TIME: Stephen Jay Gould, paleontolog Harvard, terkenal dengan pendapat bahwa agama dan sains dapat hidup bersama, karena mereka berada di kawasan terpisah, kotak yang kedap. Kalian berdua sepertinya tidak setuju ya?
COLLINS: Gould mendirikan tembok imajiner antara dua cara pandang yang tidak pernah ada sepanjang hidup saya. Karena, pada pokoknya, saya percaya percaya pada kekuatan kreatif Tuhan untuk membawa semua hal ke kehidupan, saya mendapati bahwa mempelajari alam adalah kesempatan untuk mengamati kemegahan, keanggunan, kecanggihan ciptaan Tuhan.
DAWKINS: Saya kira ruang pemisah Gould murni politis untuk mengambil hati orang beragama moderat agar memihak sains. Tapi itu adalah pepesan kosong. Banyak tempat di mana agama tidak terbuka terhadap pemeriksaan ilmiah. Setiap kepercayaan terhadap mukjizat bertentangan lansung tidak sekadar pada fakta-fakta ilmiah tetapi juga pada semangat sains.
TIME: Professor Dawkins, Anda berpendapat bahwa teori evolusi Darwin berdampak lebih daripada sekadar melawan suratan dalam Kitab Suci.
DAWKINS: Ya. Selama berabad-abad argumen paling tangguh tentang kehadiran Tuhan di dunia nyata adalah: argument from design (argumen berdasarkan rancangan), yakni sosok hidup sedemikian cantik dan anggun dan sedemikian gamblang berguna, mereka hanya mungkin dibuat oleh sejenis perancang cerdas. Tapi Darwin menyajikan penjelasan yang lebih bersahaja. Penjelasan dia adalah lambat-laun, perbaikan bertahap mulai dari awal yang sangat sederhana dan berlangsung dalam langkah kecil ke yang lebih kompleks, lebih anggun, lebih pas sifat-sifatnya. Setiap langkah tidaklah terlalu musykil bagi kita untuk menerimanya, tapi ketika Anda rapel seluruh langkah jutaan tahun itu, Anda dapatkan sosok ini sebagai monster yang musykil, seperti otak manusia dan hutan-hujan tropis. [Kecenderungan berpikir rapelan] terus-menerus berasumsi bahwa karena sesuatu itu rumit, Tuhan-lah yang semestinya mengerjakannya.
COLLINS: Saya tidak melihat pemahaman dasar Professor Dawkins tentang evolusi tidak setia pada [kepercayaan bahwa] Tuhanlah yang mengerjakannya.
TIME: Memangnya di mana Dia?
COLLINS: Dengan berada di luar alam, Tuhan juga berada di luar ruang-waktu. Sebab itulah, pada saat penciptaan Alam-Semesta. Tuhan juga menghidupkan evolusi, dengan sepenuhnya paham bagaimana hasilnya, juga bahkan termasuk percakapan kita ini. Gagasan bahwa Dia dapat melihat ke masa depan dan juga memberi kita roh dan kehendak bebas (free-will) untuk membawa kemauan kita sendiri menjadi bisa diterima sepenuhnya.
DAWKINS: Saya kira itu luar-biasa janggal. Jika Tuhan berminat menciptakan kehidupan dan manusia, aneh sekali bahwa Dia mesti memilih jalan melingkar dengan menunggu sepuluh milyar tahun sebelum kehidupan muncul dan kemudian masih menunggu empat milyar tahun lagi sampai kalian, manusia, mampu berdoa dan berdosa dan segala hal yang diminati orang-orang beragama.
COLLINS: Siapakah kita sampai bisa mempertanyakan bahwa cara itu aneh? Saya tidak berpikir bahwa kehendak Tuhanlah yang membuat upayanya terlihat aneh buat kita. Apabila memungkinkan Dia memperlihatkan keagungannya, yang harus kita cari tanpa terpaksa, apakah tidak masuk akal bagi Dia untuk memakai mekanisme evolusi tanpa harus pamer tanda-tanda yang mencolok untuk menyingkapkan peran Dia dalam penciptaan?
TIME: Buku Anda berdua menyarankan bahwa apabila konstanta semesta, sekitar enam di Alam-Semesta kita, tidak tercapai pada angka yang sekarang, maka kiranya kehidupan menjadi tidak mungkin ada. Dr. Collins, bisa Anda beri contoh?