Huumm anak laki-laki kalau sudah mendengar omelan emak rupanya lebih memilih diam.Â
Daripada urusan semakin panjang, hihihi. Namun justru itulah yang kerap membuatnya rindu, omelan emaknya. Hehe.
Begitulah, keriuhan yang terjadi beberapa minggu lalu saat jadwal penelponan santri.Â
Kami memahami dia masih belum lulus menjadi sarjana anak-anak. Merajuk dan manja masih saja digunakan sebagai senjata.
Terkadang hati ini tak tega, namun kami harus tegas menghadapinya. Meski ada beberapa hal yang menjadi keinginannya namun kami tak bisa begitu saja memenuhi, harus kami seleksi, dengan alasan demi kesehatan. Sebagai orang tua kami harus tetap menyampaikan.
Termasuk saat meminta dibawakan mie instant yang telah dimasak. Juga jajanan, aneh-aneh yang terkadang sulit ditemukan. Aaiih ternyata dia hanya ikutan teman.
Jangan dengan dalih tak tega semua dikabulkan tanpa terlebih dahulu menyeleksi. Kami berusaha menghindari hal ini. Tentu semua demi kebaikannya. Terlebih dia tumbuh dan berkembang jauh dari orang tua.
Ini baru satu hal. Belum perkembangan psikologisnya. Lalu bagaimana menghadapi hal ini, saat tak selalu bisa mendampingi setiap perkembangan dari hari ke hari?
Anak-anak tetaplah anak-anak. Di manapun mereka berada jabatan nyentriknya masih mengikuti, kapten anak-anak.Â
Orang tua mencoba menghadapi ini dengan bijak. Walau terkadang harus menyikapi dengan segenap tindak.
Fase yang belum khatam dilewati ini menjadi warna tersendiri. Tak terkecuali dalam kehidupan sebagai seorang santri.