Pipa raksasa ini merupakan peninggalan Belanda. Pipa menuju DAM yang dibangun pada masa yang sama. Terdapat di ujung dekat jalan setapak yang lebih menanjak. Merupakan pemandangan langka yang tak biasa. Menakjubkan.
Kiranya tak ada nikmat yang kan terdustakan. Sebab Tuhan tlah mengatur sebaik-baik keindahan. Dan manusia diharap mampu mensyukuri nikmat yang diberikan.
Selanjutnya, saat menuruni anak tangga, satu demi satu kiranya hati diliputi kekhawatiran. Mengingat kondisi yang begitu curam. Akankah selamat sampai batas akhir yang menjadi tujuan?
Di sini kita belajar menjaga diri hingga mencapai dasar yang menjadi tuju abadi. Cobaan tentu saja merupakan cambuk yang harus dihadapi. Jika ingin sampai pada masa yang Dia ingini.
Nah, sampailah pada sehampar sabana. Di sebelah kiri tersanding Bukit Cendana. Dia menyapa, sudah lelahkah raga kita? Hingga titik dimana akhir belum dijumpa. Kiranya hijau mampu melindungi. Dan lelah raga berhasil dilewati.
Lanjut kembali menemukan sesuatu di ujung harapan. Di antara puing DAMÂ (kolam tando) PLTA yang terbentang air tenang. Di sanalah kesegaran disuguhkan. Bagaimana saat sebuah perjalanan yang tentu menuai penat. Kemudian ditemu satu tempat yang memikat. Hati sudah pasti tertambat.
Ya, tak terasa kita sudah mulai berada di ketinggian yang cukup lumayan. Dimana sehampar alam terurai bak negeri di atas awan. Kiranya lelah diri tak dirasai. Terbalas pesona luar biasa yang mampu membuat lupa diri.
Setelah siap, lanjut kembali menyusuri aliran air menuju jalan setapak berikutnya. Nah, kali ini rute lebih mengundang uji nyali. Dimana hanya berbekal mawas diri. Hutan lebat menjadi sahabat. Pun kanan kiri jalan mulai terjal dan menuai jurang yang cukup curam.