Mohon tunggu...
Ula Hana Alya
Ula Hana Alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Praktik Foto Prewedding dalam Perspektif Hukum Islam

3 Juni 2024   09:20 Diperbarui: 3 Juni 2024   09:28 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Review Skripsi

"PRAKTIK FOTO PREWEDDING DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM"

Reviewer : Ula Hana Alya (222121169)

A. Pendahuluan

  • Dalam perspektif hukum islam, praktik foto prewedding dapat menjadi kontroversial tergantung pada konteksnya. Beberapa ulama menganggapnya tidak sesuai karena melibatkan pria dan wanita yang belum muhrim berinteraksi secara intim dalam suasana yang terkadang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam. Namun, ada juga pandangan yang memperbolehkannya dengan syarat-syarat tertentu, seperti menjaga batasan aurat dan menjaga adab dalam interaksi antara pria dan wanita. Hal ini menjadi subjek diskusi di antara cendekiawan Islam, dan keputsan akhir tergantung pada interpretasi masing-masing individu atau otoritas agama.
  • Trend foto prewedding ini menjadi perbincangan yang serius di kalangan remaja saat ini. Di era modern seperti saat ini, kemajuan teknologi membawa dampak terhadap perkembangan informasi, hal tersebut juga menyebabkan perubahan perilaku Masyarakat dan mempengaruhi gaya hidup mereka. Banyaknya penawaran terhadap jasa pemotretan foto prewedding dengan konsep yang menarik menjadi salah satu alasan beberapa pasangan calon pengantin tertarik untuk mencobanya.
  • Terdapat beberapa konsep gaya dan busana dalam pemotretan foto prewedding, seperti konsep pemotretan dengan gaya busana tertutup dan gaya yang sopan dengan tidak menyentuh satu sama lain. Ada pula beberapa konsep pemotretan dengan busana terbuka dan gaya saling bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Konsep pemotretan foto prewedding ini disesuaikan dengan pilihan dari pasangan calon pengantin yang akan melakukan pemotretan foto preweding.
  • Jika dilihat dari tujuan foto prewedding itu sendiri, sebenarnya tidak ada yang salah. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah ketika unsur-unsur yang menjadi larangan di dalam masa meminang antara calon suami dan calon istri malah menjadi unsur-unsur yang sering dilakukan pada beberapa konsep pemotretan foto prewedding, seperti bersentuhan antara calon suami dengan calon istri. Batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam Islam juga jadi terabaikan, karena saat melakukan pemotretan foto prewedding sering kali ditemukan penggunaan konsep yang terdapat unsur bersentuhan dan tidak menutup aurat.
  • Walaupun di dalam Islam tidak ada aturan mengenai pemotretan sebelum terjadinya akad penikahan. Akan tetapi beberapa Masyarakat tetap melakukan pemotretan foto prewedding di dalam masa meminang. Kesan bahwa foto prewedding merupakan trend yang harus diikuti perlu diluruskan, karena terdapat beberapa konsep pemotretan foto prewedding yang tidak sesuai dengan syariat agama Islam.
  • Setiap tokoh agama memiliki sudut pandang yang berbeda-beda dalam menghadapi suatu masalah atau pertanyaan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan setiap tokoh agama memiliki karakter yang berbeda-beda dan memiliki latar belakang pondok yang berbeda pula. Jadi tidak heran jika dalam memutuskan beberapa hal dalam urusan tertentu terdapat perbedaan sudut pandang. Hal ini juga berlaku dalam praktik foto prewedding yang dilakukan di dalam masa meminang.

B.  Alasan Mengapa Memilih

Untuk mengetahui penjelasan yang lebih aktual mengenai praktik foto prewedding yang ada di kalangan Masyarakat juga menurut pandangan tokoh agama setempat serta bagaimana pandangan dalam hukum islam. Tetapi, di Indonesia prewedding menjadi kebiasaan yang selalu ada dalam rangkaian pernikahan yang dilakukan sebelum ijab. Ditinjau dari perspektif hukum islam, pelaksanaan prewedding hukumnya adalah haram karena mendekati pada zina.

C.  Pembahasan Review

1. Pengertian dan Hukum Khitbah

  • Dalam Islam, pernikahan bukan hanya urusan keluarga dan budaya saja, akan tetapi merupakan urusan dan kejadian yang berkaitan dengan agama. Oleh karena itu, dalam Islam dianjurkan untuk memilih pasangan yang tepat untuk dinikahi. Jika sudah menemukan pasangan yang dianggap tepat, maka selanjutnya melakukan peminangan atau khitbah sebagai langkah awal sebelum terjadinya akad pernikahan.
  • Menurut Dahlan, khitbah merupakan ungkapan permintaan dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan istrinya yang akan menemani kehidupannya, dengan menggunakan cara yang telah berlaku di dalam kehidupan masyarakat secara umum dan dengan cara yang dibenarkan oleh agama Islam.
  • Sedangkan Rahmat Hakim berpendapat bahwa khitbah memiliki arti meminta, yang berdasarkan adat merupakan bentuk pernyataan dari pihak satu kepada pihak yang lainnya dengan tujuan untuk mengadakan ikatan pernikahan. Secara umum khitbah ini dilakukan dari pihak lakilaki kepada pihak perempuan, namun ada pula yang sebaliknya.
  • Walaupun demikian, khitbah bukanlah syarat sah pernikahan. Dengan atau tanpa khitbah, suatu pernikahan tetaplah sah. Hukum dari khitbah pada dasarnya sama seperti hukum menikah bagi seseorang. Apabila menikah bagi seseorang hukumnya sunah maka khitbah pun juga menjadi sunah. Apabila menikah bagi seseorang itu hukumnya makruh maka khitbah juga menjadi makruh, dan begitu seterusnya. Keadaan ini dikarenakan khitbah merupakan perantara atau jalan menuju pada sebuah pernikahan. Akan tetapi secara khusus, prosedur dari khitbah ini tetap sunah. Hal ini berarti prosesi khitbah tidak terikat kepada hukum menikah yang wajib, sunah, makruh dan yang lainnya.

2. Macam-macam dan Syarat Khitbah

a. Khitbah Tashrih

Khitbah ini merupakan khitbah yang ungkapannya diucapkan secara jelas dan penuh kesungguhan untuk menikahi seseorang yang dipinang, seperti ungkapan aku ingin menikahimu, aku ingin kamu menjadi istriku dan yang sejenisnya.

  • Perempuan yang bisa dipinang dengan tashrih ini adalah perempuan yang tidak sedang terikat dalam suatu pernikahan dan tidak sedang dalam masa iddah, yaitu perempuan yang masih perawan atau janda yang telah selesai masa iddahnya. Sedangkan perempuan yang tidak bisa dipinang dengan tashrih ini adalah perempuan yang sedang terikat pada suatu pernikahan dan perempuan yang masih dalam masa iddah talak raj'i.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun