Mohon tunggu...
Riana Sari
Riana Sari Mohon Tunggu... Guru - Guru Fisika di SMAN 5 Kabupaten Tangerang

Riana Sari, Lahir di Banjarnegara, 11 Desember 1989. Karyanya antara lain: “Matematika Hidup Indonesiaku”, Juara I Lomba Menulis Puisi Matematika Nasional 2008, UNSRI. Cerpen “Api Kecil di Dermaga”, masuk dalam antologi “yang Muda yang Kreatif”, Kemenpora RI, 2010. Cerita Rakyat “Teluknaga”, Juara I Lomba Menulis Cerita Rakyat Kabupaten Tangerang 2011. Cerpen “Perempuan Hebat” masuk dalam antologi Perempuan Hebat, IPP-NU, 2011, Cerpen “Selendang Biru di Akar Bakau” menjadi pemenang lomba menulis cerpen mangrove, KeseMat, UNDIP, 2012, Cerpen “Laso” menjadi Juara prospektif, lomba cerpen kearifan lokal, Yayasan Obor Indonesia, 2013.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kemuning

4 Juni 2023   22:16 Diperbarui: 4 Juni 2023   22:26 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

"Duh Gusti...!!!" Ibuku nampak amat kesal, saat kami berlima pulang dari Gedong saat senja hari. "Gedong itu jauh sekali, Le...!!!"

"Iya, Bu,.. tapi ya, bagaimana lagi, kami ingin mandi di sana,..."

"Saya yang mengajak, Bulik,.." Mas Bhima duduk bersimpuh di depanku seolah membentengiku dari segala amarah Ibu dan Ayah. Mas Bhima membelaku sepenuhnya. Aku tahu itu tak akan terlalu membantu.

"Saya minta maaf..." lanjut Mas Bhima. Ada getar tak enak yang membuatku sesak. Sementara kulihat Pakde Jum dan Istrinya hanya terdiam.

"Tempat itu berbahaya, Sayang,..." Ibu menurunkan volume suaranya. Ditatapnya kami satu per satu.

Aku memang sudah paham mengapa anak-anak tak boleh pergi ke Gedong tanpa didampingi orang tua. Banyak cerita menyeramkan yang beredar di kalangan warga dusun ini. Tentang Mbah Jenggot, penunggu Gedong, tentang anak-anak yang tak kembali, belum lagi perjalanan ke sana yang harus melewaki bukit dan hutan. Tapi menurutku, kami sudah berhasil kembali dengan selamat saja, seharusnya orang tuaku sudah bersyukur. Sungguh, dalam hatiku aku tak pernah menyesal telah mengajak Mas Bhima dan Sita ke Gedong, kami cuma anak-anak yang belum punya alternatif lain menghadapi kemarau ini.

Dan liburan lebaran itulah terakhir kali aku bertemu Mas Bhima. Bahkan ada satu janji yang belum sempat kutepati: mengajaknya ke Hargodumilah.

***

 

"Semalam, aku bermimpi bertemu Mas Bhima...."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun