Mohon tunggu...
Ula Hana Alya
Ula Hana Alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Foto Prewedding dalam Perspektif Hukum Islam

3 Juni 2024   09:20 Diperbarui: 3 Juni 2024   09:28 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

b. Khitbah Ta'rid

  • Khitbah ini merupakan khitbah yang ungkapannya hanya sebagian dari yang diinginkan. Khitbah ta'rid merupakan khitbah yang diungkapkan dengan bahasa yang ambigu antara keinginan untuk menikah atau tidak. Seperti ungkapan kamu luar biasa, kamu yang terbaik, pasti beruntung laki-laki yang mendapatkanmu dan yang sejenisnya yang menunjukkan ketertarikan.
  • Perempuan yang bisa dipinang dengan ta'rid adalah perempuan yang tidak sedang terikat pada suatu pernikahan, tidak sedang terikat dalam masa iddah dan perempuan yang tidak terikat pernikahan serta sedang menjalani masa iddah wafat suaminya, walaupun perempuan tersebut sedang hamil. Sedangkan perempuan yang tidak bisa dipinang dengan ta'rid adalah perempuan yang masih terikat pada suatu pernikahan dan perempuan yang sedang menjalani masa iddah talak raj'i.

Dalam melakukan khitbah, terdapat beberapa syarat di dalamnya, yaitu:

a. Syarat Mustahsinah

  • Syarat ini merupakan syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang perempuan agar laki-laki yang akan meminang tersebut meneliti terlebih dahulu perempuan yang akan dipinangnya itu. Syarat ini bukanlah syarat wajib, hanya sekedar anjuran saja.

b. Syarat ini merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi sebelum proses meminang dilakukan. Sahnya peminangan tergantung pada adanya syarat-syarat lazimah. Syarat lazimah yaitu:

  • Perempuan yang akan dipinang tidak sedang dalam pinangan laki-laki lain. Apabila perempuan tersebut berada dalam pinangan laki-laki lain, maka laki-laki tersebut telah melepaskan hak pinangnya sehingga perempuan tersebut dalam keadaan bebas.
  • Perempuan yang akan dipinang tidak sedang dalam masa iddah. Masa iddah adalah masa tunggu bagi seorang perempuan yang sedang di talak suaminya. Haram hukumnya meminang perempuan yang sedang dalam masa iddah talak raj'i.
  • Perempuan yang akan dipinang hendaklah yang boleh dinikahi. Hal ini berarti perempuan tersebut bukan mahram bagi laki-laki yang akan meminangnya.

3.  Aturan dalam Melihat Pinangan

  • Jumhur ulama dari mazhab Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah serta sebagian ulama dari mazhab Hambali sepakat bahwa hukum melihat calon istri atau calon suami adalah sunah. Sedangkan secara resmi mazhab Hambali memandang bahwa melihat calon istri atau calon suami itu hanya boleh, karena perintah untuk melihat diberikan setelah adanya larangan, jadi perintah itu tidak menjadi sunah atau wajib melainkan hanya menunjukan kebolehannya saja.

Seorang laki-laki dan perempuan yang berada pada masa meminang diperbolehkan untuk melihat satu sama lain, akan tetapi tidak semuanya dapat dilihat. Masih ada aturan-aturan yang perlu untuk ditaati, yaitu:

a. Berniat untuk Menikahi

  • Calon suami yang benar-benar ingin menikahi calon istrinya saja yang boleh untuk melihat. Jika di  dalam hati belum ada niat untuk menikahi calon istrinya atau hanya sekedar ingin memiliki status hubungan, maka tidak dibenarkan untuk melihat calon istrinya.
  • Jumhur ulama seperti Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah mensyaratkan kepada laki-laki yang ingin melihat calon istrinya, bahwa laki-laki tersebut harus memiliki keyakinan bahwa perempuan yang dipinang itu akan menerimanya. Sedangkan ulama Hanafiyah hanya memberi batasan bahwa laki-laki tersebut memiliki keinginan untuk menikahi perempuan yang dipinangnya. Tidak harus ada timbal-balik di antara keduanya.

b. Tidak Harus Izin

  • Jumhur ulama sepakat bahwa perempuan yang sedang dilihat oleh calon suaminya harus memberi izin. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa saat melihat calon istrinya, sebaiknya memang tidak diberi tahu, agar terlihat natural. Karena secara naluri, perempuan akan berdandan sebagus mungkin jika dirinya tahu akan dilihat oleh calon suaminya.
  • Hal tersebut dilakukan perempuan agar dapat terlihat bagus dan untuk menutupi aib-aib yang mungkin ada di dalam dirinya. Akan tetapi ulama Malikiyah berpendapat bahwa, jika tidak izin kepada perempuannya, maka izin kepada walinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari keadaan dimana laki-laki dengan bebas melihat perempuan mana saja dengan alasan bahwa dia ingin meminang perempuan tersebut.

c. Batasan yang Boleh Dilihat

  • Jumhur ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan termasuk ke dalam bagian tubuh perempuan yang diperbolehkan untuk dilihat oleh calon suminya. Sedangkan dalam riwayat dari ulama Hanabilah menyatakan bahwa kedua kaki hingga mata kaki juga bukan merupakan aurat.
  • Jadi para ulama di mazhab ini saling berbeda pendapat. Ada yang berpendapat yang boleh dilihat hanya wajah dan telapak tangan, ada pula yang berpendapat bahwa wajah, leher, tangan dan kaki boleh untuk dilihat.

d. Tidak Boleh Menyentuh Pinangan

  • Mazhab Hanafiyah
  • Penulis Kitab Al-Hidayah menyatakan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menyentuh wajah atau telapak tangan perempuan walaupun dirinya merasa aman dari syahwat.
  • Mazhab Malikiyah
  • Imam Al-Baaji dalam Kitab Al-Muntaqa menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan perempuan." Maksudnya adalah tidak berjabat tangan secara langsung dengan tangan perempuan.
  • Imam Nawawi pernah berkata dalam karyanya yaitu Kitab Al-Majmu' bahwa:
  • "...Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang perempuan yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal denganya. Namun tidak boleh untuk menyentuh perempuan walaupun dalam keadaan demikian."
  • Mazhab Hambali
  • Ibnu Muflih dalam Al-Furu', beliau menyatakan bahwa "Diperbolehkan berjabat tangan antara perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan perempuan terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnya." Hal ini disebutkan dalam Kitab Al-Fusul dan Ar-Ri'ayah.

e. Tidak Boleh Berduaan

  • Walaupun dianjurkan untuk melihat calon istrinya akan tetapi tetap tidak diperbolehkan untuk berduaan tanpa ditemani oleh mahramnya, karena berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya tetap tidak dibenarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun