"Mengapa kau melakukan ini?" Tanya Pepih kebingungan ternyata Peri kebaikan tidak marah lagi.
"Aku sudah memaafkanmu karena kamu menjalani hukumanmu dengan tulus. Sekarang keluarkanlah kekuatanmu. Pepih dan kota asing ini hanya punya kamu sebagai penyelamatnya, Dimitri..." Kata Peri kebaikan menghilang. Pepih tersenyum lalu memandangi jalanan yang dilewati Alfredo tadi, dengan menjentikkan jemarinya tiba-tiba ...
"Hah!!! Kenapa aku kembali lagi???" Alfredo sudah ada di depan mata Pepih, sepeda motornya berjalan mundur membuat dia balik lagi. Kamera yang tadi bisa berbicara tiba-tiba menggendong notes kecil dan merangkak mendekati Pepih sementara Alfredo tidak bisa bergerak.
Pepih membiarkan Alfredo terbujur kaku, dia berjalan kembali ke rumah walikota untuk mengambil barang-barangnya yang lain. Kembali dia melihat manusia-manusia yang sinis tadi namun sekarang mereka tidak sinis lagi melainkan menangis seperti orang putus harapan. Melihat itu Pepih menjadi iba, sebuah boneka yang diendong seorang anak kecil berbicara.
"Senang rasanya bila kami benda mati diberi kehidupan tetapi kasihan juga para majikan kami membisu begini. Kami rela menjadi benda mati lagi asalkan manusia-manusia ini dapat berbicara lagi." Kata boneka itu meneteskan airmata.
Pepih menghela nafas, kemudian pintu rumah walikota terbuka terlihat walikota yang renta keluar sambil membawa karton yang bertuliskan "I am sorry...". Pepih berjalan dan berdiri di teras walikota dan berbicara seperti mahasiswa yang berorasi.
"Apakah kalian mau berjanji tidak menebang pohon lagi???" Tanya Pepih dengan lantang. Para rakyat terdiam sambil memandangi satu sama lain seperti tidak bisa berjanji, bibir mereka makin ketat jahitannya sampai mereka meringis kesakitan.
"Ayolah! Aku butuh janji dan pengakuan kalian sehingga aku memiliki kekuatan untuk menyelamatkan kalian." Pepih ikut-ikutan meringis melihat bibir para rakyat berdarah-darah. Kemudian Pak Walikota mengangkat tangan tanda setuju walau terkesan ragu-ragu, para rakyat saling berpandangan dan pada akhirnya mereka mengangkat tangan satu per satu.
Beberapa menit kemudian langit bergemuruh. Kota yang semulanya gelap makin gelap. Para rakyat berlarian ketakutan, mereka semua memilih berada di dalam rumah walikota. Pak walikota terlihat marah akan perbuatan Pepih, sementara Pepih seperti orang kebingungan. Pohon besar tumbang seketika... Kraakkk...Kraakkk...
"Hei apa yang kau lakukan?" Kata Pak Walikota marah. Pepih memandangi Pak Walikota dengan kebingungan begitu juga Pak walikota seperti merasakan perbedaan.
"Hei... Aku bisa bicara!!!" Pak walikota melompat kegirangan. Pepih turut senang melihat perubahaan itu. Beberapa rakyat yang ada di dalam tiba-tiba berceloteh sambil membuka satu per satu jalinan benang yang ada di bibirnya.