COLLINS: Saya cuma mau menyampaikan bahwa selama lebih daripada seperempat abad, sebagai ilmuwan dan orang beragama, saya samasekali tidak menemukan benturan antara sepakat dengan Richard dalam praktik atas apa yang ia simpulkan mengenai alam, dan juga menyatakan bahwa saya masih bisa menerima dan memeluk kemungkinan bahwa ada jawaban-jawaban yang tidak bisa dijawab oleh sains tentang Alam-pertanyaan tentang MENGAPA, alih-alih BAGAIMANA. Saya tertarik pada MENGAPA. Saya menemukan banyak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu pada agama. Hal itu tidak merusak kemampuan saya berpikir sebagai ilmuwan.
DAWKINS: Pikiranku tidak tertutup sebagaimana kamu sering bilang Francis. Pikiranku sih terbuka pada hal-hal paling menakjubkan serba-kemungkinan di masa depan, yang bahkan tidak pernah saya dan kamu bayangkan. Saya skeptis pada gagasan bahwa seberapa menakjubkan pun penemuan dalam sains di masa depan, hal itu akan menjadi bagian sejarah agama yang didambakan oleh orang-orang. Ketika kita mulai dan membahas tentang asal-usul Alam Semesta dan konstanta-konstanta fisika, aku jelaskan bahwa apa yang aku pikir sebagai alasan masuk-akal melawan perancang adigaib. Tapi kelihatannya hal itu merupakan gagasan yang penting. Bisa dibantah-tapi paling tidak agung dan cukup besar untuk dihormati. Aku sih tidak melihat dewa-dewi di Gunung Olimpus atau kelahiran dan kematian Yesus di salib sebagai hal yang berharga untuk dihormati. Ide-ide itu terlihat picik. Jikalau Tuhan ada, maka dia jauh lebih besar dan jauh lebih sulit dipahami daripada yang pernah diajarkan oleh teolog semua agama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H