Setelah bersolek dan mengenakan seragam identitas baru ini, aku bergegas turun menuju sumber aroma itu. Di meja makan sudah siap segalanya, termasuk papa dan mama yang menyambutku dengan senyuman yang begitu manis.
      ....
Bahagianya aku dapat lahir di tengah keluarga ini, sampai lima belas tahun aku merasakan kebahagiaan dalam pelukan papa dan mama. Mereka berdua memang tidak sama sekali memanjakan diriku, tapi kasih sayang mereka lebih dari cukup untuk kehidupanku.Â
Kebahagiaan itu menyelimuti kami, sebelum saatnya aku sendiri yang mengusik kebahagiaan itu. Aku tak pernah menyangka, aku sendiri sebagai penyebab hilangnya senyuman papa dan mama.
      ....
Setelah suapan terakhir masuk ke dalam mulutku, mama sudah siap dengan segelas susu putih di tangan kanannya. Papa juga telah berdiri menenteng tas dan merapikan sedikit dasi birunya. Sepanjang penjalanan aku sangat menikmati suasana pagi yang begitu indah, ditemani dengan senandung papa yang menyanyikan lagu jazz favoritnya.Â
Jarak antara rumah dan sekolah baruku ini memang terbilang cukup jauh, dengan berkendara saja sudah memakan waktu setengah jam lebih. Padahal dalam kondisi jalanan yang tidak begitu padat, alhasil aku dan papa harus lebih memberikan waktu untuk perjalanan.
Sesampainya di tempat tujuan, aku berpamitan dengan papa, papa mencium keningku dan mencubit hidung anaknya ini. Papa melambaikan tangan padaku dan aku balas dengan lambaian tanganku pula.
Aku menatap gerbang tinggi nan megah di depanku ini, disertai lalu lalang anak-anak dengan pakaian yang senada, aku masuk melangkahkan kaki dan berharap semoga Tuhan memberikan hal yang terbaik untukku.
Di sekolah baruku ini aku mendapatkan teman-teman yang baik, guru-guru yang penyabar dan tentunya pengalaman yang mengesankan. Di antara semua itu, ada sosok pria yang berhasil merebut perhatianku, Dannis namanya. Ia adalah kapten tim basket SMA Nusa Indah, sekolah kami.Â
Entahlah, sejak kapan aku bisa jatuh hati padanya. Mungkin saja karena Dannis ini adalah salah satu siswa terpopuler di sekolah. Tapi, sepertinya bukan itu ya. Aku melihat Dannis adalah sebagai seseorang yang dewasa, maklum saja, ia adalah kakak kelasku dua tingkat ke atas. Saat aku masuk, ia sebentar lagi akan lulus.Â