Sesampainya di sana, petugas laboratorium menyambutnya dengan tatapan prihatin. Beberapa diantaranya adalah teman seangkatan saat sekolah dulu.
"Kadang memang didapati hasil positif palsu, beberapa waktu yang lalu juga ada, tapi untuk pemeriksaan yang lain. Itulah kelemahan metode rapid test. Semoga dengan metode pengenceran nanti, hasilnya lebih akurat." Ucapan Bu Liana hanya dijawab Anisa dengan anggukan lemah.
"Pernah dapat transfusi?" tanya petugas yang lain, Anisa menggeleng.
"Atau donor darah?" Kembali Anisa menggeleng.
"Mungkin dari makanan yang kadang kita beli di luar," kali ini Bella, teman SMU-nya dulu.
"Tapi ini Hepatitis B, Bella," ucap Anisa penuh rasa, matanya berkaca-kaca, sesak di dadanya seakan ingin meluap keluar.Â
Setelah menyerahkan sejumlah uang, Anisa berusaha tersenyum, memegang tangan Bella sekilas, untuk kemudian bergegas pergi. Anisa takut tidak mampu menahan sesak dan gejolak yang menghimpit dadanya. Dan benar saja, sebentar kemudian air mata perlahan mulai keluar di sudut matanya.Â
Sesampainya di ruang kerja, Anisa segera minum air putih, lalu duduk menenangkan diri, sementara Ayu sedang menerima telepon dari HP.
Begitu Ayu menutup teleponnya, Anisa berkata," A ku ma u cerita ... a ku ... positif, Ayu ..." Dengan terbata-bata Anisa memberi tahu Ayu.Â
Ayu terperanjat, terkejut dengan perkataan Anisa, lalu perlahan dia menggeser tubuhnya lebih dekat untuk memeluk Anisa. Air mata Anisa kembali tumpah. Dia benar-benar tidak menyangka, kalau hasilnya akan seperti ini.
"Sudah, tidak apa-apa. Penyakit apapun pasti ada obatnya," hibur Ayu di sela isak tangis Anisa.