Sebagaimana sebuah novel yang memerlukan referensi, maka novel kehidupan pun demikian. Kita butuh referensi supaya perjalanan hidup kita sesuai aturan-Nya. Rasulullah SAW sudah mewasiatkan kepada kita, dua hal sebagai referensi itu, sebagaimana sabdanya,
"Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara, kamu tidak akan tersesat selamanya selama kamu berpegang dengan kedua-duanya, yaitu kitab Allah (Al-Quran) dan Sunahku." (HR Al-Hakim).
Dengan berpedoman pada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah, apapun yang kita lakukan akan bernilai ibadah. Mengisi kehidupan dengan ibadah sama saja kita menulis novel sudah sesuai dengan tema yang ditetapkan.
Jadi kalau kita urut lagi sebagaimana outline yang sudah ditetapkan, kita sudah berikrar di alam Rahim kemudian terlahir sebagai Muslim, dengan mengisi kehidupan di alam dunia dengan ibadah, maka kita akan mendapatkan ending yang bahagia, yang akan kita nikmati di alam barzakh maupun di alam keabadian.
Kalau kita baca lagi, ayat 56 surat Adz-Dzariyat menekankan bahwa tema dari cerita hidup manusia di dunia adalah ibadah, dan karena hidup kita itu sehari 24 jam. Berarti selama 24 jam itu seorang manusia harus selalu dalam kondisi ibadah. Dengan demikian, pengertian ibadah tidak cukup apa yang disebutkan dalam rukun Islam, yaitu: mengucapkan syahadat, mendirikan salat, puasa di bulan Ramadhan, membayar zakat dan berangkat ibadah haji.
Karena kalau yang dimaksud beribadah itu hanya melaksanakan 5 hal yang disebutkan dalam rukun Islam saja, maka akan banyak waktu tersisa di luar itu. Coba saja kita hitung. Salat yang wajib hanya 5 waktu kalau setiap salat menghabiskan waktu 10 menit, berarti sehari kita cuma perlu waktu ibadah salat 50 menit, padahal waktu kita sehari 24 jam atau 1.440 menit.
Begitupun puasa, kita diwajibkan hanya satu bulan dari 12 bulan setahun. Apalagi ibadah haji, ibadah itu hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu secara finansial, padahal lebih banyak orang yang tidak mampu daripada orang yang mampu. Padahal ibadah itu diperintahkan ke semua Muslim, bukan hanya yang mampu.
Karena sudah ditetapkan tema novel kehidupan kita atau tugas hidup kita adalah ibadah. Maka, makna ibadah ini mencakup seluruh aktivitas kita di 24 jam. Sehingga, kemudian muncul istilah ibadah mahdhoh dan ibadah ghoiru mahdhoh atau istilah ibadah ritual dan ibadah sosial.
Kalau kita ingat lagi premis novel kehidupan kita, ada kalimat tertulis 'sesuai aturan (syariat) yang telah ditetapkan-Nya dengan mencontoh figur suri tauladan (Rasulullah SAW)'. Ada dua kata kunci di sini, yaitu: sesuai aturan (syariat) dan mencontoh Rasulullah SAW. Dengan demikian, apa pun aktivitas kita, selama itu sesuai dengan syariat dan mencontoh Rasulullah, maka ia akan dinilai sebagai ibadah.
Ibadah mahdhoh atau ibadah ritual adalah ibadah yang jelas-jelas diperintahkan untuk dikerjakan dan tatacara pelaksanaannya dijelaskan secara tekstual. Seperti salat, puasa, zakat, atau haji. Sedangkan ibadah ghoiru mahdhoh atau ibadah sosial, aktivitas manusia di luar ibadah mahdhoh, tetapi diniatkan sebagai penghambaan kepada Allah SWT dan pelaksanaannya mengikuti (mencontoh) Rasulullah.
Ibadah ghoiru mahdhoh ini contohnya seperti makan. Makan, kalau diawali dengan membaca basmalah dan do'a kemudian cara makan pun mengikuti Rasulullah, yaitu dengan cara duduk, tidak menggunakan tangan kiri, makan tidak tergesa-gesa dan diakhiri dengan do'a dan membaca hamdalah, maka itu bisa disebut ibadah. Begitu pun untuk mandi, tidur, bekerja, berkendaraan, belajar dan lain sebagainya.