Mohon tunggu...
Uli Elysabet Pardede
Uli Elysabet Pardede Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Inspirasiku dalam menulis adalah lagu indah, orang yang keren perjuangannya, ketakutanku dan hal-hal remeh-temeh yang mungkin saja bisa dibesarkan atau dipentingkan… Tuing! blog : truepardede.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutukan Peri di Kota Asing

2 Januari 2012   17:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:25 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1325522929150363874

Bhuk! Seorang pria terperosok jatuh dari lubang waktu. Sama persis seperti kejatuhannya Mr. Bean ke dunia. Namun bedanya pria tersebut terjatuh justru di sebuah meja kerja seorang wartawan. Dia akhirnya siuman namun wajahnya kebingungan melihat aktivitas di sekitarnya. Berkali-kali dia mengucek matanya namun pandangannya tak berubah, dia kebingungan sendiri. Ternyata pemandangan yang tiap hari dilihatnya ada dunia peri tetapi sekarang dia sudah ada di dunia manusia. Dia meraba punggungnya mencari-cari sesuatu.

"Sayapku..." Gumamnya kebingungan dan berbicara sendiri. "Hei, bukannya aku sedang dihukum Peri kebaikan karena keteledoranku? Oh, cobaan apalagi ini?"

Tiba-tiba pria tersebut tersenyum terkagum-kagum melihat mahluk cantik yang muncul dari arah pintu. Namun senyumnya pudar begitu melihat alis mata perempuan itu terlalu naik keatas persis seorang pemain antagonis. Wanita itu meletakkan seperti sebuah dokumen-dokumen di atas meja pria itu lalu kemudian dia berbicara sambil berkacak pinggang.

"Pak Pepih! Ngapain masih di sini bukannya Pak Pepih ditugaskan pergi mencari berita ke kota asing?" Kata perempuan itu.

"Pepih? Namaku bukan Pepih." Gumamnya pelan sambil garuk kepala. "Aku Dimitri, peri bunga. Berita? Kota asing? Ada apa ini?"

Namun Pepih tidak mendapat keterangan yang jelas sekarang dia sudah berada di sebuah mobil diantar menuju kota asing. Selama perjalanan Pepih terlihat terkagum-kagum akan keindahan kota dan pada akhirnya mobil menuju sebuah kota yang menyeramkan. Sang supir kelihatan ketakutan begitu juga dengan Pepih. Mobil berhenti di persimpangan jalan.

"Silahkan turun, Pak Pepih." Kata sang supir. Pepih turun dengan sangat berhati-hati melihat suasana pagi di kota asing itu tetapi seperti malam.

Brrmmm... Mobil itu meninggalkan Pepih sendirian, perlahan Pepih berjalan memasuki kota itu sambil memandangi sebuah kertas yang berisi alamat walikota kota asing itu. Dia mencoba mengingat-ingat perkataan perempuan culas di kantor tadi "Kau harus membuat berita semenarik mungkin kalau kau tak mau dipecat dari pekerjaanmu." Kemudian dia mengingat-ingat perkataan Peri kebaikan padanya "Kau sudah seharusnya diberi pelajaran untuk memiliki tanggung jawab. Menjaga bunga di lembah saja kau masih lengah. Sekarang kau kuutus turun ke dunia menyelamatkan seorang pria yang hampir kehilangan pekerjaan." Suara itu menggelegar terkejut Pepih ternyata dia sudah ada di depan rumah walikota, rumah itu dipenuhi akar liar di dindingnya. Sarang laba-laba hampir menutupi pintu masuk.

"Aneh sekali." Pepih tercenung lalu masuk dengan hati-hati sambil  menyibak sarang laba-laba tersebut.

"Permisi!" Katanya sambil menutupi hidungnya karena debu yang berterbangan terlihat jelas. Dia menginjak sebuah boneka barbie dan...

"Waduw!!!"

Pepih terkejut dan hampir terjatuh dia bersandar di sebuah lemari tua. "Siapa itu?" Jerit Pepih ketakutan. Tiba-tiba pintu lemari terbuka sendiri dan membuat Pepih hampir jatuh telungkup di depan.

"Seenaknya saja menyandarkan tubuh!" Suara itu terdengar jelas dari arah lemari. Pepih memicingkan mata memandang sekitarnya.

"Kau berbicara?" Tangannya menunjuk lemari. "Kau juga?" Dia menunjuk boneka berbie itu juga. "Hei! Ini sama seperti yang terjadi di negeri peri! Di lembah bunga kalian tahu?" Katanya kegirangan. Lemari itu seperti berjalan mendekatinya dan dari pintu itu samar-samar muncul sebuah mata.

"Darimana kau bisa tahu? Kau manausia biasa kok bisa tahu!" Tanya lemari itu pada Pepih sementara boneka barbie tadi memanjat tubuh Pepih dan sudah bergelayut di bahu Pepih.

"Aku peri yang diutus untuk membantu seseorang." Pepih tersenyum. "Dimana Pak Walikota...?" Tiba-tiba lemari itu menunduk begitu juga dengan barbie dan benda-benda mati yang bisa berbicara lainnya tertunduk.

"Dia sedang sakit..." Lemari menangis.

"Oh ya?" Tanpa permisi Pepih memasuki rumah lebih dalam lagi dan mendekati sebuah pintu. Pintu itu membuka sendiri sedikit demi sedkit.

"Semoga kau bisa membantu kota ini." Pintu itu berharap pada Pepih.

Pepih melihat pemandangan di depannya seorang lelaki tua sudah terbaring lemah di atas tempat tidur yang kumal. Pria tua itu membuka matanya sedikit demi sedikit dan kebingungan memandang Pepih dengan kebingungan.

"Aawawaw...wa..wa...wawaww....." Pria itu menceracau tak jelas. Gelas yang ada di ata meja bergerak dan mengarah pada Pepih.

"Katanya, kau siapa? Lancang masuk tanpa permisi..."

"Maaf..." Pepih menunduk dan berkata seperti berbisik kepada gelas. "Kalian memiliki walikota yang bisu?" Tanyanya pelan.

"Sebagai gantinya kami benda matilah yang bisa berbicara, sementara semua manusia di kota ini membisu. Kota kami terkena kutukan dari peri kebaikan."

"Peri kebaikan?" Pepih terkejut. "Hei, dia tuanku. Aku kompak pada dia."Kata Pepih bangga. "Kalian pasti melakukan kesalahan sehingga di hukum begini! Di negeri peri biasanya hukuman ini terjadi hanya benda mati berbicara seenaknya sehingga menggangu para peri karena semua benda ceracau sesuka hati. Tapi hukumannya tidak membuat kami bisu seperti ini. Kalian pasti melakukan kesalahan besar!" Kata Pepih.

"Mungkin... Tanya saja pada walikota kami ini." Gelas tertunduk.

"Waaa....aaa...aaa..waa....awa......"

"Katanya itu akibat Pak Walikota melakukan penebangan hutan sesuka hati."

"Pantas... Kami negeri peri menjaga bunga-bunga pun pepohonan, dia memarahi kalian karena itu. Ya, Pak Walikota kesalahan kita hampir sama. Aku lalai tak menebarkan bubuk emas pada bunga-bunga padahal itulah pekerjaanku di negeri peri, bunga-bungapun berlayuan dan mati tak terselamatkan" Pepih menunduk merasa bersalah.

"Tolonglah kota kami ini." Gelas memohon.

"Memangnya apa yang bisa aku lakukan? Lagian hukumanku hanyalah menyelamatkan seseorang yang kehilangan pekerjaannya. Bukan menyelamatkan kalian." Kata Pepih ragu.

Dilihatnya jendela kamar yang terbuka sendiri. Beberapa orang sedang berkumpul di halaman samping dan yang mengherankan mereka menjahit bibir mereka sendiri.

"Kasihan mereka... Beberapa malahan terjahit bibirnya hingga tak bisa berbicara lagi."

Pepih terdiam lalu memandangi cermin yang ada di depannya. Sekali-kali wajahnya berubah menjadi Dimitri dan sebentar lagi menjadi Pepih. Dia terkejut.

"Oh, waktuku hampir habis..." Pepih kelihatan gusar. "Sebentar lagi. Kalau aku gagal maka aku akan menjadi manusia biasa selamanya dan Pepih sendiri bakal kehilangan pekerjaan." Pepih geleng-geleng kepala.

"Hanya untuk mencari berita saja?" Tanya Gelas.

"Ya... Berikut gambar-gambarnya..." Kata Pepih penuh harap.

"Itu khan mudah. Silahkan ambil saja. Kami akan memberi informasi padamu." Kata Gelas.

Pak Walikota bangun dan berjalan dengan langkah gontai mendekati lemarinya dan lemari itu terbuka sendiri. Dia mengambil dokumen-dokumen dan memberikannya kepada Pepih.

"Ambillah. Siapa tahu bisa membantu." Kata Gelas mengisyaratkan. Pepih tersenyum, lama dia mencari-cari informasi sambil berkeliling kota.

"Arahkan saja aku kearah gambar yang ingin kau ambil. Aku tau kau tak bisa menggunakan aku." Kata kamera. Pepih pun mengambil gambar dengan cara yang teramat santai.

Beberapa jam kemudian dia sudah cukup berita mengenai kota asing itu. Dia hendak berpamitan. Barang-barangnya diletakkan di teras depan, saat dia kembali lagi dia menemukan barang-barangnya hilang. Pepih terkejut dan kembali gusar.

"Barang-barangmu diambil Alfredo, dia juga seorang wartawan." Kata sebuah pot bunga kepadanya.

"Apa???"

"Hahahahahaha... Kasihan kamu Pepih..." Tawa seseorang yang ada di depannya. Pepih kebingungan tak mengenalinya padahal itu adalah saingannya di kantor. Ya, yang di dalam tubuh Pepih sekarang khan sebenarnya bukan Pepih melainkan Dimitri sang peri.

"Terimakasih atas bantuannya yach..." ALfredo mengedipkan mata sambil menunjukkan kamera dan notes kecil milik Pepih.

"Itu punyaku!!!" Kata Pepih marah-marah.

Alfredo berjalan kearah sepeda motornya dan menyalakan mesin lalu berlalu tanpa Pepih melakukan tindakan sedikitpun. Lemari geleng-geleng kepala.

"Bukan saja kau tidak bisa menyelamatkan kota kami tetapi kau juga tidak bisa menyelamatkan pekerjaan Pepih." Kata lemari lalu berlalu sambil menutup pintu. Pepih berjalan dan mengetok pintu itu berulang-ulang namun tidak dibukakan bahkan pintu marah.

"Hei! Sakit tau!!!"

Pepih berjalan gontai meninggalkan rumah walikota, beberapa manusia berserakan di halaman itu seperti melakukan unjuk rasa. Manusia-manusia itu memandang sinis pada Pepih, Pepih hanya tertunduk malu karena dia tidak lebih seperti pecundang jadinya. Dia mengalah dan terduduk di bawah salah satu pohon.

"Ah, masakkan aku mengalah?" Pepih tercenung sesaat.

Tiba-tiba muncul Peri kebaikan di depan matanya membuat Pepih sontak kaget. Peri kebaikan hanya tersenyum ramah sepertinya dia tidak marah lagi namun Pepih ketakutan dan bersujud di kaki peri kebaikan.

"Kumohon berikan aku sedikit kekuatan peri untuk menyelamatkan kota ini dan menyelamatkan Pepih." Katanya. Peri kebaikan tak berbicara lalu tongkat ajaibnya mengeluarkan cahaya yang menyilaukan lalu menyelimuti tubuh Pepih membuat Pepih serasa memiliki kekuatan kembali seperti Peri.

"Mengapa kau melakukan ini?" Tanya Pepih kebingungan ternyata Peri kebaikan tidak marah lagi.

"Aku sudah memaafkanmu karena kamu menjalani hukumanmu dengan tulus. Sekarang keluarkanlah kekuatanmu. Pepih dan kota asing ini hanya punya kamu sebagai penyelamatnya, Dimitri..." Kata Peri kebaikan menghilang. Pepih tersenyum lalu memandangi jalanan yang dilewati Alfredo tadi, dengan menjentikkan jemarinya tiba-tiba ...

"Hah!!! Kenapa aku kembali lagi???" Alfredo sudah ada di depan mata Pepih, sepeda motornya berjalan mundur membuat dia balik lagi. Kamera yang tadi bisa berbicara tiba-tiba menggendong notes kecil dan merangkak mendekati Pepih sementara Alfredo tidak bisa bergerak.

Pepih membiarkan Alfredo terbujur kaku, dia berjalan kembali ke rumah walikota untuk mengambil barang-barangnya yang lain. Kembali dia melihat manusia-manusia yang sinis tadi namun sekarang mereka tidak sinis lagi melainkan menangis seperti orang putus harapan. Melihat itu Pepih menjadi iba, sebuah boneka yang diendong seorang anak kecil berbicara.

"Senang rasanya bila kami benda mati diberi kehidupan tetapi kasihan juga para majikan kami membisu begini. Kami rela menjadi benda mati lagi asalkan manusia-manusia ini dapat berbicara lagi." Kata boneka itu meneteskan airmata.

Pepih menghela nafas, kemudian pintu rumah walikota terbuka terlihat walikota yang renta keluar sambil membawa karton yang bertuliskan "I am sorry...". Pepih berjalan dan berdiri di teras walikota dan berbicara seperti mahasiswa yang berorasi.

"Apakah kalian mau berjanji tidak menebang pohon lagi???" Tanya Pepih dengan lantang. Para rakyat terdiam sambil memandangi satu sama lain seperti tidak bisa berjanji, bibir mereka makin ketat jahitannya sampai mereka meringis kesakitan.

"Ayolah! Aku butuh janji dan pengakuan kalian sehingga aku memiliki kekuatan untuk menyelamatkan kalian." Pepih ikut-ikutan meringis melihat bibir para rakyat berdarah-darah. Kemudian Pak Walikota mengangkat tangan tanda setuju walau terkesan ragu-ragu, para rakyat saling berpandangan dan pada akhirnya mereka mengangkat tangan satu per satu.

Beberapa menit kemudian langit bergemuruh. Kota yang semulanya gelap makin gelap. Para rakyat berlarian ketakutan, mereka semua memilih berada di dalam rumah walikota. Pak walikota terlihat marah akan perbuatan Pepih, sementara Pepih seperti orang kebingungan. Pohon besar tumbang seketika... Kraakkk...Kraakkk...

"Hei apa yang kau lakukan?" Kata Pak Walikota marah. Pepih memandangi Pak Walikota dengan kebingungan begitu juga Pak walikota seperti merasakan perbedaan.

"Hei... Aku bisa bicara!!!" Pak walikota melompat kegirangan. Pepih turut senang melihat perubahaan itu. Beberapa rakyat yang ada di dalam tiba-tiba berceloteh sambil membuka satu per satu jalinan benang yang ada di bibirnya.

"Wow!!!" Pepih takjub begitu melihat awan putih muncul di langit diikuti sinar mentari yang menyilaukan. Beberapa rakyat memeluk Pepih sebagai tanda terimakasih. Pepih memandangi lemari yang tadi hanya berdiam diri.

"Hei! Kau tidak ikut bahagia???" Kata Pepih sambil menyikut lemari itu, tetapi... Braaakkk!!! Lemari itu jatuh lalu rusak. Pepih terkejut kemudian mengambil sebuah boneka yang ada di tangan seorang anak kecil.

"Hei!!!" Katanya sambil meletakkan boneka itu di telinganya berharap denyut jantungnya kedengaran. Padahal sudah berhenti.

"Kasihan kalian..."

Beberapa hari kemudian, Pepih tetap pada kedudukannya karena berhasil menunjukkan kesuksesannya kepada atasannya. Bahkan berita miliknya tentang kota asing tersebar ke seluruh negeri. Pepih bukan saja sudah menjadi wartawan yang sukses melainkan menjadi penyelamat kota asing itu. Namun Pepih bukanlah Pepih yang berisi Peri Dimitri. Peri Dimitri kini sudah kembali ke negeri peri tepatnya di lembah bunga sebagai penjaga bunga-bunga. Peri kebaikan dan Dimitri tersenyum saat melihat di cermin ajaib ada bayangan para rakyat di kota asing itu sedang menanam pohon kembali. Dan keluarga Pepih sudah hidup dengan tentram tanpa ancaman dipecat.

"Kau berhasil..." kata Peri kebaikan pada Dimitri...

***Tamat***

Imajinasi liarnya berdasarkan dari sini, saya hanya buat alurnya saja... Hihihi... :)

Gambar hanyalah ilustrasi sebenarnya itu gambar Abandoned City & Commune of Oradour, France sumber dari Kaskus.us

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun