Terlepas dari semua itu, betapa beruntungnya aku karena cintaku tidak bertepuk sebelah tangan padanya. Inikah yang dinamakan cinta oleh orang-orang? Indahnya.
Semenjak kehadiran Dannis, ia yang menggantikan posisi papa mengantarkan aku pergi dan pulang sekolah, meskipun Dannis telah satu tahun lulus. Papa dan mama memang sudah mengenal baik Dannis karena sering kali Dannis datang untuk sekadar bersilaturahmi ke rumah.Â
Di rumah, papa yang paling dekat dengan Dannis. Padahal sepengetahuanku, papa adalah orang yang paling sulit untuk didekati dan terkesan apatis pada setiap orang. Tapi, Dannis lagi-lagi membuatku kagum, ia berhasil merebut hatiku dan juga papa.
Tak terasa, hari kelulusanku tiba. Papa dan mama hadir di tengah acara kelulusan dengan pakaian senada, papa dan mama setia menemaniku. Tapi, Dannis. Dannis menghilang sejak tadi pagi karena dia sedang berada di Bandung sejak dua hari sebelumnya. Rasanya kurang lengkap tanpa kehadirannya.Â
Di tengah acara yang begitu khidmat, tiba-tiba aku mendengar suara dan petikkan gitar yang sepertinya sering kudengar. Ketika aku mencari sumber suara dan, laki-laki berjas putih, berkaca mata hitam, serta rambutnya yang dikuncir kuda. Oh Tuhan, Dannis. Dannis datang, ternyata ia merencanakan semua ini untuk memberi kejutan padaku, papa dan mama sudah tahu terlebih dulu.
Dannis adalah yang terbaik untukku, ia begitu setia menghiasi hari demi hari ini. Tiada kata bosan ketika bersamanya yang ada hanyalah kata bahagia. Meskipun, kami berbeda kampus, tapi Dannis tetap setia mengantarkan aku dan menjemputku kembali ke rumah. Masih sama seperti yang dulu dan aku berharap selamanya akan seperti itu.
Suatu hari, aku dan Dannis berkencan ke salah satu pusat perbelanjaan. Di sana, Dannis menemaniku membeli kado ulang tahun papa. Setelah berkeliling, saatnya untuk mengisi perut ini karena seharian berbelanja dan itu sangat melelahkan. Ketika kami sedang makan siang, di luar dugaan ada seorang wanita yang berlari ke arah kami.Â
Wanita itu berdiri tepat di depan wajahku saat ini, ia menatapku dan Dannis dengan tatapan yang begitu tajam. Plak! Tangan wanita itu melayang ke pipi Dannis. Tapi, Dannis diam saja, ia malah tertunduk dan seperti ada sesuatu hal yang ia sembunyikan.
Wanita itu, aku tidak mengenal ia siapa. Tapi, sepertinya ia mengenalku karena ia langsung menyebut namaku dan mengutarakan maksud ia kemari dan berlaku demikian halnya. Ternyata, ia adalah mantan kekasih Dannis, dua bulan yang lalu. Saat itu, aku tidak bergeming, aku berpikir aku dan Dannis telah berpacaran selama tiga tahun lamanya.Â
Itu berarti, selama ini Dannis mengkhianatiku dengan berselingkuh di belakangku. Pikiran itu, tak ayal membuat aku bingung dan aku menangis sejadi-jadinya, tidak peduli orang lain melihat kejadian ini. Aku berlari dari tempat dan meninggalkan mereka berdua di sana.
Brukkk! Tubuhku terpelanting dari atas tempat tidur, aku merasakan nyeri pada bagian pinggangku. Ternyata, aku bermimpi. Tapi, mengapa aku bermimpi seperti itu? Aku terdiam dalam lamunanku semalam suntuk. Mimpi itu, telah merusak tidurku dan membuat aku tidak bisa tidur kembali. Semoga saja tidak akan terjadi suatu apapun, gumamku dalam hati.