Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review Film] Wonderful Life; Berbaik Sangka Kepada Tuhan

31 Oktober 2016   13:38 Diperbarui: 31 Oktober 2016   19:18 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa minggu terakhir, saya memang ingin sekali pergi ke bioskop, khusus menonton film dengan genre drama. Harapannya, semoga saya bisa mengolah diri agar bisa menjadi manusia yang lebih empati dan peka terhadap keadaan sekitar.

Sore itu, suatu tawaran datang tak terduga dari seorang kawan yang menawarkan tiket untuk menonton “Wonderful Life” yang diperankan oleh Atiqah Hasiholan. Wah, rezeki memang tidak kemana. Setelah minggu lalu batal menonton dengan seorang kawan yang lain, justru diganti dengan tawaran yang sama.

Saya langsung mengiyakan, karena saya benar-benar ingin menontonnya dengan sepenuh mood. Layar teater mulai terbuka, menyajikan seluruh nama pemain dan crew yang terlibat dalam pembuatan film tersebut.

Film yang berjudul Wonderful Life ini adalah kisah nyata yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita. Kisahnya menunjukkan tentang realitas kehidupan sebuah keluarga yang mana salah satu anggotanya mengidap penyakit disleksia

Jujur saja, saya baru tahu tentang dislekesia saat diawal film yang memang dengan jelas memberikan informasi kepada para penonton tentang definisi disleksia. Disleksia merupakan suatu penyakit yang menyerang seseorang sehingga tidak dapat mendengar dan melihat dengan jelas.

Adalah Amalia (diperankan oleh Atiqah Hasiholan), seorang wanita karir yang sangat cemerlang. Dia hidup bersama buah hatinya bernama Aqil (Sinyo) Mereka tinggal bersama kedua orangtua dari suami Amalia yang sudah almarhum.

Hari-hari Amalia disibukkan oleh pekerjaannya sebagai CEO dari sebuah perusahaan advertising yang didirikan bersama sahabatnya. Perusahaan ini sedang bergerak maju karena kerja keras Amalia, sahabatnya, dan seluruh karyawan.

Namun kehidupan Amalia di rumah tak sesukses karirnya di kantor. Amalia tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan bapak mertuanya, hal ini disebabkan oleh karakter mereka yang bertentangan dan keras kepala.

Tidak seperti ibu mertua yang sangat penyabar dan pengertian. Bapak mertua seakan melimpahkan beban yang sangat berat di pundak Amalia.

Walhasil, hubungan keduanya terlihat sangat buruk sepeninggal suaminya yang merupakan anak tunggal di keluarga tersebut. (Penulis juga belum mampu menyimpulkan tali-tali dari setiap scene yang ditampilkan karena daya persepsi penulis yang terbatas).

Hingga pada suatu hari, Amalia memutuskan untuk meninggalkan rumah itu dengan mengajak serta anak lelakinya. (terus terang, pada scene ini penulis beranggapan bahwa Amalia akan pergi minggat untuk selamanya, karena penulis melihat ekspresi, dialog yang mengarah pada “pergi tak kembali” Amalia dari rumah tersebut, namun rupanya perkiraan saya meleset).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun