Mohon tunggu...
Ulfah Rahman
Ulfah Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Islam Anak Usia Dini

whoever steps then he will arrive... slowly but surely!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Berkenalan dengan Perjalanan Darud Da'wah wal Irsyad

5 Februari 2022   02:32 Diperbarui: 5 Februari 2022   02:39 3368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ulfah Rahman, Mahasiswa STAI DDI Pangkajenne Sidrap 2022

Sebenarnya, perkembangan As'adiyah sedikit lambat bila dibandingkan dengan usianya. Hal itu tampaknya tidak terlepas dari kebijakan sentralisasi yang diterapkan Anregurutta H. M. As'ad. Semasa hidup, Anregurutta As'ad tidak mengizinkan didirikan madrasah di tempat lain sebagai cabang dari madrasahnya. Beliau mengkhawatirkan kalau banyak cabang lalu tidak mampu mengontrolnya akan mengakibatkan rusaknya mutu madrasah yang dipimpinnya. Karena itu, semasa hidup Anregurutta tidak ada cabang yang dibuka. Pembukaan cabang dilakukan pasca kepemimpinan Anregurutta Haji Muhammad As'ad.

Gurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle dari Sengkang ke Mangkoso

Diantara murid-murid angkatan pertama Anregurutta H. M. As'ad adalah Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle termasuk murid yang menonjol dan cepat menarik perhatian gurunya. Ia menggabungkan diri pada pengajian yang diasuh oleh Anregurutta H. M. As'ad segera setelah terbukanya pengajian itu. Setelah menguji kecerdasannya, Anregurutta H. M. As'ad mengakui kalau ilmu muridnya itu sudah setaraf dengan gurunya. Sejak itu ia diangkat sebagai asisten. Bahkan ketika Anregurutta H. M. As'ad mendirikan Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI), ia diserahi tugas memimpin madrasah itu.

Popularitas MAI Sengkang dengan sistem pendidikannya yang modern (sistem madrasi) dengan cepat menarik perhatian masyarakat dari berbagai daerah. Salah seorang yang tertarik dengan sistem pendidikan MAI Sengkang adalah H. M. Yusuf Andi Dagong, Kepala Swapraja Soppeng Riaja yang berkedudukan di Mangkoso. la mengupayakan agar di tempatnya didirikan lembaga pendidikan yang sama dengan MAI Sengkang dan meminta Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle untuk pindah ke Mangkoso.

Ketika itu di Sulawesi Selatan sudah ada beberapa tempat yang merupakan pusat pendidikan agama Islam dan banyak melahirkan Ulama. Tempat-tempat tersebut adalah Pulau Salemo di Pangkep, Campalagian di Polmas, dan di Sengkang. Namun, Salemo dan Campalagian hanya berupa pengajian halakah (mangaji tudang) dengan sistem tradisional, sedangkan MAI Sengkang telah menerapkan sistem modern (madrasi/klasikal) disamping tetap mempertahankan pengajian halakah. Itulah yang membuat MAI Sengkang memiliki kelebihan dibandingkan lembaga pendidikan yang lain.

Kerajaan Soppeng Riaja dan Kelahiran MAI Mangkoso

Sebelum masuknya Islam, di wilayah Soppeng Riaja berdiri beberapa kerajaan kecil, seperti Balusu, Ajakkang, Kiru-Kiru, dan Siddo, yang kesemuanya bernaung di bawah Kerajaan Ajatappareng dan diawasi oleh Kerajaan Lili Nepo. Pada akhir abad XVI, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Ajattappareng (termasuk kerajaankerajaan kecil tersebut di atas). Penyerangan ini dimaksudkan, disamping perluasan wilayah kekuasaan juga dalar rangka penyebaran agama Islam.

Sekitar pertengahan abad ke XVII, ketika Raja Bone Arung Palakka berhasil mengalahkan Raja Gowa, kesempatan ini dimanfaatkan oleh Kerajaan Soppeng (sekutu Kerajaan Bone) untuk membebaskan Kerajaan-Kerajaan Balusu, Ajakkang, Kiru-Kiru, dan Siddo dari kekuasaan Kerajaan Gowa dan memasukkannya ke wilayah kekuasaan Soppeng. Wilayah ini kemudian diberi nama Soppeng Riaja yang artinya Soppeng bagian Barat.

Pada tahun 1905, Belanda menyerang kerajaan di seluruh Sulawesi Selatan, diantaranya Bone dan Soppeng (termasuk Soppeng Riaja). Di Soppeng Riaja perlawanan menentang Belanda dipimpin oleh Muhammad Saleh Baso Balusu (Raja Kerajaan Lili Balusu).

Setelah Soppeng Riaja ditaklukkan oleh Belanda pada tahun 1905, yang diangkat menjadi Arung Soppeng Riaja adalah Andi Tobo Petta Coa, dengan pangkat Kepala Zelfbestuur (Kepala Swapraja). Selanjutnya Petta Coa digantikan oleh putranya, Andi Maddiawe Petta Lawallu, sebagai Raja Soppeng Riaja. Karena kondisi kesehatannya, tahun 1932 Petta Lawallu mengundurkan diri sebagai arung dan digantikan oleh adiknya, Muhammad Yusuf Andi Dagong dengan gelar Petta Soppeng.

Setelah tiga tahun berkuasa, Petta Soppeng mendirikan tiga buah masjid dalain wilayahnya. Salah satu dari ketiga masjid itu didirikan di Mangkoso, ibukota Kerajaan Soppeng Riaja. Namun, masjid tersebut tidak pernah diisi jamaah karena kurangnya kesadaran dan pemahaman rakyat terhadap agama Islam. Untuk mencari solusi atas kondisi itu, Arung Soppeng Riaja mengumpulkan para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan perangkat kerajaan lainnya dalam suatu musyawarah Tudang Sipulung di Saoraja Mangkoso pada bulan Desember 1938. Peserta pertemuan sepakat bahwa untuk menyemarakkan dan mengisi masjid harus didirikan lembaga pendidikan. Pilihan pun dijatuhkan kepada MAI Sengkang sebagai tempat meminta bantuan guru. Dan, guru yang akan diminta itu ialah Anregurutta H. Abdurrahman Ambo Dalle.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun