"Lezat sekali bakwan jagung Umi!" Ucap suamiku setelah menggigit   bakwan jagungnya.
"Alhamdulillah!" Sahutku sambil  memasukkan
Selain mengerjakan sawah,  suamiku juga bertugas sebagai dai di desa. Jarak desa binaannya  berkilo- kilo meter dari rumah kami dan medannya cukup berat.Â
Kalau setiap hari perjalanan ke sana harus ditempuh dengan sepeda jadulnya maka dijamin kakinya akan soak sebelum satu tahun. Oleh karena  itu setiap  usai salat, setelah memuji- muji-Nya, aku memohon kepada- Nya agar suamiku diberi- Nya motor.
Dua tahun kemudian. Tidak kusangka seseorang memberi  suamiku motor bekas.Â
Akhirnya dengan motor itu, suamiku pergi ke berdakwah di desa- desa di Kabupaten Bondowoso. Dan dengan motor itu pula suamiku mengajakku bepergian ke pelosok-pelosok desa sambil membawa bekal yang dibungkus furoshiki.
Kadang kami pergi ke tepi hutan mencari pegagan. Kadang kami pergi mendaki menyusuri jalan setapak di lereng gunung Piramida. Sekali-sekali kami pergi berkunjung ke rumah seorang  Kyai untuk meminta nasihatnya.
Salah satu nasihat Kiai yang paling berkesan adalah bahwa seorang wanita tidak akan mencium bau surga. Jika ia meminta cerai suaminya  tanpa alasan syariat. Â
Oleh karena itu,  apapun yang terjadi Insya Allah aku tidak akan  menggugat cerai suamiku. Sampai Allah sendiri yang akhirnya memisahkan aku dengannya. Tepatnya ketika suamiku menjalani perawatan di ruang ICCU sebuah rumah sakit karena  gagal jantung,Â
Dia Yang Maha Hidup  memanggil suamiku. "Innalilahi wa Inna ilaihi raji'un". Sesungguhnya kita milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Rinduku pun akhirnya kusimpan dalam furoshiki.
--23--