Fenomena yang akhir-akhir ini dialami bangsa Indonesia boleh jadi ditenggarai oleh tidak siring sejalannya nasionalisme dengan agama itu sendiri. Ditambah ia terus digempur oleh ideologi makar bahwa nasionalisme bukan bagian dari ajaran Islam.
Padahal Islam merupakan elan vital bagi terwujudnya nilai-nilai nasionalisme bangsa. Pakem "hubbul wathan minal iman", mencintai negara adalah sebagian dari iman yang digencarkan KH. Hasyim Asy'ari adalah bukti nyata bahwa nasionalisme adalah keimanan itu sendiri.
Keyakinan para kiai NU itu berlanjut kepada bahwa sesungguhnya religiusitas Islam menjadi sumber motivasi bagi kehidupan masyarakat yang kemudian ditempatkan sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Merawat bingkai Nasionalis--Religius ini sungguh tidak mudah, bahkan ujianya pun cenderung selalu berat. Kiai NU yang masih istiqomah dalam bingkai itu bukan tanpa ujian, setiap hari mereka selalu menjadi sasaran tembak peluru radikalisme berbalut agama ditengah apresiasi negara terhadap perjuangan NU seringkali tak berimbang, kiai NU selalu Ikhlas dijadikan bemper atas ideologi makar yang racuni bangsa ini.
Simbol kepemimpinan Jokowi -- Cak Imin yang didorong para kiai NU sekaligus sebagai simbol Nasionalis--Religius tentunya bukan sekedar jargon dalam konteks memaksimalkan ikhtiar. Konsistensi kiai NU dalam perspektif ini telah teruji sejarah, bahwa siapapun yang menyerang NU ujung-ujungnya ia akan "tewas" dengan sendirinya.
Penulis adalah peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H