Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Winter Lily; Penyusup di Istana (bagian 11)

7 Juli 2023   17:34 Diperbarui: 12 Juli 2023   10:40 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tempat lain. Noah, Lucas dan beberapa prajurit tengah berlari memasuki hutan. Mereka sedang mengejar penyusup yang memasuki istana sebelum Debutante dimulai.

"Apa kau terluka?" tanya  Noah pada adiknya. Serangan yang baru saja Lucas lancarkan gagal. Justru dirinya yang tersungkur.

"Tidak, Kak! Aku baik-baik saja. Penyusup itu sepertinya sudah sangat terlatih---bahkan bisa menghindari seranganku."

Pergerakan mereka semakin cepat. Kedua orang itu menerobos gelapnya hutan di malam hari; penyusup itu benar-benar tangguh. Tepat di ujung hutan adalah sebuah pemukiman penduduk. Tempat yang tidak tepat jika harus bertarung. Lucas yang mempunyai kecepatan di atas rata-rata itu mencoba mendahului si penyusup. Lelaki itu berusaha sangat keras. Hingga akhirnya Lucas dapat mendahului orang dengan jubah hitam itu. Ada sebuah kotak di tangannya. Lucas melihatnya dengan jelas. Mereka saling bertatapan. Mata mereka sama; merah. 

Lucas mengarahkan pedangnya ke arah penyusup berjubah itu. Dialirkannya energi api ke ujung pedang hingga mengeluarkan kilatan.

"Dasar pecundang. Apa ini yang Alex ajarkan pada anaknya." Penyusup itu menyeringai. Di bawah cahaya bulan yang menembus rimbunnya hutan.

Penyusup itu seorang lelaki dengan mata merah dengan luka di wajahnya.

Di tangkisnya pedang Lucas dengan tangan kosong. Tanpa terluka tangan orang itu menggenggam ujung pedang Lucas lalu mengalirkan energi api itu berbalik ke si empunya.

"Mana level 3 tidak akan bisa melukaiku." Dengan sisa tenaga, Lucas mencoba melawan namun jelas orang itu lebih kuat. Lucas terlempar jauh ke dalam semak-semak. Sedangkan orang itu menghilang di balik kegelapan.

"Lucas! Di mana kau?" teriak Noah. "Anak payah!" teriaknya lagi.

Lucas berjalan terhuyung menghampiri sang kakak. Kakinya pincang dan ada darah di ujung bibirnya.

"Apa dia memukulmu?" tanya Noah.

"Tidak! Tapi dia berhasil melemparku dan membalikan Mana di pedangku," jelas Lucas.

"Bagaimana bisa dia menggenggam pedang tanpa terluka," gumam Lucas merasa tidak percaya.

Noah mengerutkan dahi. "Dia menggenggam pedangmu?" ucapnya terkejut. Hanya raut kecewa di wajah Lucas; jawaban pertanyaan Noah.

Noah dan Lucas kembali ke istana. Pesta masih belum berakhir; tapi dua orang itu dengan segera melaporkan apa yang baru saja terjadi. Di dalam sebuah ruangan dengan bernuansa kayu dengan jendela kaca itu, sudah ada Raja Gabriel dan Vederick, serta seorang lagi adalah Count Albert tengah duduk di sofa panjang. Menyesap cerutu yang meninggalkan kepul asap tak beraturan di dalam ruangan. "Tidak bisakah kau hentikan kegiatan Anda menghisap benda itu?" tegur Vederick.

"Kau akan tahu betapa nikmatnya ini, Pangeran." Gumpalan asap putih dengan aroma tembakau mengepul ke udara.

Selepas memberi salam, Noah mulai menceritakan kejadian penyusup yang masuk ke istana melewati Kastil Putri dan masuk ke dalam kediaman Ratu. Tiga orang itu memerhatikan dengan saksama.

"Bagaimana kalian tahu kalau ada penyusup? Bukankah Kastil Putri jauh dari Aula pesta. Apa kalian sengaja masuk area itu?" cerca Albert. Terdengar sinis.

"Saya tengah menemui Yang Mulia Putri Claire," jelas Noah.

"Bukankah kau bisa menemuinya saat acara berlangsung. Apa alasanmu menemuinya?" 

"Maaf Tuan Albert. Saya datang bukan untuk membahas hal tersebut."

