"Kau hebat, Andi! Kau hebat!" teriak ayahnya dengan suara bergetar.
Andi tersenyum di antara air mata kebahagiaan. "Terima kasih, Ayah. Ini semua berkat dukungan dan doa Ayah."
Mereka berdiri bersama di tengah lapangan, menyaksikan tepuk tangan yang bergemuruh dari penonton.
Andi menangis dalam bahagia. Perjuangannya selama ini tidak sia-sia. Memori sejak awal mengikuti kompetisi pun berputar di kepalanya.Â
---
Kampung Sukarata masuk ke Kecamatan Sukajadi. Walaupun Kecamatan Sukajadi termasuk kecamatan yang maju dan ramai, tapi tidak dengan Kampung Sukarata yang memang berada di pinggir kecamatan.
Di Kampung Sukarata itu Andi tinggal dan sekolah, di SMA Negeri. Berada di kampung, sekolah Andi tidak punya fasilitas seperti sekolah-sekolah di kota. Termasuk lapangan badminton.
Untuk bermain dan berlatih, menjelang kompetisi, sekolah harus meminjam lapang milik kampung Sukarata. Begitupun dengan raket. Raket yang digunakan Andi terbuat dari kayu tua, peninggalan generasi sebelumnya.
Meskipun demikian, semangat Andi dan teman-temannya tidak pernah padam. Mereka berlatih setiap hari, dibimbing oleh ayah Andi yang menjadi pelatih sukarela di sekolah.
Ketika sekolah mengumumkan kompetisi antar SMA, Andi melihat ini sebagai kesempatan besar, untuk mengangkat pamor sekolahnya,juga nama kampungnya. Sekolah mengutus Andi dan dua orang temannya untuk berlaga di kompetisi se-kecamatan.
Walaupun banyak yang meragukan kemampuan anak-anak Kampung Sukarata, tapi Andi dan kawan-kawan tetap optimis.