Mohon tunggu...
Undix Doang
Undix Doang Mohon Tunggu... -

Menulis tidak bisa diajarkan, tapi bisa dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Deis Vs Ateis di TIME

9 Februari 2011   13:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:45 1892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TIME: Lha, bukankah sifat utama keajaiban itu mencampakkan ilmu?

COLLINS: Nggak semua sih. Kalau kamu satu kubu dengan saya, tempat di mana sains dan agama saling berkawan baik dalam penelitian yang dianggap sebagai mukjizat.

DAWKINS: Jika ada sesuatu ibarat membanting pintu di hadapan penyelidikan yang membangun, itulah yang disebut mukjizat. Bagi orang-orang yang hidup di Abad Pertengahan, radio terlihat sebagai mukjizat. Apa yang menurut sains sekarang termasuk mukjizat mirip seperti orang Abad Pertengahan melihat Boeing 747. Francis ngotot menyatakan hal seperti "Dari pemahaman orang beragama." Sekali kamu berposisi sebagai orang beragama, maka sontak kamu akan mendapati diri kehilangan skeptisisme alami dan kredibilitas ilmiah-benar-benar ilmiah. Mohon maaf aku sedemikian berterus-terang.

COLLINS: Richard, sebenarnya aku sih setuju pada bagian pertama pernyatanmu. Tapi aku jadi tertantang pada pernyataan bahwa naluri ilmiahku jadi kurang tajam dibanding dirimu. Perbedaannya adalah bahwa dugaanku tentang kemungkinan adanya Tuhan dan kemudian adigaib tidaklah nol seperti kamu.

TIME: Dr. Collins, Anda memerikan bahwa moralitas manusia bukan hanya rahmat Tuhan tapi juga pertanda jelas bahwa Dia ada.

COLLINS: Ada banyak bidang penelitian yang muncul dalam 30 - 40 tahun terakhir-salah satuhnya sosiobiologi atau psikologi evolusioner-terkait dengan dari mana asal moral kita dan mengapa kita menghargai ide welas-asih, dan menempatkan jawaban pada adaptasi perilaku untuk melestarikan gen-gen kita. Tapi jika kamu percaya, dan Richard cukup fasih dalam hal ini, seleksi alam terjadi pada tingkat individu, bukan kelompok, sehingga mengapa seseorang mempertaruhkan DNAnya untuk melakukan kebajikan pada orang lain untuk menolong orang lain yang menutup kemungkinan peluang dia berketurunan?

Pastilah, kita mencoba menolong keluarga kita sendiri karena mereka punya DNA yang sama dengan kita. Atau, tolong seseorang dengan harapan mereka akan menolong kita di kemudian hari. Tapi ketika kamu melihat pada apa yang kita terima sebagai ungkapan welas-asih yang paling kuat, hal itu tidak bertumpu pada kaitan kekerabatan atau balas-budi. Contoh ekstrim adalah Oskar Schindler yang mempertaruhkan hidupnya untuk menyelamatkan ribuan Yahudi dari kamar gas. Sikap ini berlawanan dengan upaya penyelamatan gennya. Kita melihat versi yang kurang dramatis setiap hari. Banyak dari kita mengira hal ini datang dari Tuhan-terutama sejak keadilan dan moralitas adalah dua dari sekian sifat yang paling kita lekatkan pada Tuhan.

DAWKINS: Aku boleh mulai dengan perumpamaan? Banyak orang tahu bahwa hasrat birahi terkait dengan penyebaran gen. Hubungan seks di alam cenderung untuk reproduksi dan dengan itulah semakin banyak salinan genetik. Tapi dalam masyarakat modern, banyak hubungan seks melibatkan alat kontrasepsi, dirancang sedemikian rupa menghindari reproduksi.

Welas-asih boleh jadi punya asal-usul yang mirip dengan nafsu gasang. Di masa prasejarah kita, kita kiranya hidup dalam keluarga besar, dikelilingi saudara yang keinginannya perlu kita dukung karena punya gen yang sama. Sekarang kita hidup di kota besar. Kita tidak tinggal di antara saudara atau juga orang-orang yang akan selalu mendukung kemauan kita. Tidak masalah sih.

Sebagaimana orang yang berhubungan seks dengan alat kontrasepsi, yang tidak berkeinginan untuk beranak, tidaklah terlintas dalam benak kita bahwa alasan untuk melakukan kebajikan bertumpu pada fakta bahwa leluhur purba kita tinggal dalam kelompok-kelompok kecil. Tapi bagiku, lebih masuk-akal itulah asal keinginan bermoral, keinginan berbuat baik.

COLLINS: Evolusi dapat menjelaskan sejumlah fitur hukum moral, tapi tak mampu menjelaskan mengapa bisa menjadi hal-hal yang menentukan. Jikalau ini sepenuhnya hasil proses evolusi, maka memang tidak ada hal yang baik dan buruk. Tapi buat saya urusannya lebih daripada itu. Hukum moral adalah alasan mengenai kehendak Tuhan-tidak sekedar Tuhan yang menata gerak Alam-Semesta, tapi Tuhan yang peduli pada kehidupan manusia, karena kita unik dibanding oknum-oknum lain untuk mengembangkan sejenis pertimbangan moral. Apa yang tadi kamu katakan menegaskan bahwa di luar pikiran manusia, yang diatur oleh proses-proses evolusioner, baik dan buruk tidak ada artinya. Kamu setuju pada pernyataan ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun