Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA

Belajar menebar kebaiakan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemah di Belakang Rumah

9 November 2022   11:29 Diperbarui: 30 Januari 2023   01:42 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tidak."

"Mereka cuma menjalankan tugas."

"Lantas, keadaan di jalan bagaimana Man?"

"Penyekatan. Ada yang mau menyeberang ke Sumatera, diputar balik. Di tempat lain ada razia masker. Yang tidak memakai masker didenda."

"Gawat dong."

"Sepertinya begitu."

"Semoga tidak sampai ke kampung kita yah."

"Mudah-mudahan, Pen."

Innalillahi wainnalillahi rojiun. Selepas magrib, kabar kematian kembali terdengar dari toa masjid Nurul Qolbu. Itu info kedua, info pertama tersiarkan selepas subuh ketika Jumanta hendak berangkat kerja. Yang meninggal dunia keduanya orang dewasa berusia di atas empat puluh tahun. Tak jelas apakah kematiannya disebabkan oleh virus korona.  Mereka meninggal dunia di rumah dan dimakamkan seperti biasa.

Esok harinya, seorang warga yang sedang sakit, perempuan berusia sekira lima puluh lima tahun, dijemput petugas puskesmas berkostum putih ala astronout yang belakangan diketahui warga dikenal dengan sebutan APD (alat pelindung diri), diangkut paksa dengan mobil ambulance. Ketua RT-nya seperti kecolongan karena tanpa pemberitahuan. Tak jelas pula mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal perempuan itu jarang ke mana-mana. Aktivitas kesehariannya di rumah saja, sehingga dianggap tidak masuk akal jika dia terjangkit virus korona. Ketua RT mencarinya ke Puskesmas tapi tidak ada, ternyata dibawa ke Rumah Sakit Umum Kabupaten.

Penjemputan itu menandakan bahwa virus korona memang dinilai sangat berbahaya. Bahkan tersiar kabar bahwa banyak tenaga kesehatan yang terjangkit dan ada yang meninggal dunia. Kampung Angin menegang. Orang-orang yang semula tidak percaya terhadap keberadaan wabah tersebut ketar-ketir ketakutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun