Mohon tunggu...
Ula Hana Alya
Ula Hana Alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Foto Prewedding dalam Perspektif Hukum Islam

3 Juni 2024   09:20 Diperbarui: 3 Juni 2024   09:28 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Review Skripsi

"PRAKTIK FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM"

Reviewer : Ula Hana Alya (222121169)

A. Pendahuluan

  • Dalam perspektif hukum islam, praktik foto prewedding dapat menjadi kontroversial tergantung pada konteksnya. Beberapa ulama menganggapnya tidak sesuai karena melibatkan pria dan wanita yang belum muhrim berinteraksi secara intim dalam suasana yang terkadang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam. Namun, ada juga pandangan yang memperbolehkannya dengan syarat-syarat tertentu, seperti menjaga batasan aurat dan menjaga adab dalam interaksi antara pria dan wanita. Hal ini menjadi subjek diskusi di antara cendekiawan Islam, dan keputsan akhir tergantung pada interpretasi masing-masing individu atau otoritas agama.
  • Trend foto prewedding ini menjadi perbincangan yang serius di kalangan remaja saat ini. Di era modern seperti saat ini, kemajuan teknologi membawa dampak terhadap perkembangan informasi, hal tersebut juga menyebabkan perubahan perilaku Masyarakat dan mempengaruhi gaya hidup mereka. Banyaknya penawaran terhadap jasa pemotretan foto prewedding dengan konsep yang menarik menjadi salah satu alasan beberapa pasangan calon pengantin tertarik untuk mencobanya.
  • Terdapat beberapa konsep gaya dan busana dalam pemotretan foto prewedding, seperti konsep pemotretan dengan gaya busana tertutup dan gaya yang sopan dengan tidak menyentuh satu sama lain. Ada pula beberapa konsep pemotretan dengan busana terbuka dan gaya saling bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Konsep pemotretan foto prewedding ini disesuaikan dengan pilihan dari pasangan calon pengantin yang akan melakukan pemotretan foto preweding.
  • Jika dilihat dari tujuan foto prewedding itu sendiri, sebenarnya tidak ada yang salah. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika unsur-unsur yang menjadi larangan di dalam masa meminang antara calon suami dan calon istri malah menjadi unsur-unsur yang sering dilakukan pada beberapa konsep pemotretan foto prewedding, seperti bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam Islam juga jadi terabaikan, karena saat melakukan pemotretan foto prewedding sering kali ditemukan penggunaan konsep yang terdapat unsur bersentuhan dan tidak menutup aurat.
  • Walaupun di dalam Islam tidak ada aturan mengenai pemotretan sebelum terjadinya akad penikahan. Akan tetapi beberapa Masyarakat tetap melakukan pemotretan foto prewedding di dalam masa meminang. Kesan bahwa foto prewedding merupakan trend yang harus diikuti perlu diluruskan, karena terdapat beberapa konsep pemotretan foto prewedding yang tidak sesuai dengan syariat agama Islam.
  • Setiap tokoh agama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dalam menghadapi suatu masalah atau pertanyaan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan setiap tokoh agama memiliki karakter yang berbeda-beda dan memiliki latar belakang pondok yang berbeda pula. Jadi tidak heran jika dalam memutuskan beberapa hal dalam urusan tertentu terdapat perbedaan sudut pandang. Hal ini juga berlaku dalam praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam masa meminang.

B.  Alasan Mengapa Memilih

Untuk mengetahui penjelasan yang lebih aktual mengenai praktik foto prewedding yang ada di kalangan Masyarakat juga menurut pandangan tokoh agama setempat serta bagaimana pandangan dalam hukum islam. Tetapi, di Indonesia prewedding menjadi kebiasaan yang selalu ada dalam rangkaian pernikahan yang dilakukan sebelum ijab. Ditinjau dari perspektif hukum islam, pelaksanaan prewedding hukumnya adalah haram karena mendekati pada zina.

C.  Pembahasan Review

1. Pengertian dan Hukum Khitbah

  • Dalam Islam, pernikahan bukan hanya urusan keluarga dan budaya saja, akan tetapi merupakan urusan dan kejadian yang berkaitan dengan agama. Oleh karena itu, dalam Islam dianjurkan untuk memilih pasangan yang tepat untuk dinikahi. Jika sudah menemukan pasangan yang dianggap tepat, maka selanjutnya melakukan peminangan atau khitbah sebagai langkah awal sebelum terjadinya akad pernikahan.
  • Menurut Dahlan, khitbah merupakan ungkapan permintaan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan istrinya yang akan menemani kehidupannya, dengan menggunakan cara yang telah berlaku di dalam kehidupan masyarakat secara umum dan dengan cara yang dibenarkan oleh agama Islam.
  • Sedangkan Rahmat Hakim berpendapat bahwa khitbah memiliki arti meminta, yang berdasarkan adat merupakan bentuk pernyataan dari pihak satu kepada pihak yang lainnya dengan tujuan untuk mengadakan ikatan pernikahan. Secara umum khitbah ini dilakukan dari pihak lakilaki kepada pihak perempuan, namun ada pula yang sebaliknya.
  • Walaupun demikian, khitbah bukanlah syarat sah pernikahan. Dengan atau tanpa khitbah, suatu pernikahan tetaplah sah. Hukum dari khitbah pada dasarnya sama seperti hukum menikah bagi seseorang. Apabila menikah bagi seseorang hukumnya sunah maka khitbah pun juga menjadi sunah. Apabila menikah bagi seseorang itu hukumnya makruh maka khitbah juga menjadi makruh, dan begitu seterusnya. Keadaan ini dikarenakan khitbah merupakan perantara atau jalan menuju pada sebuah pernikahan. Akan tetapi secara khusus, prosedur dari khitbah ini tetap sunah. Hal ini berarti prosesi khitbah tidak terikat kepada hukum menikah yang wajib, sunah, makruh dan yang lainnya.

2. Macam-macam dan Syarat Khitbah

a. Khitbah Tashrih

Khitbah ini merupakan khitbah yang ungkapannya diucapkan secara jelas dan penuh kesungguhan untuk menikahi seseorang yang dipinang, seperti ungkapan aku ingin menikahimu, aku ingin kamu menjadi istriku dan yang sejenisnya.

  • Perempuan yang bisa dipinang dengan tashrih ini adalah perempuan yang tidak sedang terikat dalam suatu pernikahan dan tidak sedang dalam masa iddah, yaitu perempuan yang masih perawan atau janda yang telah selesai masa iddahnya. Sedangkan perempuan yang tidak bisa dipinang dengan tashrih ini adalah perempuan yang sedang terikat pada suatu pernikahan dan perempuan yang masih dalam masa iddah talak raj'i.

b. Khitbah Ta'rid

  • Khitbah ini merupakan khitbah yang ungkapannya hanya sebagian dari yang diinginkan. Khitbah ta'rid merupakan khitbah yang diungkapkan dengan bahasa yang ambigu antara keinginan untuk menikah atau tidak. Seperti ungkapan kamu luar biasa, kamu yang terbaik, pasti beruntung laki-laki yang mendapatkanmu dan yang sejenisnya yang menunjukkan ketertarikan.
  • Perempuan yang bisa dipinang dengan ta'rid adalah perempuan yang tidak sedang terikat pada suatu pernikahan, tidak sedang terikat dalam masa iddah dan perempuan yang tidak terikat pernikahan serta sedang menjalani masa iddah wafat suaminya, walaupun perempuan tersebut sedang hamil. Sedangkan perempuan yang tidak bisa dipinang dengan ta'rid adalah perempuan yang masih terikat pada suatu pernikahan dan perempuan yang sedang menjalani masa iddah talak raj'i.

Dalam melakukan khitbah, terdapat beberapa syarat di dalamnya, yaitu:

a. Syarat Mustahsinah

  • Syarat ini merupakan syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki yang akan meminang seorang perempuan agar laki-laki yang akan meminang tersebut meneliti terlebih dahulu perempuan yang akan dipinangnya itu. Syarat ini bukanlah syarat wajib, hanya sekedar anjuran saja.

b. Syarat ini merupakan syarat wajib yang harus dipenuhi sebelum proses meminang dilakukan. Sahnya peminangan tergantung pada adanya syarat-syarat lazimah. Syarat lazimah yaitu:

  • Perempuan yang akan dipinang tidak sedang dalam pinangan laki-laki lain. Apabila perempuan tersebut berada dalam pinangan laki-laki lain, maka laki-laki tersebut telah melepaskan hak pinangnya sehingga perempuan tersebut dalam keadaan bebas.
  • Perempuan yang akan dipinang tidak sedang dalam masa iddah. Masa iddah adalah masa tunggu bagi seorang perempuan yang sedang di talak suaminya. Haram hukumnya meminang perempuan yang sedang dalam masa iddah talak raj'i.
  • Perempuan yang akan dipinang hendaklah yang boleh dinikahi. Hal ini berarti perempuan tersebut bukan mahram bagi laki-laki yang akan meminangnya.

3.  Aturan dalam Melihat Pinangan

  • Jumhur ulama dari mazhab Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah serta sebagian ulama dari mazhab Hambali sepakat bahwa hukum melihat calon istri atau calon suami adalah sunah. Sedangkan secara resmi mazhab Hambali memandang bahwa melihat calon istri atau calon suami itu hanya boleh, karena perintah untuk melihat diberikan setelah adanya larangan, jadi perintah itu tidak menjadi sunah atau wajib melainkan hanya menunjukan kebolehannya saja.

Seorang laki-laki dan perempuan yang berada pada masa meminang diperbolehkan untuk melihat satu sama lain, akan tetapi tidak semuanya dapat dilihat. Masih ada aturan-aturan yang perlu untuk ditaati, yaitu:

a. Berniat untuk Menikahi

  • Calon suami yang benar-benar ingin menikahi calon istrinya saja yang boleh untuk melihat. Jika di  dalam hati belum ada niat untuk menikahi calon istrinya atau hanya sekedar ingin memiliki status hubungan, maka tidak dibenarkan untuk melihat calon istrinya.
  • Jumhur ulama seperti Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah mensyaratkan kepada laki-laki yang ingin melihat calon istrinya, bahwa laki-laki tersebut harus memiliki keyakinan bahwa perempuan yang dipinang itu akan menerimanya. Sedangkan ulama Hanafiyah hanya memberi batasan bahwa laki-laki tersebut memiliki keinginan untuk menikahi perempuan yang dipinangnya. Tidak harus ada timbal-balik di antara keduanya.

b. Tidak Harus Izin

  • Jumhur ulama sepakat bahwa perempuan yang sedang dilihat oleh calon suaminya harus memberi izin. Bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa saat melihat calon istrinya, sebaiknya memang tidak diberi tahu, agar terlihat natural. Karena secara naluri, perempuan akan berdandan sebagus mungkin jika dirinya tahu akan dilihat oleh calon suaminya.
  • Hal tersebut dilakukan perempuan agar dapat terlihat bagus dan untuk menutupi aib-aib yang mungkin ada di dalam dirinya. Akan tetapi ulama Malikiyah berpendapat bahwa, jika tidak izin kepada perempuannya, maka izin kepada walinya. Hal ini dilakukan untuk menghindari keadaan dimana laki-laki dengan bebas melihat perempuan mana saja dengan alasan bahwa dia ingin meminang perempuan tersebut.

c. Batasan yang Boleh Dilihat

  • Jumhur ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa wajah dan kedua telapak tangan hingga pergelangan tangan termasuk ke dalam bagian tubuh perempuan yang diperbolehkan untuk dilihat oleh calon suminya. Sedangkan dalam riwayat dari ulama Hanabilah menyatakan bahwa kedua kaki hingga mata kaki juga bukan merupakan aurat.
  • Jadi para ulama di mazhab ini saling berbeda pendapat. Ada yang berpendapat yang boleh dilihat hanya wajah dan telapak tangan, ada pula yang berpendapat bahwa wajah, leher, tangan dan kaki boleh untuk dilihat.

d. Tidak Boleh Menyentuh Pinangan

  • Mazhab Hanafiyah
  • Penulis Kitab Al-Hidayah menyatakan bahwa tidak diperbolehkan bagi seorang laki-laki untuk menyentuh wajah atau telapak tangan perempuan walaupun dirinya merasa aman dari syahwat.
  • Mazhab Malikiyah
  • Imam Al-Baaji dalam Kitab Al-Muntaqa menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan perempuan." Maksudnya adalah tidak berjabat tangan secara langsung dengan tangan perempuan.
  • Imam Nawawi pernah berkata dalam karyanya yaitu Kitab Al-Majmu' bahwa:
  • "...Karena sesungguhnya seseorang dihalalkan untuk memandang perempuan yang bukan mahramnya jika ia berniat untuk menikahinya atau dalam keadaan jual beli atau ketika ingin mengambil atau memberi sesuatu ataupun semisal denganya. Namun tidak boleh untuk menyentuh perempuan walaupun dalam keadaan demikian."
  • Mazhab Hambali
  • Ibnu Muflih dalam Al-Furu', beliau menyatakan bahwa "Diperbolehkan berjabat tangan antara perempuan dengan perempuan, laki-laki dengan laki-laki, laki-laki tua dengan perempuan terhormat yang umurnya tidak muda lagi, karena jika masih muda diharamkan untuk menyentuhnya." Hal ini disebutkan dalam Kitab Al-Fusul dan Ar-Ri'ayah.

e. Tidak Boleh Berduaan

  • Walaupun dianjurkan untuk melihat calon istrinya akan tetapi tetap tidak diperbolehkan untuk berduaan tanpa ditemani oleh mahramnya, karena berduaan dengan perempuan yang bukan mahramnya tetap tidak dibenarkan.

f. Mengirim Utusan untuk Melihat Pinangan

  • Walaupun tidak diperbolehkan untuk melihat dan menyentuh bagian-bagian yang dilarang, akan tetapi calon suami dapat mengutus seorang perempuan dari mahramnya untuk melihat bagian-bagian tubuh dari calon istrinya. Karena sama-sama perempuan, maka perempuan utusan dari calon suami itu dapat melihat bagian-bagian tubuh yang dilarang untuk dilihat oleh calon suami. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kondisi fisik dari perempuan yang dipinang.

4. Memilih Perempuan untuk Dikhitbah

a. Kriteria Perempuan yang akan Dikhitbah :

  • Memilih perempuan yang memiliki ketaatan agama atau memilih perempuan yang mempunyai agama.
  • Memilih perempuan yang subur atau berpotensi dapat melahirkan banyak anak.
  • Memilih perempuan yang masih perawan.
  • Memilih perempuan yang berasal dari rumah yang dikenal mempunyai agama dan memiliki sifat qana'ah.
  • Memilih perempuan yang berasal dari keluarga yang baik-baik, agar anak-anaknya nanti menjadi orang yang baik pula.
  • Memilih perempuan yang cantik karena perempuan yang cantik itu dapat membuat jiwa tenang, dapat lebih menjaga pandangan dan dapat meyempurnakan rasa cinta dari seorang laki-laki.
  • Memilih perempuan yang bukan dari kerabat dekat.
  • Memilih tidak lebih dari satu perempuan jika dengan hal tersebut sudah dapat menjaga kesucian diri.

b. Perempuan yang Boleh Dikhitbah

  • Perempuan yang akan dipinang tidak sedang berhalangan atau tidak ada larangan untuk menikah.
  • Perempuan yang akan dipinang belum dipinang oleh laki-laki lain.

c. Ketentuan dalam Khitbah

  • Peminangan dapat langsung dilakukan oleh yang berkehendak mencari pasangan jodoh, tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.
  • Peminangan dapat dilakukan terhadap perempuan yang masih perawan atau janda yang telah selesai masa iddahnya.
  • Perempuan yan ditalak oleh suaminya dan masih berada dalam masa iddah talak raj'i, dilarang dan haram untuk dipinang.
  • Dilarang meminang perempuan yang masih berada dalam pinangan laki-laki lain selama pinangan tersebut belum putus atau sudah ada penolakan dari pihak perempuan.
  • Putusnya pinangan dari seorang laki-laki dikarenakan adanya pernyataan tentang putusnya hubungan pinangan atau secara diamdiam laki-laki yang meminang telah menjauhi dan meninggalkan perempuan yang dipinang.
  • Peminangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan hubungan peminangan.
  • Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.

d. Tujuan dan Hikmah Khitbah

  • Hikmah dari disyariatkannya khitbah adalah untuk mengenal lebih jauh calon suami atau calon istrinya sesuai dengan yang diatur dalam Islam. Di dalam khitbah baik calon suami maupun calon istri diperbolehkan untuk melakukan suatu kebaikkan, seperti memberikan hadiah, memandang satu sama lain dengan niat benar-benar ingin menikahi, menunjukkan kepribadian satu sama lain dan lain sebagainya yang tidak melanggar aturan syariat agama Islam.
  • Dengan adanya khitbah, baik calon suami maupun calon istri dapat lebih mengenal satu sama lain. Setelah mengenal satu sama lain, keduanya akan lebih tenang dan hubungannya akan lebih dekat, sehingga keduanya tidak merasa ragu untuk melangkah dalam sebuah kehidupan rumah tangga. Akan tetapi walaupun begitu, di dalam khitbah tidak boleh melakukan suatu hal yang melebihi dari apa yang telah ditetapkan. Karena tindakan tersebut dapat membuat calon suami atau calon istri terjerumus ke dalam suatu hal yang tidak diperbolehkan atau diharamkan dalam Islam.

B. Etika Pergaulan Non Mahram

  • Sebagai orang yang beriman, Allah SWT telah banyak menjelaskan aturan-aturan mengenai batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi fitnah di antara keduanya. 
  • Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. AlMumtahanah ayat 5 yang menjelaskan untuk memohon kepada Allah SWT agar dijauhkan dari bahan fitnah orang kafir, yang artinya: "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami, ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. AlMumtahanah ayat 5). 28 Agar terhindar dari fitnah, seseorang harus bisa menjaga dirinya untuk tidak melakukan suatu hal yang dilarang di dalam syariat agama Islam, di bawah ini dijelaskan mengenai beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam bergaul, yaitu:

1.  Menjaga Pandangan dengan Lawan Jenis

  • Makna menjaga pandangan dengan lawan jenis ini merupakan menjaga mata untuk tidak melihat sesuatu yang dilarang untuk dilihat, kecuali dalam keadaan tidak disengaja. Keadaan tidak disengaja ini berarti keadaan dimana tidak ada niat untuk melihatnya. Apabila pandangan yang terjadi itu merupakan pandangan yang tidak disengaja maka tidak berdosa akan tetapi pandangan kedua atau kelanjutan dari pandangan yang pertama yang dilakukan dengan sengaja akan berdosa. Rasulullah SAW memerintahkan untuk memalingkan pandangan yang pertama, karena kelanjutan dari pandangan yang pertama sama saja dengan pandangan kedua atau pengulangan.
  • Pandangan kedua setelah pandangan pertama yang tidak disengaja saja tidak diperbolehkan, apalagi pandangan yang terdapat unsur nafsu yang tidak segera dipalingkan atau dihentikan. Oleh karena itu, di dalam Islam dijelaskan untuk menjaga pandangan kepada lawan jenisnya, agar tidak terjerumus kepada suatu hal yang dilarang dalam Islam. Menjaga pandangan dengan lawan jenis ini bertujuan untuk melihat lawan jenis dengan sewajarnya saja. Sehingga tidak timbul nafsu syahwat yang akan membuat mereka terjerumus ke dalam sesuatu yang dilarang oleh agama.
  • Hikmah dari menjaga pandangan dengan lawan jenis ini yaitu agar ketika laki-laki dan perempuan yang bukan mahram saling berinteraksi, tidak timbul syahwat di antara keduanya dan tidak menjadi sumber dari fitnah. Hendaklah menjaga pandangan dan menjaga hati mereka.
  • Apabila seseorang dengan tidak sengaja memandang lawan jenisnya, maka segeralah menundukkan pandangannya, bukan malah meneruskan pandangan tersebut, baik karena kecantikkan atau ketampanan seseorang yang dipandang atau karena ada rasa penasaran terhadap orang yang sedang dilihat.
  • Apabila memandang lawan jenis karena hanya sebatas ingin melihat atas dasar rasa ingin mengenal atau menghormati, berdasarkan pandangan dari ahlu ilmi diperbolehkan (halal) atas dasar hadis dalam Kitab Shahihain. Sebagaimana yang dikutip dari kisah Aisyah ra, ketika menyaksikan laki-laki Habasyah yang sedang bermain di masjid. Sementara itu, posisi dari Nabi Muhammad SAW menutupi dengan badan beliau. Beliau (Nabi Muhammad SAW) memperbolehkan istrinya menonton di balik badan beliau.

2. Khalwat

  • Pengertian dari khalwat adalah keadaan dimana antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bedua-duaan di tempat yang sunyi tanpa ditemani oleh mahramnya. Pertemuan yang dilakukan oleh lakilaki dan perempuan di tempat yang sepi tanpa ada mahram yang menemaninya, maka ketiganya adalah setan. 
  • Oleh karena itu, Islam melarang laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berkhalwat agar mereka terhindar dari fitnah dan menghindari terjadinya penyelewengan moral yang akan membuat mereka terjerumus ke dalam perbuatan zina.
  • Rasulullah SAW melarang dengan keras tindakkan berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram di tempat yang sepi. Hal ini dimaksudkan agar keduanya tidak terjebak ke dalam sebuah perzinaan. Karena dengan berkhalwat, tanpa sadar mereka akan digiring oleh nafsu syahwat yang dipengaruhi setan untuk melakukan hal-hal yang dilarang dalam Islam, seperti menyentuh hingga berpelukkan sampai dengan melakukan hubungan tanpa ada ikatan pernikahan.

3. Ikhtilat

  • Keadaan dimana antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram bercampur baur menjadi satu tanpa ada penghalang dan terjadi interaksi di antara keduanya disebut dengan ikhtilat. Bercampur baurnya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram tanpa adanya penghalang di antara keduanya dapat menimbulkan fitnah. 
  • Berikhtilat ini diperbolehkan apabila dalam keadaan sedang melakukan kegiatan yang diperbolehkan dalam syariat agama Islam, seperti saat melaksanakan ibadah haji. Dari pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap muslim dan muslimah harus berusaha menghindarkan diri dari berikhtilat jika memang tidak dalam keadaan darurat.

4. Menutup Aurat

  • Menutup aurat harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, terus menerus dan harus dengan penuh tanggung jawab. Perempuan yang bernilai mahal atau terhormat merupakan perempuan yang menutup seluruh tubuhnya, untuk menjaga dirinya secara syar'iyyah. Begitu pula sebaliknya, perempuan yang sering memperlihatkan atau membuka auratnya bisa dianggap sebagai perempuan yang murah atau bernilai rendah dalam Islam.
  • Segala hal yang menjurus kepada perbuatan zina, benar-benar dilarang dalam Islam, salah satunya dengan tidak menutup aurat. Islam memberikan aturan mengenai batasan-batasan aurat yang perlu ditutupi oleh perempuan ini untuk kebaikkan mereka sendiri. Perempuan yang menutup auratnya akan lebih dihargai dan dihormati sehingga laki-laki tidak berani untuk menggodanya. Hal ini sesuai dengan perintah Allah SWT yaitu untuk memelihara dirinya.

Batasan aurat laki-laki dan perempuan baik di dalam maupun di luar shalat yaitu sebagai berikut:

  • Batasan aurat laki-laki di hadapan budak perempuan walaupun budak muba'adh dan perempuan merdeka di hadapan mahramnya adalah anggota tubuh antara pusar dan lutut.
  • Sedangkan aurat laki-laki di hadapan perempuan yang bukan mahramnya adalah seluruh anggota tubuh. Lalu aurat laki-laki ketika sendirian hanya kubul dan dubur.
  • Batasan aurat perempuan yang merdeka ketika shalat dan ketika di hadapan laki-laki yang bukan mahram walaupun di luar shalat adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Diharamkan melihat wajah dan telapak tangan apabila dapat menimbulkan fitnah. Diperbolehkan melihat aurat anak yang belum baligh dengan syarat tidak mengandung syahwat.

Batasan aurat laki-laki di hadapan laki-laki lain menurut empat imam mazhab, yaitu sebagai berikut:

  • Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa batasan aurat laki-laki antara pusar dan lutut. Anggota tubuh yang diperbolehkan untuk dilihat juga diperbolehkan untuk disentuh.
  • Mazhab Syafi'iyah dan Hambali berpendapat bahwa pusar dan lutut bukan merupakan aurat laki-laki. Adapun yang termasuk aurat bagi laki-laki hanya bagian tubuh di antara pusar dan lutut. Memandang bagian selain aurat bagi sesama laki-laki diperbolehkan apabila tidak mengandung syahwat. Apabila terdapat syahwat, maka memandang dihukumi haram.
  • Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa aurat sesama laki-laki adalah bagian tubuh antara pusar dan lutut. Maka dari itu paha termasuk aurat yang tidak boleh dilihat. Namun ada pendapat lain yaitu hukum melihat paha itu makruh bukan haram. Pendapat lainnya lagi menyatakan makruh bagi orang yang pemalu.

Batasan aurat perempuan di hadapan mahramnya menurut empat imam mazhab, yaitu sebagai berikut:

  • Mazhab Malikiyah dan Hambali berpendapat bahwa batasan aurat perempuan di hadapan laki-laki mahramnya adalah seluruh tubuh kecuali wajah, kepala, kedua tangan dan kedua kaki. Dengan demikian, perempuan tersebut haram membuka bagian dada dan payudara di hadapan mahramnya. 
  • Diharamkan pula bagi para mahramnya untuk melihat bagian tersebut walaupun tanpa syahwat. Menurut al-Qadhi Abu Ya'la (Mazhab Hambali) menyatakan bahwa hukum seorang laki-laki terhadap mahramnya seperti hukum laki[1]laki di hadapan laki-laki lain dan juga seperti perempuan di hadapan perempuan yang lainnya.
  • Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa aurat seorang perempuan di hadapan mahramnya merupakan anggota tubuh antara pusar dan lutut. Diperbolehkan bagi mahramnya untuk melihat bagian tubuh selain anggota tubuh tersebut, apabila dapat dipastikan aman dari fitnah dan tidak mengandung syahwat
  • Mazhab Syafi'iyah berpendapat bahwa diperbolehkan melihat bagian tubuh selain pusar dan lutut perempuan mahramnya. Hal ini berlaku baik karena hubungan nasab, persusuan atau karena hubungan mertua menantu yang sah. Pendapat lain menyatakan diperbolehkan melihat bagian anggota tubuh yang terlihat di dalam rumah menurut kebiasaan, yaitu kepala, leher, tangan hingga siku dan kaki hingga lutut.

Batasan aurat laki-laki di hadapan perempuan yang bukan mahramnya, yaitu sebagai berikut:

  • Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa perempuan yang bukan mahramnya boleh melihat seluruh anggota tubuh laki-laki kecuali bagian tubuh antara pusar dan lutut apabila bisa menjaga dirinya dari fitnah.
  • Mazhab Malikiyah berpendapat bahwa perempuan yang bukan mahram hanya boleh melihat laki-laki pada bagian wajah dan telapak tangan saja.
  • Mazhab Syafi'iyah berpendapat bahwa perempuan yang bukan mahram tidak diperbolehkan melihat aurat laki-laki jika tanpa sebab.

Kebolehan membuka aurat dan melihat aurat ini dikarenakan adanya beberapa alasan seperti:

  • Karena keperluan khitbah nikah, maka diperbolehkan melihat wajah dan kedua telapak tangan.
  • Karena keperluan persaksian atau jual beli, maka hanya diperbolehkan melihat wajah saja.
  • Karena keperluan berobat, maka diperbolehkan melihat pada bagian anggota tubuh yang perlu diperiksa. Dengan syarat ditemani oleh mahramnya atau suami. Hal ini berlaku apabila tidak ditemukan dokter yang sejenis dan mendahulukan yang muslim.

Dari penelitian yang penulis lakukan terhadap empat informan yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam khitbah, penulis tidak mencantumkan hasil foto prewedding yang pernah mereka lakukan. Hal ini dikarenakan setiap pasangan memiliki kewenangan untuk menolak memberikan hasil foto prewedding yang pernah mereka lakukan. 

Penulis menyadari bahwa foto prewedding ini merupakan suatu hal yang berharga bagi setiap pasangan yang pernah melakukannya dan merupakan privasi bagi setiap pasangan. Oleh karena itu, penulis tidak mencantukan hasil foto prewedding dari keempat informan yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam khitbah ini.

Beberapa alasan pasangan suami istri yang pernah menggunakan jasa pemotretan foto prewedding di dalam khitbah yaitu sebagai berikut:

a. Untuk mengabadikan peristiwa berharga di dalam masa khitbah

  • Foto prewedding yang dilakukan oleh beberapa pasangan suami istri ini digunakan untuk mengabadikan peristiwa berharga yang tidak akan terulang kembali. Selain itu, foto prewedding ini juga dapat digunakan untuk mengabadikan tempat-tempat yang disukai oleh beberapa pasangan, seperti pantai, gunung dan yang lainnya.20 Walaupun saat menikah ada foto dokumentasi pernikahan, akan tetapi tetap terasa berbeda dengan pemotretan yang dilakukan sebelum diselenggarakannya pesta pernikahan.

b. Untuk mengisi waktu luang di dalam masa khitbah

  • Foto prewedding biasanya dilakukan jauh sebelum acara pernikahan itu dilangsungkan, bisa dua bulan sampai satu tahun sebelum akad pernikahan. Berdasarkan pengakuan dari saudari Dwi, foto prewedding yang dilakukan selain untuk mengabadikan peristiwa berharga, juga dapat digunakan untuk mengisi waktu luang di dalam masa meminang. Saudari Dwi menyatakan bahwa foto prewedding ini juga bisa digunakan untuk menghilangkan keteganggan sebelum proses pernikahan dilangsungkan.

c. Untuk keperluan seputar acara pernikahan

  • Pesta penikahan atau acara pernikahan biasanya diadakan setelah melangsungkan akad pernikahan. Sebelum pesta pernikahan itu dilangsungkan, biasanya calon pengantin memberitahu kabar bahagia itu kepada sanak saudara, teman dan juga orang-orang yang dianggap perlu untuk diberitahu. Berdasarkan pengakuan dari saudara Agus, foto prewedding ini digunakan untuk memudahkan seseorang yang diundang dengan cara melihat foto calon pengantin yang ada di surat undangan yang diedarkan oleh calon pengantin.

D. Rencana skripsi yang akan ditulis beserta argumennya

  •                  Rencana Skripsi yang akan saya tulis nanti mengenai pergaulan bebas yang dapat memicu adanya pernikahan dini. Pergaulan bebas dapat mempengaruhi Keputusan pernikahan yaitu kurangnya pemahaman mengenai komitmen yang baik dapat mendorong individu untuk memutuskan menikah lebih cepat. Tekanan sosial dari lingkungan yang mendorong pergaulan bebas.
  •                  Pergaulan bebas adalah perbuatan yang mengarah pada perzinaan itu dilarang oleh islam. Perbuatan yang buruk akan mengakibatkan hancurnya kehidupan pribadi dan merusak tatanan kehidupan masyarakat. Bahaya terjadinya pernikahan dini baik itu dari segi kesehatan yaitu terjadinya bayi stunting.
  •                  Dari adanya pernikahan dini tersebut adanya pengalaman dalam hubungan yang tidak stabil atau kurangnya pemahaman tentan komitmen yang sehat juga dapat mendorong seseorang untuk mencari kestabilan melalui pernikahan, bahkan pada usia yang relatif muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun