Semakin dekat semakin terlihat dia begitu kumal dan kucel. Seketika kami berdua gemetar menghadapi situasi yang tak terduga seperi itu.
"Ampun bang, kita nggak bawa uang." ucap Mona tiba-tiba.
"Kamu pikir saya mau malak!" Bentak laki-laki itu.
"Lalu?" tanya kami gemetar.
"Kita lagi main TTS kamu bantu kami jawab." pinta laki-laki dengan tato naga di lehernya.
"Kami ada tugas negara, bang!" ucapku.
"Nanti adiku belikan kau bensin, yang penting bantu kami dulu!"Â
"Tapi--"
"Kalau nggak mau bantu ya sudah. Kita juga nggak bakal bantuin," teriak seseorang yang sedang duduk di atas papan kayu sambil memegang sebuah pensil. Suaranya tak asing, tapi aku takut salah orang jika sembarang memanggil nama.
Aku terdiam dan terus menatap laki-laki itu, jika orang lihat mungkin aku tidak berkedip. Wajahnya sangat mirip suaranya juga sama, apa aku berhalusinasi? Pikirrku.
"Mbak!!!" seru laki-laki yang di hadapanku, "mba naksir sama Dadang? Dia memang paling tampan diantara kami. Tapi dia itu masternya kebodohan!"