Di sinilah saat terbaik melatih diri untuk teguh pada pendirian. Begitulah yang kurasakan. Menatap ke depan serta tingkatkan kehati-hatian kiranya menjadi kunci menghadapi cobaan.
Ingat pada rute ini hewan mulai mengintai. Pacet, lintah, pun berbagai serangga kerap menemani. Tetap waspada, namun jangan terlalu khawatir diri. Sebab mereka hanya menyapa bukan ingin menyakiti. Percayalah.
Setapak ini hanya berkisar tak lebih dari satu kilometer. Tenanglah. Hawa belerang segera ditemui. Penghujung rute pun segera dijumpai. Pancuran Tujuh tak lama kan disinggahi. Saat itulah kebahagiaan seketika hinggap. Tetiba lelah pun lenyap. Terganti dengan kesyukuran yang teramat kuat.
***
Begitulah jejak petualanganku bercerita. Bercengkerama dengan balutan alam yang masih belum tersentuh teknologi. Menjadi bagian yang mengundang diri tuk kembali. Lagi dan lagi.
Rute indah ini kerap membuat hati rindu. Mengulang adalah hal yang teramat dirindu. Meski berulang kali kiranya tak pernah terungkap kata jemu. Tersebab alam tak kan mengkhianati persahabatan. Menjadi bagian dari sebuah perjalanan dalam sepenggal kisah kehidupan yang tak terlupakan.
Yang harus dicatat, jika ingin kondisi tetap sehat dalam bersahabat di lereng Slamet. Pegang semangat setiap saat, jauhkan diri dari kata penat. Jikalau tak ingin jatuh dan terjebak.
Pandang lurus ke depan, urai ucapan yang bermanfaat. Jaga perkataan yang tak manfaat. Maka kita pasti kan selamat. Dalam dekap alam yang begitu berharga untuk diingat.
Begitulah moto yang kami semat. Menelusuri jejak petualang tak harus memiliki raga yang hebat. Yang dibutuhkan hanyalah cinta dan semangat. Pun tak lupa doa. Itu saja.
Salam petualang.
Niek~
Jogjakarta, 14 Januari 2020