Sang putra dengan pelan menjawab teriakan itu dengan sedikit gugup; apa-apa selalu umi, nggak pernah tanya aku. Â Amalia merasa tercekat, kata-kata putranya menghempaskan ia dari langit yang tinggi menuju ke bumi.
Mereka tak punya banyak waktu, upaya Amalia sepertinya akan sia-sia jika hanya berdiri disana. Mereka berlari lagi sampai tiba di tepian sungai saat mereka datang. Mereka berhasil menyebrangi sungai, tapi tak berhasil kembali ke mobil karena hari sudah gelap.
Disanalah, momen dimana kesadaran dan kepekaan Amalia mulai tumbuh. Aqil menyarankan agar umi dan dirinya beristirahat sambil menunggu pagi di tepian sungai itu. Dengan dijaga oleh dua orang warga desa yang merangkap sebagai penyewa perahu, Amalia pun mengiyakan.
Amalia dan Aqil duduk bersisian, sang anak bersandar di bahu Amalia dan mengucapkan terima kasih banyak karena telah mengajaknya jalan-jalan dan berpetualang.
Sang putra sempat bertanya, mengapa ia tak dapat menyaksikan indahnya malam dengan bintang-bintang di Jakarta, Amalia hanya menjawab bahwa di Jakarta banyak polusi, jadi bintang-bintang tidak bisa terlihat dengan jelas.
Malam itu merupakan malam keajaiban bagi Amalia. Dirinya tidak lagi memikirkan pekerjaan, ia hanya bertekad untuk membahagiakan si buah hati dengan segala minat dan potensi yang ada dalam dirinya. Amalia hanya butuh sikap untuk menerima apa yang Tuhan berikan untuknya.
Perjalanan pulang dari petualangan telah mengubah Amalia, ia memutuskan untuk hidup mandiri tanpa bayang-bayang bapak mertua. Ketangguhannya selama ini ia buktikan dengan cara hidup berdua saja dengan sang buah hati, ia ingin memberikan hal-hal yang belum dirasakan dan dinikmati sepenuhnya oleh Aqil si pangeran kecil.
Catatan kecil dari sebuah Wonderful Life
Sosok Amalia mengajarkan kita bahwa hidup dan kebahagiaan memang harus diperjuangkan sampai titik maksimal, hingga tidak ada daya lain selain berserah diri kepada Tuhan YME.
Belajar menerima dengan ikhlas terhadap segala pemberian Tuhan, meskipun kita tidak menyukainya, tapi justru itulah yang terbaik dan menguji prasangka kita kepadaNya.
Segala usaha yang sudah dilakukan untuk mencari solusi bisa ditempuh dalam berbagai cara, seperti Amalia yang menempuhnya dengan cara ilmiah dan alamiah. Namun Tuhan juga Maha Segala Penentu.