Mohon tunggu...
Ula Hana Alya
Ula Hana Alya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Legislasi Hukum Perdata Islam di Indonesia

18 Maret 2024   23:32 Diperbarui: 18 Maret 2024   23:32 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Busthanul pernah menyampaikan kecamannya terhadap seorang ulama terkenal yang melakukan pernikahan di luar yang diatur oleh Negara. Menurut ulama tersebut, ia menikah berdasarkan pendapat ulama yang ia pahami dan ikuti. Jadi, pernikahannya sah menurut ulama tersebut. Pemikiran ini menurut Busthanul menyesatkan karena bangsa Indonesia telah memiliki kodifikasi hukum perkawinan. Kalau pemikiran ulama tersebut diikuti, maka tidak ada kepastian hukum, dan semua orang bisa mengaku mengikuti pendapat mazhab atau ulama tertentu, sesuai dengan seleranya. Ini tentu pandangan yang berbahaya dan merugikan bagi perempuan Indonesia.

Melihat pemikiran dan karier Busthanul, ada beberapa hal yang layak dicatat: Pertama, Busthanul merupakan sosok yang unik. Ia sama sekali secara formal tidak dididik dalam ilmu-ilmu keagamaan. Barangkali ilmu agama yang menjadi bekal baginya adalah ketika ia belajar di surau di kampungnya Minangkabau. Di sinilah intensitas internalisasi nilai-nilai agama begitu dalam pada diri Busthanul muda. Dalam pendidikan di surau ini Busthanul memperoleh pendidikan keberanian, kejujuran, sikap pantang menyerah dan dasar-dasar agama. Hal ini kelak menjadi bekal baginya ketika menghadapi realitas sesungguhnya dalam masyarakat. Meskipun dididik sebagai sarjana hukum umum, ia memiliki komitmen keIslaman yang kukuh dan konsisten. Kedua, untuk mengasah wawasan keIslamannya, Busthanul tidak segan-segan belajar kepada ulama. Karena itu, di mana pun ia ditugaskan, ia senantiasa menjalin silaturrahim dengan para ulama. Ia memandang ulama sebagai sosok yang tawadhu’ memiliki keluasan dan kedalaman ilmu, namun tidak memiliki power untuk membawa masuk tuntunan-tuntunan ajaran agama ke dalam sistem hukum nasional. Karena itu, dengan melakukan silaturrahim dan dialog dengan ulama, ia dapat menyerap aspirasi-aspirasi dari mereka dan mencoba merealisasikannya ke dalam legislasi. Ketiga, ia juga memiliki kelebihan lain dari para tokoh Islam sebelumnya, baik kalangan akademisi maupun politisi.

Busthanul adalah seorang hakim karir yang mengetahui seluk-beluk hukum dengan baik. Ia tidak hanya bicara wacana, tetapi juga tidak terjebak pada simbolisasi Islam ke dalam politik kekuasaan. Ia merasakan sendiri benturan-benturan yang dilakukan Belanda terhadap sistem hukum Indonesia. Karena itu, dengan kepakarannya, Busthanul berusaha menghilangkan benturan-benturan tersebut, meskipun ketika ia berkiprah Orde Baru masih belum sepenuhnya bersahabat dengan umat Islam.

BAB IV

Hukum Islam Mazhab Indonesia

Ketika berbicara tentang hukum Islam, maka yang dimaksud adalah fikih yang bersifat relatif tersebut. Namun demikian, Busthanul menyatakan bahwa hukum Islam yang diwarisi sekarang ini terlalu panjang sejarahnya, bahkan telah melalui‚ Siffin dan Padang Karbala, telah melalui Dinasti Bani Umaiyah, Bani Abbasiyah, Turki Usmani dan lain-lain. Lagi pula, pewarisan hukum Islam adalah berupa paket-paket kental yang dikenal dengan mazhab-mazhab dan aliran-aliran.

Kemudian perkembangan dan penyampaian hukum Islam itu berjalan melalui kitab-kitab hukum yang ditulis imam-imam mazhab dan ulama-ulama mujtahid, dan seterusnya dilanjutkan ulama-ulama angkatan sesudahnya. Hukum Islam yang kita warisi di Indonesia adalah hukum Islam dari periode taklid yang berlangsung lebih dari delapan abad-114 Sampai sekarang umat Islam di Indonesia, bahkanseluruh dunia Islam, belum sepenuhnya keluar dari warisan periode ini dan masuk ke periode taknin.

Adapun hukum nasional yaitu hukum atau peraturan perancangan Undang-Undangan yang didasarkan kepada landasan ideologi dan konstitusional Negara, yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 atau hukum yang dibangun di atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri, yang bersumber dari nilai budaya bangsa yang sudah lama ada dan berkembang sekarang. Menurut Busthanul, setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, kita belum berhasil memiliki sistem hukum nasional sendiri.Dalam rangka inilah, Busthanul tampil dengan gagasan perlunya membuat Kompilasi Hukum Islam. Di samping itu, ia selalu berada di garda depan, penarik gerbong aspirasi umat Islam dalam sistem hukum nasional di Indonesia, sehingga salah satu perjuangannya dengan di dukung oleh semua pihak, Rancangan Undang-Undang-PA disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Kenyataan hukum yang hidup di dalam masyarakat Indonesia ini menggambarkan bahwa setelah Indonesia merdeka, kemudian didorong oleh kesadaran hukum akibat ketertindasan selama masa penjajahan dan selama masa revolusi, maka diperjuangkan perwujudan hukum Islam itu agar eksis dalam tata hukum nasional. Eksistensi hukum Islam dalam tata hukum nasional ini nampak melalui berbagai peraturan dan peRancangan Undang-Undangan yang berlaku saat ini

BAB V

Keberlakuan Hukum Perdata Islam di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun