Ternyata, aku menemukan Dannis sedang bercinta dengan seorang wanita yang lain. Aku yang terkejut, berteriak menyebut namanya dan menghampiri keduanya yang berselimut putih tebal tanpa pakaian. Aku menampar Dannis, kali pertama aku melayangkan tanganku pada pipinya.Â
Tapi, Dannis tidak menunjukkan rasa bersalahnya, ia malah menyeretku ke luar rumah. Saat itulah, aku mengerti bahwa Dannis tidak sebaik apa yang aku pikirkan.
Hancur lebur rasanya hati ini, kepercayaan dan cintaku dikhianati orang yang begitu berarti bagiku. Aku menyesal telah memilih Dannis dan meninggalkan papa, demi hubungan yang seharusnya tidak pernah aku jalani. Aku berlari kembali ke rumah untuk mendapatkan maaf dari papa.Â
Tapi, semuanya terlambat. Sampai di rumah aku melihat kibaran bendera kuning yang terpasang di sela gerbang rumahku. Aku tergopoh-gopoh masuk untuk menemui papa dan mama.Â
Betapa terkejutnya aku, melihat sosok yang terbujur kaku di depan kakiku. Aku tak sadarkan diri di samping jasad yang sangat aku kenali. Mama merangkulku dan menidurkanku di pangkuannya sambil mengusap air matanya. Â Â Â Â
Sejak saat itu, aku merasa menjadi manusia terbodoh di dunia ini. Sampai saat ini aku belum bisa memaafkan diriku dan melupakan rasa sakitnya patah hati.Â
Rasa ini terlalu berat untuk kubawa dalam kehidupanku. Aku hanya dapat berharap semoga Tuhan masih berkenan memberiku waktu untukku meminta maaf pada papa serta memberi ruang pada hati ini yang seakan sesak setelah kejadian itu, seketika aku seperti mati.
Tamat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H