Raut wajah Count Albert jelas sekali melukiskan jika dirinya tidak begitu menyukai kedua pemuda Carperia itu.

Vederick berdeham. Laki-laki 15 tahun itu lalu berjalan ke arah Noah dan Lucas. "Paman pasti begitu khawatir kepada Tuan Putri. Benar 'kan, Paman?" Vederick membela Albert. "Lalu apa penyusup itu tertangkap?"

"Maafkan saya. Penyusup itu berhasil lolos di perbatasan hutan." Kali ini Lucas yang membuka suara.

"Ck---apa kita harus percaya? Bukankah kalian hanya berdua saja? Bukan tidak mungkin jika kalianlah yang meloloskannya?" Sebuah kalimat menyebalkan yang keluar dari bibir manis Vederick.

Kedua mata Noah melebar. Pupil merahnya terlihat jelas mengecil. Tangannya mengepal seakan siap menghantam wajah mulus sang Pangeran.

"Jaga ucapanmu, Pangeran. Perintahkan kepala penjaga untuk memerketat penjagaan. Perintahkan untuk beberapa hari kedepan penjaga berjaga di tambah," ucap Gabriel. Memotong ketegangan.

"Sudah jelas kalau Vederick mencurigai kita. Sejak awal pecundang itu memang menyebalkan," ucap Lucas.

"Diamlah,?"

Lucas mendengus. "Baiklah." 

Beberapa menit lalu Noah dan Lucas meninggalkan ruangan Raja. Keduanya memendam amarahnya. Tuduhan tak beralasan membuat darah di kepala Lucas mendidih. Keluarga Grand Duke yang berada di Utara selalu di kaitkan dengan pemberontakan bahkan sejak dahulu kala. Namun tidak pernah ada pembuktian mengenai hal itu. Meskipun keluarga mereka adalah keturunan paling dekat dengan raja sebelumnya. Alex selalu menegaskan dirinya tidak pernah menginginkan takhta. Isu pemberontakan selalu menyertai keluarga Carperia terutama untuk mereka keturunan dengan darah demon murni yang mengalir di tubunya.

"Tenanglah. Kita masih di istana. Secepatnya kau kirim pesan pada Ayah mengenai kejadian ini," ucap Noah. Mencoba membuat Lucas diam adalah keahliannya.

Mereka lalu berjalan menuju kamar masing-masing. Di tengah jalan, langkah mereka dihentikan oleh Nath. Wajah cemas gadis itu jelas sekali. Napasnya naik turun tak beraturan musabab berlari.

Nath yang mendengar Noah dan Lucas meninggalkan pesta dan pergi mengejar penyusup. Gadis itu panik bukan main. Tergopoh-gopoh Nath meninggalakan pesta dan mendatangi kamar Noah, dilanjutkan kemudian kamar Lucas. Tanpa peduli dengan gaunnya yang panjang dan berat.

"Apa Kakak baik-baik saja?" Nath menyentuh pipi Noah. Melihat setiap inci, menelisik; memastikan tidak ada luka di wajah tampan kakanya itu.

"Apa hanya Noah, Kakakmu?" Lucas cemberut. 

"Dasar kekanankan!" ejek Jeremy.

Noah melempar senyum. Setuju dengan kalimat yang diucap pengawal Nath itu.

"Kakak terluka?" Nath menyentuh ujung bibir Lucas. Lucas mengangguk; imut seperti anak anjing. "Tidak hanya itu, kakiku juga seperti mau patah," ucapnya.

"Makanya kalau Ayah bilang; Kakak untuk latihan, ya kakak latihan bukan bersembunyi di kamarku."

Bukannya cemas Nath justru menceramahi kakak keduanya itu. Jeremy yang mendengarnya tertawa puas. Begitu juga Noah. Sekalipun tidak tertawa seperti Jeremy, Kakak tertua dari keduanya itu tersenyum geli.

"Awas kau Jeremy!" ucap Lucas tidak suka. Tawa Jeremy sungguh terdengar seperti ejekan dan hinaan. 

"Kakak---jangan macam-macam! Jeremy itu pengawalku." Nath mendengus.

Lucas mengerutkan dahi. "Sejak kapan kau dipihak Jeremy?"

Nath menahan tawanya.

"Heeey! Anda pikir saya tidak pantas mendapatkan itu?" tukas Jeremy.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun