Ku bimbing lengan kakek menepi, berhenti sejenak supaya percakapan mereka leluasa.
Si penelepon yang mendominasi pembicaraan, kakek hanya menjawab, ya..ya .ooh..nah..lalu,
"Baik, nanti Mbah WA nak Firman kalau sudah di rumah, ya--waalaikum salam!"Â
"Senior mu sudah gercep, Ning, tapi mediasi pertama malah seperti cuma pindah ajang mereka bertengkar, saling tuding dan saling klaim!"
Jadi ceritanya, kakek ku itu punya buku besar daftar orang -orang yang pernah kos di rumahnya. Tertulis lengkap nama dan nomor telepon nya, kuliah di mana, prodi nya apa.
Sejak pertama datang hingga lulus kuliah kebanyakan mereka tidak berpindah -pindah. Kakek memperlakukan para perantau layaknya keluarga.Â
Setelah mereka lulus, tak sedikit yang tetap tinggal, mencari pekerjaan atau melanjutkan ke program magister.
Yang paling seru saat ada yang diwisuda, kakek menyediakan kamar tamu khusus bagi orang tua atau keluarga yang berkunjung dari berbagai kota di dalam maupun dari luar pulau. Kalau mereka datang berombongan, rumah kos-kosan jadi heboh.
 Hubungan kekeluargaan itu terus terjalin walaupun kadang hanya komunikasi di telpon.
Di kemudian hari, itu sangat bermanfaat dan bisa dimanfaatkan saat kakek butuh bantuan, dan mereka dengan senang hati akan membantu. Pun sebaliknya.
Salah satunya yang menelpon tadi, senior ku, sekarang menjadi asisten pengacara di Firma Hukum. Kakek minta bantuannya mengurus si Husni.