Kemudian saya serahkan naskah tersebut kepada beliau. Dan ternyata, benar adanya tulisan saya itu termasuk jenis esai. Saya terdiam. Padahal tulisan itu sudah begitu lama, bahkan saya sendiri lupa kapan menulisnya. Yang jelas saat itu saya tak tau menahu tentang jenis apa tulisan saya itu.
Apalah saya ini menulis hanya menulis saja, tak mengerti ilmunya. Maklum emak ya beginilah adanya, hanya sekedarnya. Tak apalah.
Yang penting apa yang saya bagi adalah hal yang berguna, telah cukup kiranya. Dalam tulisan tersebut saya mencoba mengulik motivasi dari balik sebuah pohon yang tumbuh di halaman rumah tetangga. Begitu sederhana. Namun sangat menggoda pikiran saya. Kemudian saya tuang dalam beberapa larik rangkaian kata. Dengan nafas yang tentu sangat sederhana. Mengalir begitu saja tanpa tau jenis apa tulisan itu.
Diluar dugaan ternyata tulisan itu diterima sebagai salah satu tulisan pada sebuah buku kumpulan esai. "Mripat". Buku usungan Bpk. Achmad Saifullah Syahid, dkk. Yang terbit beberapa bulan silam. Merupakan pengalaman yang tak terlupakan bagi saya menjadi satu bagian dari beberapa senior kenamaan.
![dokumen grup Mripat](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/03/01/48373335-770654543281491-2661330460096856064-o-5c78d1dac112fe1cbe5aafd2.jpg?t=o&v=555)
Meski hanya sebuah saja, namun berjuta makna saya terima. Pengalaman yang memberi banyak pelajaran sarat manfaat. Ternyata menulis esai tak harus menunggu pandai. Ah kiranya saya telah menemukan jawabannya.
Esai. Rupanya begitu mudah dan menarik. Jikalau kita bisa mendalami setiap larik hingga bait kata dengan seksama. Hanya sekedar mengulik hal sederhana yang ada di sekitar kita ternyata bisa diangkat menjadi sebuah tulisan esai penuh makna. Sepintas terlihat rumit namun ternyata tak begitu sulit.Â
Dengan sentuhan opini yang tak harus bagus, yang penting sarat makna dan berguna bagi sesama. Nafas yang dihembuskan pada rangkaian memuat desahan motivasi dan semangat berbagi. Kiranya itu yang membuat cinta saya tertambat disini. Esai, begitu indah, berbagi opini mengurai isi hati, hingga tercipta harmoni seni dunia literasi. Ah saya pun pada akhirnya ketagihan menulis esai. Hahay.
Dunia menulis begitu ramah. Siapa pun bisa menulis dan membagi kisah. Tak harus sempurna, hanya berbekal kemauan tanpa harus menunggu kemampuan. Ilmu bisa dicari kemudian.
Kiranya semua bisa kita raih dengan proses pembelajaran. Jangan takut jikalau menemui kesalahan, bahkan tantangan. Karena mereka berdua ini justru merupakan guru yang dinantikan. Mengapa demikian?
Bagi saya kesalahan bukan merupakan musuh bebuyutan yang harus dimusnahkan. Justru kehadirannya memunculkan motivasi menuju perbaikan. Biarkan dia hadir di tengah proses pembelajaran. Menjadikannya sahabat, yakin bisa jadi penguat.