Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review Film] Wonderful Life; Berbaik Sangka Kepada Tuhan

31 Oktober 2016   13:38 Diperbarui: 31 Oktober 2016   19:18 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang putra merasa senang, tapi tidak dengan Amalia yang ingin muntah berkali-kali mencium aroma binatang berkaki empat itu. Suasan terlihat lucu dan menggemaskan antara hubungan emosional ibu dan anak. Penulis yang menonton juga tersenyum geli dibuatnya.

Mereka pun tiba di tepian sungai, saat itu ada dua orang laki-laki yang sedang santai berjaga. Si sopir mobil tadi berteriak kepada keduanya “ada pelanggan, tolong antarkan!”

Mendengar kata “pelanggan” sontak keduanya sumringah dan mulai bernegosiasi. Setelah kesepakatan ongkos menyebrang disetujui, Amalia dan putranya menaiki perahu kecil. 

Lagi-lagi panorama alam menjadikan putranya seperti seseorang yang berjiwa bebas, tidak terpenjara dalam tembok kelas. Sang putra teramat senang bermain air, sesekali ia menyipratkan air sungai ke uminya.

Tak lama kemudian, mereka tiba di tepian desa. Tak jauh dari mereka berdiri tampak sebuah gubuk tua yang terkesan angker. Mau tak mau, Amalia harus menemui si tabib demi kesembuhan putranya.

Si tabib tua membuka pintu dan mengatakan bahwa Amalia merupakan tamu yang sudah ditunggu. Amalia dan Aqil dipersilahkan masmuk ke dalam gubuk tua itu.

Setelah berbicara sedikit terkait dengan yang diderita sang putra, si tabib menyarankan Amalia untuk membuka pakaian dan menggantinya dengan jarit (jawa: kain batik). Amalia berkilah, bahwa bukan dirinya yang harus menjalani ritual tapi putranya.

Si tabib pun tak menggubris. Amalia bergidik dan merasa hilang akal saat itu dan melangkah ke sebuah bilik untuk mengganti pakaian, namun saat tirai bilik itu dibukanya, Amalia terperanjat karena ia menyaksikan ada sosok perempuan muda yang tengah hamil besar. 

Secara spontan, Amalia membalikkan tubuhnya, dan berusaha mengajak lari putranya yang sedang menggenggam boneka kayu “property” si tabib. Putranya tak mau beranjak, dan membuat Amalia menjadi kesal.

Diseretnya tangan tersebut sampai depan pintu gubuk, dan memaksa agar si putra meninggalkan boneka kayu itu. Amalia harus lari secepatnya, dengan sisa tenaga yang ada, ia menarik kencang tangan si putra untuk kesekian kali agar bisa menjauh dari gubuk tersebut.

Sang putra tak kuasa melanjutkan lari, karena dalam benaknya ia masih menginginkan boneka itu. Amalia berteriak, pergi sana! Kembali lagi ke gubuk itu kalau kamu tidak sayang umi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun