Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA

Belajar menebar kebaiakan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matamu Katarak

11 Juni 2024   13:12 Diperbarui: 12 Juni 2024   06:00 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku malas berdebat. Aku meminta maaf seraya menyodorkan tangan. Dia terima walau mulutnya masih menggerutu. Untung kejadiannya dalam kecepatan rendah sehingga kami tidak ada yang terluka. Mungkin kejadian itu akibat aku terlalu fokus ke depan dan tidak melihat lampu sen motornya menyala. Mungkinkah karena pengelihatanku yang kurang awas? Benarkah mataku katarak? Padahal, saat mengendarai motor jika ada perempuan seksi di depan aku bisa melihat jelas. Astagfirullahalazim.

Selasa, aku mencoba kembali ke Puskesmas B untuk meminta surat rujukan. Aku ingin memeriksa mata ke dokter spesialis di rumah sakit. Setelah melalui antrean, aku memasuki ruang praktek umum. Tekanan darahku ditensi dengan alat tensi manual. Hasilnya tekanan atasnya 145. Lumayan tinggi. Pantas kepalaku kurang nyaman. Selanjutnya aku menghadap dokter. Aku katakan bahwa aku ingin minta surat rujukan untuk berobat ke dokter spesialis mata di rumah sakit. Aku katakan pula bahwa dokter lain di sini mengatakan bahwa mataku menderita katarak. Benarkah?

Mataku disorotnya dengan lampu pada HP. Katanya, di bagian pinggir ada sedikit putih, mungkin ini karena faktor usia.  Dia tidak menyebutnya katarak. Aku disarankan memeriksakan mata ke optik terdekat yang bekerja sama dengan BPJS, yakni Optik J di kawasan Gading Serpong, Cibogo. Pergilah aku ke sana, jaraknya kurang dari dua kilo. Diperiksalah mataku dengan alat optik. Gratis. Hasilnya tertera pada secarik kertas berupa angka-angka. Katanya, mata kananku plus tiga, sedangkan mata kiri tidak terdeteksi.  

Pernah aku mengecek mata kiriku. Satu garis lurus pada lantai menjadi berbayang, tampak dua garis yang tidak simertis, sedangkan mata kanan garis yang tampak tidah berbayang.

Esok harinya, Rabu, aku kembali menghadap dokter yang sama, terlebih dulu mendaftar dengan nomor antrean. Tekanan darahku kembali ditensi. Hasilnya angka atasnya 120, berarti normal. Kuberikan hasil cek mata dari optik J. Dokter perempuan itu mencermatinya, lalu meminta rekannya membuatkan surat rujukan. “Mau ke rumah sakit mana?” tanyanya. Aku memilih rumah sakit terdekar, yakni MK. Sebentar saja jadilah.

Aku langsung ke rumah sakit MK, ke bagian informasi. Katanya, dokter yang aku maksudkan  sedang cuti. Aku dipersilakan mendaftar mulai Senin, empat hari kemudian melalui nomor WA yang dia tunjukkan. Kufoto nomornya.

Tiba di rumah aku mengecek tekanan darahku dengan tensimeter digital milikku, yang kerap diklaim tidak akurat. Ternyata 131. Entahlah, apakah tekanan darahku pluktuatif atau alatnya yang tidak akurat.

Aku kirimkan pesan melalui WA, bahwa aku ingin mendaftar berobat ke poli mata BPJS untuk besok, Rabu. Ada balasan berupa formulir. Aku isi dan kirim formulir pendaftaran. Selanjutnya mendapat balasan lagi: Mohon maaf, pendaftaran perjanjian Konsultasi Dokter tidak dapat dilakukan pada tanggal tersebut, karena Slot tidak tersedia pada tanggal tersebut. Disertai kode pembukuan 5614971 dengan dokter Sri Nawung, spesialis mata. Jadwal berobat 30 Mei, pukul 13.00.

Tanggal yang ditawarkan adalah lima pekan mendatang, sebulan lebih. Lumayan lama, tapi aku tidak terlalu kaget karena aku pernah mendengar ucapan seorang dokter di sebuah klinik bahwa ada dokter spesalis mata yang untuk berobat kepadanya calon pasien harus antre selama tiga bulan. Entahlah, apakah sang dokter kelewat sibuk melayani banyak pasien di beberapa rumah sakit, atau dokternya liburan ke luar negeri. Karena kondisinya memang tidak terlalu darurat aku terima saja.

Pada saatnya, kembalilah aku ke rumah sakit MK. Aku hampiri petugas bagian informasi. Diarahkannya aku ke komputer pendaftaran di lantai dua. Dua monitor hidup dan satu mati. Aku bingung, tak ada petugas yang dapat kumintai tolong. Beberapa saat berlalu, muncullah seorang perempuan muda dengan satu anak. Dia pun hendak mendaftar. “Tolong!” cetusku spontan. Dia bersedia. Dia pun hendak mendaftar. Dengan lancarnya dia mendaftar atas nama dia. Selanjutnya dia membantuku. Aku mencari-cari keyboard, ternyata layar sentuh. Nomor BPJS aku masukkan. Klik, muncullah namaku. Perempuan tersebut berlalu untuk melihat antrean di konter. Kuteruskan langkah berikutnya dengan terbata-bata. Sesaat kemudian dia kembali, “Bisa Pak?”

“Tinggal ngeprint,” kataku.  Aku hendak menyentuh bagian print. Dia mengiyakan. Terdengarlah bunyi mesin sedang mencetak. Aku mencari-cari lubang keluarnya kertas. Ternyata di bagian bawah. Keluarlah nomor antrean 163. “Terima kasih,” kataku. Perempuan itu ke kursi tunggu. Aku pun ke kursi tunggu seraya mengamati nomor antrean yang tertera di layar monitor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun