Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setengah Lapangan

28 Oktober 2020   00:00 Diperbarui: 28 Oktober 2020   00:04 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Roti itu hanya sebagian kecil perhatian Damar terhadap ku. Hari ke dua kami kemah, aku dapat tugas mengambil air. Kebetulan tenda kami jaraknya cukup jauh dari pemukiman warga, aku membawa dua ember di kedua tangan serta handuk di pundakku. Pagi yang cerah dengan embun-embun pagi yang membuat langkah kaki ku merasa sulit.

"Biar aku saja," 

Damar merebut dua ember milikku dan membawanya pergi, "jangan di bawa ke tenda, mu!!" teriakku pada anak itu.

"Mau buat aku cebok!" ucapnya lalu terbahak-bahak.

Damar memang selalu bisa membuat ku tertawa di saat aku tidak mampu tersenyum. Damar, adalah seseorang yang pernah aku sebut sebagai pacar. Menggelikan memang, tapi setiap orang mempunyai ceritanya masing-masing.

Dan ini adalah ceritaku dengan Damar. Aku tahu aku masih menyukainya begitu juga dia, aku yakin dia masih menyukaiku. Tapi kami hanya debu yang terombang-ambing dan kemudian di hempas oleh badai. Selepas kami mengikuti acara itu, kami libur beberapa hari.

Saat hari senin aku tak lagi melihat Damar memarkir sepeda nya di depan kelasku atau melihat dia menuntuti ku di belakang angkot yang aku naiki.

Damar dimana?

Entah, bagaimana kisah kita selanjutnya nampaknya tidak ada. Kisah kami sebatas itu. Hingga 5 tahun setelah itu aku mengetahui kabar Damar. Damar yang aku kenal dulu bukan lagi Damar yang ku kenal sekarang. 

Damar yang polos ceria kocak dan apa adanya, berubah jadi Damar pendiam tatapan kosong dan lupa siapa aku. Aku bertemu lagi dengannya ketika aku sedang bersama kawanku, panggil saja dia Mona, kami sedang ada tugas dari guru kami untuk mengantar sebuah paket untuk seorang guru di sekolah lain. Namun di tengah jalan, sepeda motor yang kami tumpangi mendadak mati.

Sial! Bensinnya habis. Aku dan Mona mendorong kendaraan roda dua itu sudah lebih dari 10 menit dan belum juga menemukan penjual bensin eceran. Hingga tiba di sebuah persimpangan datang dua orang laki-laki bertampang seram dengan tato di kedua lengannya. Lidahnya di tindik dan telinganya di pasang seperti cincin yang entah apa itu namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun