"Ada apa, sih. Teriak-teriak, orang mau istirahat." Suaminya keluar kamar sambil menggerutu kesal.
"Ini, ini semangkanya kok ga manis, sih. Ga milih apa?" Protes bu Menik.
Bang Jek hanya mengeleng-gelengkan kepala mendengar protes istrinya itu. "Ya ... beli di tukang buah, dong. Cuma tinggal dua-duanya itu," jawab Bang Jek.
"Pantesin hambar, ga manis." Bu Menik masih protes.
"Disyukuri saja yang ada, masih mending dapat, daripada tidak dapat sama sekali," sahut Bang Jek.
"Lagian, kalau kamu protes, ngomel-ngomel. Kamu ngomel kepada siapa?" lanjut Bang Jek dengan sebuah pertanyaan.
"Kamu ga ngomelin abang, kan? Kamu percaya, kan, pasti abang berusaha mencari semangka yang manis? Cuma karena tidak tahu, kebetulan yang abang beli ini ga manis."
"Bukan, Bang. Bukan ngomelin abang," jawab bu Menik.
"Berarti kamu ngomelin yang jual, dong! Padahal kita yakin, dia tidak akan menjual semangka yang tidak manis. Karena tidak tahu saja, dia menjual semangka ini."
"Tidak, Bang. Menik juga bukan ngomelin yang jual."
"Lalu, kalau tidak ngomelin yang dagang, berarti ngomel kamu ditujukan ke petani, yang nanam semangka ini? Padahal, ga mungkin, kan, dia sengaja menanam semangka yang ga manis."