Apakah tidak rindu ibu dan kampung halaman?
Tentu saja aku rindu, tetapi aku sudah merasakannya sejak bayi kan? Sudah hampir 20 tahun. Aku akan pulang kalau sudah ingin pulang.Â
Masa mudaku ingin ku puaskan dengan belajar hal baru, di tempat yang baru, dengan perspektif ku sendiri, dengan tetap menjaga adab, etika dan norma agama. Itu prinsip yang tetap ku pegang.
Bertahun-tahun kemudian, ibuku mulai tua, tertulis di SK pensiun yang dikirimkan ke alamat kota tempat terakhir aku berada. Aku pun bukan gadis muda lagi, aku berniat jeda sejenak.
Aku pulang, setelah terakhir pulang empat tahun yang lalu. Tapi belum memutuskan untuk tinggal, apalagi menetap, tunggu dulu. Aku sedang belajar sesuatu yang kelak ku jadikan modal pensiun.
Dan ketika aku sampai di rumah, ibuku masih segar dan sehat, hanya rambut putihnya yang menandakan beliau sudah tua.Â
Satu minggu di rumah ibu, waktu yang cukup kukira, hal yang Ibu ingin ketahui sudah ku ceritakan semua, pesan ibu juga ku laksanakan, tidak meninggalkan salat dan membaca kitab.
Hanya satu pertanyaan ibu yang tidak bisa kujawab,"apakah kamu tidak ingin menikah dan membangun sebuah keluarga yang bahagia bersama orang yang kamu cintai dan mencintai mu,?"
Aku tidak punya jawaban, tepatnya aku tidak ingin memberi jawaban.
Sebabnya, jika aku menjawab, maka yang akan keluar dari mulutku adalah," aku tidak ingin menikah, aku takut akan bercerai seperti ibu, cukuplah aku saja yang merasakan sendiri derita batin, seorang anak yang tidak mendapatkan kasih sayang seorang ayah, jangan lagi ada anak yang lain, di keluarga besar kami terutama!"
Kemudian Tuhan berkehendak lain, lain dari rencanaku semula, yang sudah kususun dengan cermat setiap tahap demi tahap. Saat itu belum genap satu tahun aku mengadu nasib di ibukota.