Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Perang Badar: The Decisive War (5)

24 Maret 2023   16:59 Diperbarui: 24 Maret 2023   17:02 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi penyergapan pasukan Muslim/sumber: mistikusblogspotcom

Bab 4

Penyergapan

.

.

Malam semakin larut membawa dingin. Kabut bahkan mulai menyelimuti pepohonan. Namun di atas, langit sangat bersih tanpa awan mendung selembar pun. Bintang-bintang gemerlapan saling beradu pamer cahaya yang dimilikinya. Ada yang berkedip kekuningan. Ada pula yang tidak berkedip dengan cahaya kemerahan. Sementara itu, belahan langit yang lain tampak gelap gulita.

           

Binatang malam yang biasanya ribut mengeluarkan suara, bersahutan menunjukkan keberadaannya, kali ini terdiam. Kesepuluh sosok manusia yang sedang bertiarap tentu mengganggu ketenangan mereka. Bahkan mereka curiga kesepuluh sosok itu sedang berusaha menangkap mereka.

 

Keputusan sudah diambil. Mereka akan menyergap kafilah dagang Quraisy, tidak hanya sekadar mengintai. Mereka segera mempersiapkan diri. Pasukan Sariyyah pimpinan Abdullah bin Jahsy sudah mengeluarkan pedang mereka. Yang membawa panah sudah memasang anak panah di busur mereka.

Langit tanpa bulan membantu menyembunyikan mereka. Lokasi yang berada di sebelah kiri jalan yang akan dilalui khafilah Quraisy, serta berada di dataran yang lebih tinggi dari jalan dan terhalang bebatuan, menjadikan lokasi itu tempat yang tepat untuk melakukan penyergapan.

Beberapa menit kemudian, terlihat kafilah dagang Quraisy. Lentera-lentera yang bergoyang serta suara lenguhan unta semakin menandakan mereka semakin mendekat.

Abdullah bin Jahsy dan pasukannya semakin erat memegang senjata masing-masing. Tak ayal keringat pun membasahi tubuh mereka. Ketegangan yang mereka rasakan mengalahkan dinginnya udara menjelang tengah malam.

"Tunggu aba-aba dariku," bisik Abdullah bin Jahsy.

Tidak ada yang menyahut. Sepuluh pasang mata semuanya fokus pada sasaran yang semakin mendekat. Tinggal beberapa meter saja, rombongan itu ada di bawah mereka.

***

           

Sementara itu, kabilah dagang Quraisy yang dipimpin Amr bin al-Hadhrami tidak menyadari ancaman tengah mengintai dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang mereka.

"Hasil dagang kita kali ini benar-benar luar biasa, kita untung beberapa kali lipat," kata Utsman bin Abdullah bin al-Mughirah kepada Amr bin al-Hadhrami.

"Engkau betul, Utsman. Aku pun tidak menyangka. Kalau tahu akan begini, kemarin kita membawa barang dagangan yang lebih banyak," balas Amr bin al-Hadhrami.

"Hahaha .... Rupanya Latta dan Uza memberkati kita. Perdagangan kita kali ini tidak mengecewakan. Perjalanan pun aman." Utsman bin Abdullah tak bisa menyimpan kegembiraannya.

"Sebelum tengah hari kita akan sampai di Mekkah. Rupanya Muhammad sudah kapok, beberapa kali berusaha mencegat kafilah kita, mereka selalu gagal," Amr bin al-Hadhrami menimpali kegembiraan Utsman bin Abdullah.

"Betul ... betul." Utsman mengacungkan dua jempolnya.

Karena ingin segera sampai ke Mekkah untuk menghindari sergapan pasukan kaum Muslimin, Amr bin al-Hadhrami memutuskan untuk tidak beristirahat. Padahal kondisi unta-unta pembawa barang dan para pengawal sudah kelelahan setelah seharian berjalan.

Sebuah keputusan yang salah. Keputusan yang justru membawa mereka ke jurang petaka, beberapa meter di depan mereka.

Dan, betul saja. Belum usai tawa gembira Utsman bin Abdullah, kesunyian malam pecah oleh suara takbir yang bergelombang.

"Allaaaaahu Akbar!"

"Allaaaaahu Akbar!"

"Allaaaaahu Akbar!"

Sebelum menyadari apa yang terjadi, beberapa sosok berkelebat menerjang rombongan pedagang Quraisy. Amr bin al-Hadhrami dan pengawalnya tentu kaget. Mereka tidak menyangka mendapat serangan mendadak. Sebisa mungkin mereka melakukan perlawanan. Para pengawal pun segera mencabut pedang mereka.

Amr bin al-Hadhrami, sebagai pimpinan rombongan, punya rasa tanggung jawab. Dia menghunus pedangnya. Menyambut seseorang yang berusaha menerjangnya. Namun, situasi tidak menguntungkan mereka. Kondisi kelelahan setelah berjalan seharian, serta lengah tidak menyangka akan mendapat serangan, membuat mereka tidak bisa mengimbangi serangan dari pasukan Muslim.

Kondisi gelap membuat mereka tidak bisa melihat. Padahal jumlah pasukan Muslim hanya sepertiga jumlah mereka. Rupanya, suara takbir yang bersahutan dan bergema di tengah malam itu telah menciutkan nyali mereka.

Sebagian dari orang-orang Quraisy malah melarikan diri meninggalkan rombongan. Instruksi Amr bin al-Hadhrami yang menyuruh mereka untuk melakukan perlawanan tidak digubris.

Amr bin al-Hadhrami sebagai pimpinan rombongan tentu tidak mau begitu saja menyerah. Tanggung jawab membawa hasil perdagangan sampai di Mekkah ada di pundaknya. Sehingga dia segera menyambut serangan salah seorang pasukan Muslim yang menerjangnya.

Rupanya Abdullah bin Jahsy yang berusaha melumpuhkannya. Setelah Abdullah bin Jahsy memperhatikan dan yakin bahwa Amr bin al-Hadhrami adalah pimpinan rombongan, dia mengarahkan serangannya ke Amr bin al-Hadhrami.

Adu pedang pun tak terhindarkan. Tak heran kalau Amr bin al-Hadhrami ditunjuk oleh pemuka Quraisy untuk memimpin kafilah dagang. Rupanya dia punya kemampuan dalam bermain pedang. Saling serang, saling sabet di antara dua pemimpin pasukan pun berlangsung seru.

Dalam satu kesempatan Amr bin al-Hadhrami berhasil menyapu kaki Abdullah bin Jahsy. Sehingga pemimpin pasukan Muslim itu terjengkang dan jatuh terguling. Tubuh Abdullah menelungkup dengan punggung menghadap langit.

Tidak mau membuang kesempatan, Amr bin al-Hadhrami mengangkat pedangnya tinggi-tinggi berusaha menusukannya ke punggung Abdullah bin Jahsy. Namun, malaikat maut belum punya agenda mencabut nyawa Abdullah bin Jahsy. Tiba-tiba sebuah anak panah meluncur, berhenti tepat di leher Amr bin al-Hadhrami.

Amr bin al-Hadhrami kaget, sesuatu menembus lehernya, bahkan dia tidak sempat berteriak. Dengan mata melotot dan kedua tangan memegang leher yang berdarah, tubuhnya ambruk.

Melihat pimpinannya roboh tak bernyawa, rombongan kabilah Quraisy pun semakin kalang kabut. Mereka berlarian meninggalkan barang dagangan. Namun, sial bagi Utsman bin Abdullah dan Hakam bin Kaisan. Mereka tertangkap.

Abdullah bin Jahsy yang sudah bangkit, memperhatikan mayat Amr bin al-Hadhrami yang terbaring kaku dengan anak panah menancap di lehernya. "Siapa tadi yang melepaskan anak panah?"

"Aku, ya Abdullah!" jawab Waqid bin Abdullah at-Tamimiy.

Kebimbangan menghiasi wajah Abdullah bin Jahsy. Bercampur rasa ingin menegur Waqid bin Abdullah dengan ingin mengucapkan terima kasih. Kalau saja, yang dilakukan Waqid bukan untuk menyelematkan nyawanya, ingin sekali dia menegurnya. Bahkan ingin memarahinya. Bagaimanapun hal yang sudah diwanti-wanti sejak awal supaya tidak terjadi, malah terjadi. Jatuh korban jiwa.

"Bagaimanapun ini sudah terjadi. Biarlah aku yang akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Rasulullah." Pelan Abdullah bin Jahsy berkata seraya mendekati Waqid bin Abdullah.

"Tidak ada pilihan lain, ya Abdullah," bela Waqid bin Abdullah at-Tamimiy.

Abdullah bin Jahsy terdiam. Percuma membahasnya lagi. Amr bin al-Hadhrami sudah jadi mayat.

"Segera kumpulkan barang bawaan mereka. Segera kita berangkat pulang ke Madinah. Jangan lupa mereka yang tidak sempat melarikan diri, bawa sekalian." Abdullah bin Jahsy memberi perintah.

"Celaka kau, Abdullah!" tiba-tiba Utsman bin Abdullah, salah seorang Quraisy yang tertangkap berteriak, "Kau telah melanggar perintah tuhanmu dan kesepakatan bersama. Kau telah melakukan penyerangan dan pembunuhan di bulan haram."

Mendengar itu, merah muka Abdullah bin Jahsy. Kemarahan dan rasa takut bercampur di dalam dadanya.

~~~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun