Usaha bapak mengalami kemajuan. Wilayah pengirimannya meliputi kawasan Cirebon, Karawang, Bekasi dan Tangerang.

Meningkatnya penghasilan meningkat pulalah kesejahteraan keluarga kami. Kendati dalam hal keuangan tercukupi tapi aku tidak boros. Ibu pernah mengingatkan, seberapa pun uang yang aku terima itu hasil keringat bapak. Aku harus menghargainya. Jika belum bisa menghasilkan uang maka harus bisa berhemat.  

Untuk kepentingan operasional usahanya bapak membeli tiga unit mobil bak terbuka dengan cara kredit. Usaha bapak bertambah maju karena pengiriman barang dagangan terbantu. Untuk menambah modal bapak mengajukan pinjaman dana ke bank. Bapak dibantu oleh tujuh orang karyawan. Mengetahui keberhasilan bapak, hampir tiap hari ada tamu yang datang hanya untuk meminjam uang. Sebagai anak pengusaha sukses aku pun dihargai banyak orang dengan sikap ramah yang berlebihan.   

Tahun ketiga ketika cicilan mobil belum lunas muncullah kebijakan pemerintah yakni adanya impor garam. Harga garam impor lebih murah dari garam lokal. Meskipuu rasanya agak pahit Akibatnya garam lokal kalah saing. Bapak kehilangan pelanggan. Dalam waktu yang relatif singkat usaha bapak terus melorot lalu bangkrut, uang habis, utang banyak. Tiga unit kendaraan yang belum lunas ditarik pihak daeler.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun