Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review Film] Wonderful Life; Berbaik Sangka Kepada Tuhan

31 Oktober 2016   13:38 Diperbarui: 31 Oktober 2016   19:18 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosok Amalia yang perfeksionis menjadikan dirinya sebagai wanita yang mandiri, tak ubahnya seperti wanita karir pada umumnya. Dengan kemandirian tersebut Amalia bertingkah angkuh, hal ini ditandai saat Amalia berziarah ke makam suaminya.Amalia berucap sedikit ketus pada penjaga makam. dia ingin keadaan makam selalu bersih, tanpa mau tahu apakah si penjaga sehat atau tidak.

Penulis yakin bahwa sikapnya tersebut karena terpengaruh dari hubungannya dengan bapak mertua yang tidak harmonis dan “kejayaannya” di kantor, dua hal yang kontradiktif tapi cukup beralasan jika dirinya bersikap demikian.

Kembali pada focus anak lelakinya yang berusia 7 tahun. Hari itu, Amalia dipanggil pihak sekolah untuk membahas tentang kegiatan belajar di kelas, guru kelas tampak memberi penjelasan bahwa “prestasi” putranya di sekolah cenderung menurun, hal ini menyebabkan nilai-nilai mata pelajaran juga tidak sesuai dengan “target” nilai yang sudah ditentukan.

Amalia merasa heran, kemudian bertanya penasaran kepada guru kelas putranya: “Masa semua pelajaran menurun nilainya, pasti ada pelajaran yang dia sukai dong?” begitu selidik Amalia. Iya, ada bu. Itu pelajaran menggambar, jawab ibu guru singkat. 

Amalia masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Penjelasan sang guru tentang keadaan putranya di kelas, membuat dirinya berpikir keras untuk mencari solusi.

Akhirnya, Amalia memutuskan untuk pergi ke psikiater guna mencari tahu apa yang sedang diderita oleh Aqil. Pulang ke rumah, bapak dan ibu mertua menunggu hasil pertemuannya dengan psikiater. 

Makan malam itu dihiasi oleh air mata Amalia yang tertahan di ujung mata. Saat bapak mertua bertanya; penyakit apa yang diderita oleh cucu kesayangannya? – Amalia hanya menjawab bahwa putranya tidak sakit.

Keesokan hari di kantor, Amalia tidak sengaja mendengar pembicaraan dua orang staf tentang pengobatan herbal yang berhasil menyembuhkan anaknya itu. Merasa tertarik, Amalia lantas meminta alamat tempat yang dimaksud oleh staf tersebut.

Petualangan Amalia dan putranya pun dimulai. (Penulis merasa sedang berkelana bersama Amalia dan putranya, karena melihat panorama alam pedesaan yang menyejukkan pandangan).

Putranya tampak senang karena uminya (panggilan Amalia) mengajaknya jalan-jalan, jauh meninggalkan kota metropolitan yang bising.

Amalia menyusuri desa-desa terpencil untuk menemukan alamat yang tertulis, namun apa daya yang ia temukan justru metode pengobatan yang tidak sesuai dengan harapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun