3. Menjauhi penimbunan barang dan aktivitas pasar gelap.
4. Menghindari riba.
5. Menghitung zakat dan infak.
Kepuasan seorang Muslim dalam berkonsumsi bukan hanya didasarkan pada jumlah barang yang dikonsumsi, tetapi juga pada nilai ibadah yang diperoleh dari tindakan tersebut. Islam menekankan bahwa tujuan konsumsi adalah untuk mencapai maslahah terbesar, baik di dunia maupun akhirat.
Selain itu, Islam juga mengakui pentingnya kepuasan kreatif, yang merupakan hasil dari konsumsi yang memberikan kekuatan fisik untuk menjadi lebih kreatif. Nabi SAW mengajarkan untuk berhenti makan sebelum merasa kenyang karena kondisi tersebut memungkinkan kemampuan kreatif.
Untuk mengukur kepuasan seorang Muslim, digunakan konsep utilitas konvensional, yang terbagi menjadi utilitas total (jumlah kepuasan dari konsumsi barang tertentu) dan utilitas marginal (perubahan kepuasan akibat penambahan atau pengurangan satu unit barang).
Analisis perilaku konsumen muslim
Perilaku seorang Muslim dianggap rasional dalam kerangka Islam ketika sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, termasuk menjaga keseimbangan antara kebaikan moral dan materi. Rasionalitas dalam perspektif Islam mencakup elemen-elemen berikut:
1. Kesuksesan dalam Islam erat kaitannya dengan nilai-nilai moral. Semakin tinggi kualitas akhlak seseorang, semakin sukses dia dianggap dalam Islam.
2. Waktu dalam pandangan seorang Muslim melibatkan kehidupan di dunia dan akhirat. Keimanan pada kehidupan akhirat memengaruhi perilaku konsumsi, dengan mempertimbangkan dampaknya pada akhirat.
3. Keuntungan dari tindakan seorang Muslim mencakup dampak langsung di dunia dan akhirat, dan kepuasan (Utilitas) dihitung sebagai total nilai sekarang dari kedua dampak tersebut.