Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Perang Badar: The Decisive War (4)

23 Maret 2023   17:19 Diperbarui: 23 Maret 2023   17:30 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja semua kaget. Semua bertanya-tanya, gerangan apa yang penting yang dimaksud Waqid bin Abdullah?

"Apa itu, Waqid?" tanya Suhail bin Baidha tak sabar melepas kepenasaran.

"Maaf sebelumnya, kita harus memastikan, mala mini apakah masih bulan Rajab atau sudah memasuki bulan Sya'ban. Perhitunganku malam ini adalah malam terakhir bulan Rajab. Tapi perhitunganku bisa saja salah." Waqid bin Abdullah menjelaskan sambil memandang ke arah Abdullah bin Jahsy, yang mengernyitkan kening tanda belum mengerti.

"Memangnya kenapa, wahai Waqid?" tanya Ukkasyah bin Mihshan, yang belum paham apa dimaksud Waqid bin Abdullah.

"Kalau malam ini masih bulan Rajab. Kita tidak boleh melakukan penyerangan, apalagi kalau sampai terjadi korban. Kalian tentu ingat, Rajab adalah bulan yang telah diharamkan Allah untuk melakukan perbuatan keji*. Termasuk berperang. Dan, semua mengetahuinya, bukan hanya kita yang Muslim," jelas Waqid bin Abdullah.

Ketegangan semakin menjadi. Semua saling berpandangan. Semuanya tidak menyadari, tentu kecuali Waqid bin Abdullah. Dan ini bukan perkara sepele. Melakukan penyerangan berarti melanggar kesepakatan tidak tertulis.

"Bagaimana, Abdullah?" Ukkasyah tidak sabar mendengar keputusan Sang Komandan.

"Apa kita cukup mengintai saja?" Khalid bin al-Bukair memberi alternatif.

Abdullah bin Jahsy belum menetapkan keputusannya. Tatapannya kosong. Seolah sedang memandang jauh ke depan, melewati wajah-wajah sahabatnya.

"Menurutku kita harus mengambil risiko!" Abu Hudzaifah sedikit berteriak menyanggah pendapat Khalid. "Mereka sebentar lagi lewat. Kira-kira setengah jam lagi. Kalau hanya mengintai, tentu misi kita tidak berhasil." 

Abdullah bin Jahsy semakin bimbang. Sembilan pasang mata menatap wajahnya, menunggu keputusan apa yang akan diambilnya. Galau, bagai berada di persimpangan jalan di mana kedua pilihan sama-sama penting. Kalau berbelok kiri akan menyelamatkan anaknya sementara istrinya celaka. Sedangkan kalau berbelok ke kanan sebaliknya, akan menyelamatkan istrinya dan anaknya yang celaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun