Mohon tunggu...
Ula Hana Alya
Ula Hana Alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Legislasi Hukum Perdata Islam di Indonesia

18 Maret 2024   23:32 Diperbarui: 18 Maret 2024   23:32 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hukum Islam, secara materi harus dipahami sebagai nilai-nilai ajaran universal, dinamis dan dapat diterapkan ke dalam situasi apa pun dan dalam keadaan apa pun. Hukum Islam hendaknya tidak dipahami sebagai ajaran yang tidak tertutup, dan dapat menyesuaikan untuk perubahan. Umat Islam diakui secara kuantitas, merupakan masyarakat yang mendominasi dalam kelembagaan kepemerintahan. Umat Islam harus mempunyai kesepakatan untuk melakukan dan mengendalikan political act dan mengarah ke political will, sehingga hukum nasional bisa terbentuk didasarkan kepada hukum agama

Pembentukan hukum Islam menjadi hukum nasional pada suatu negara, merupakan langkah untuk menemukan kesesuaian antara hukum Islam dengan hukum nasional. Kesesuaian ditujukan agar terhindar dari konflik, yaitu sebagai orang yang mempunyai tanah air dan cinta dengan tanah airnya, sekaligus orang tersebut adalah orang yang beragama Islam, yang mempunyai keyakinan harus taat terhadap ketentuan agamanya. Hukum yang dilandaskan kepada ajaran Islam di Indonesia, menjadi keharusan, mengingat penduduk Indonesia merupakan kelompok mayoritas. Pembentukan hukum nasional, meskipun dilandaskan kepada ajaran Islam, harus meperhatikan aspek heteroginitas bangsa yang terdiri dari berbagai macam agama. Pembentukan hukum nasional yang dilandaskan kepada ajaran Islam, tidak dapat dilaksankan secara keseluruhan. Ketentuan hukum Islam yang perlu dijadikan hukum nasional adalah hukum pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan negara dan berkorelasi dengan ketertiban umum.

Islam sendiri menjadi agama mayoritas masyarakat Indonesia. Posisi tersebut justru menjadikan Islam sebagai salah satu agama yang paling berpengaruh dalam kehidupan sosial masyarakat. Norma-norma hukum yang telah dituangkan dalam aturan-aturan hukum, dan menjadi bagian dari tata hukum suatu negara menuntut agar masyarakat menyesuaikan tindak laku mereka dalam masyarakat dengan norma-norma hukum yang telah menjadi aturan tersebut.

Posisi hukum Islam dalam hukum nasional adalah sebagai sumber materi pokok dan sekaligus sebagai penyaring bahan-bahan dalam pembangunan hukum nasional. Cara memposisikan hukum Islam dalam hukum nasional adalah melalui dua cara yang saling berkaitan. Pertama, secara materiil, yaitu bahwa hukum Islam harus dipahami sebagai nilai-nilai ajaran universal, dinamis dan dapat diterapkan di dalam segala jaman dan keadaan, serta tidak dipahami sebagai ajaran yang kolot, statis, dan tertutup. Kedua, secara formal, yaitu bahwa umat Islam yang secara kuantitas telah dapat mendominasi dalam kelembagaan dan kepemerintahan harus dapat bersepakat dalam mengendalikan political act dan mengarah ke political will.

Adapun tujuan dari pembentukan hukum Islam menjadi hukum nasional adalah salah satu langkah untuk menemukan kesesuaian antara hukum Islam dengan hukum nasional. Kesesuaian akan menghindari konflik dalam diri segenap muslim yang ingin taat dengan agamanya dan cinta terhadap tanah airnya. Selain itu, perbedaan dalam fikih akan dapat dihindari dengan pembentukan hukum Islam menjadi hukum nasional. Pembentukan hukum Islam di Indonesia mutlak diperlukan mengingat penduduk Indonesia dalam catatan statistik merupakan kelompok mayoritas. Meskipun demikian, pembentukan hukum Islam ke dalam hukum nasional mesti memerhatikan aspek heteroginitas bangsa yang terdiri dari berbagai macam agama.Pembentukan hukum Islam ke dalam hukum nasional tidak seluruhnya perlu dilakukan.Ketentuan hukum Islam yang perlu dijadikan hukum nasional adalah hukum pelaksanaannya memerlukan bantuan kekuasaan negara dan berkorelasi dengan ketertiban umum.

BAB VI

Hukum Perdata Islam dalam Realitas Hukum Perdata Nasional

Eksistensi hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan hukum nasional. Hal itu dikarenakan munculnya berbagai problem dan masalah-masalah aktual di masyarakat. Beberapa pertimbangan yang menjadikan hukum Islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasional yaitu: pertama, Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas keagamaan masyarakat merupakan cerminan kesadaran mereka menjalankan Syari’ah atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris; kedua, Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia; ketiga, jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam akan memberikan pertimbangan yang signifikan dan cukup berpengaruh untuk mengakomodasi kepentingannya.

Ketegangan antara kaum tradisional dan modernis sebagai dua kutub ektrem ini hampir terjadi disemua negara Islam dalam merespon adanya kontak dengan barat modern.maka dalam sistem hukum golongan trdisional tetap ingn mempertahankan hukum Islam yang biasanya berasal fiqih sebagai produk pemikiran ahli hukum awal, sedangkan kaum modernis terutama yang mengarah pada sekuleris menghadapi sistem hukum barat, maka beberapa negara terdapat ambivalensi terhadap penggunaan hukum barat dan Islam.sehingga terdapat negara yang menganut code penal (hukum pidana barat) dan menetapkan hukum perdata Islam yang hanya terbatas juridiksi hukum keluarga, kewarisan, dan perwakilan seperti di Mesir dan Indonesia

Eksistensi Peradilan Agama sangat berarti bagi umat Islam Indonesia, terutama dalam menegakkan pelaksanaan hukum Islam yang bersifat formal yuridis. Namun, keberadaan Peradilan Agama ini belum bisa menjamin berlakunya hukum Islam tersebut dengan baik jika tidak ditunjang oleh kesadaran yang tinggi dari umat Islam sendiri. Perkara-perkara yang menjadi kewenangan Peradilan Agama, harus diakui sangat terbatas, yakni hanyalah masalah-masalah keperdataan. Hingga sekarang ini belum ada upaya yang jelas yang mengarah kepada perluasan kewenangan Peradilan Agama. Bidang kewenangan yang sebenarnya sangat pokok dan segera untuk ditangani sampai sekarang belum pernah disinggung-singgung dalam wacana perdebatan nasional, yakni masalah pidana (hukum pidana). Semakin banyaknya tindak kriminalitas di negara kita saat ini barangkali juga akibat tidak adanya penanganan yang jelas dalam masalah ini, terutama dalam menerapkan sanksi terhadap tindakan kriminalitas tersebut

Hukum dapat dilihat dari sisi keberlakuannya secara sosiologis. Keberlakuan hukum dapat berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan atas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau dibentuk dengan cara yang telah ditetapkan sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Hukum berlaku secara sosiologis apabila kaidah hukum efektif, yaitu diterima dan diakui oleh masyarakat, serta hukum berlaku secara filosofis jika sesuai dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Secara sosiologis KHI merupakan penyerapan dari nilai-nilai yang berada dalam masyarakat Indonesia, yang mayoritas adalah umat Islam. Nilai-nilai yang ada dalam KHI secara otomatis dapat diterima oleh masyarakat. Disisi lain hegemonis negara yang sangat kuat di Indonesia dapat memberlakukan secara paksa adanya KHI sebagai rujukan penyelesaian masalah hukum bagi Peradilan Agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun