Innalilahi wa Inna ilaihi rojiuuun.
Aku seakan tidak percaya, waktu video call beberapa hari yang lalu, ibu sehat dan tampak bugar seperti biasanya.
Tetapi sebagai orang yang beriman, aku menyadari dan meyakini akan sebuah takdir, hidup dan mati manusia sudah terjadwal, tak ada kata tunda.
Bersyukur kemudian, ternyata Tuhan memberi jalan kemudahan ibuku saat sakaratul maut menjemput. Ibu tampak seperti orang yang sedang tidur dan bermimpi indah, ada sungging senyum lembut di wajahnya. Aku masih sempat menciumnya sebelum ditutup kain kafan.
Kini, berbilang tahun berlalu, bulan desember, menjelang tahun baru datang, selalu mengingatkan aku akan arti semua hal yang aku dan ibu lalui sepanjang waktu kebersamaan kami.
Sungguh, ibuku, perempuan yang tegar, tegas, sabar dan tabah menjalani setiap ujian hidup. Beliau mendidik ku untuk hidup mandiri dengan caranya.
Hanya kepada Tuhan beliau bersandar sebagaimana yang diajarkan kepada ku, putri satu-satunya.
Pada akhirnya aku dapat memahami kenapa ibu berpisah dengan ayah, dan aku menghormati keputusan beliau.
Aku tahu, ibuku mungkin kecewa dalam hatinya, bahwa aku mengikuti jejaknya, memilih hidup sendiri, meskipun tak terkatakan.Â
Tetapi bukankah kami sudah sepakat? Aku boleh memilih jalan hidupku sendiri.Dan aku baik-baik saja. Bukankah setiap orang memiliki standar hidup yang berbeda dengan orang kebanyakan.Â
Pemahamanku, hidup di dunia hanya sementara, bekal hidup abadi selanjutnya yang juga penting untuk dipersiapkan semaksimal kemampuan.