Pertanyaannya ; Apakah hakikatnya memang demikian ? Apakah partikel elementer memiliki dunia dan hukum tersendiri yang berbeda dan terpisah dengan dunia kasat mata nya ?
Itu mustahil,Karena dunia kuantum dan dunia nampak adalah suatu kesatuan dalam keseluruhan dan mustahil dua bagan itu di konstruks oleh hukum yang misal berlawanan atau berjalan ke arah yang berlawanan.Mekanisme yang ada di alam semesta mustahil kalau dikendali oleh dua daya-kekuatan yang berlawanan
Lalu mengapa ada prinsip ketakpastian, ambigu,probabilitas,dunia ilusi dlsb seperti narasi narasi yang dibuat orang ketika bicara teori kuantum ?
Kalau pake logika dasar bahwa "(untuk memahami) dasar cerminnya adalah permukaan dan permukaan adalah cermin dari dasar" tentu mustahil dunia nampak dan dunia kuantum ada pada dua kutub yang substansinya terpisah termasuk secara hukum alam universal.Atau dengan kata lain,dua dimensi itu secara logika mesti ada dalam satu ikatan hukum alam universal.
Masalahnya adalah ; Apakah manusia bisa membaca secara utuh bentangan hukum alam universal termasuk yang kaki kaki nya sudah ada di ranah non fisik ?
Apa yang manusia amati di ranah kuantum dan tampak sebagai fenomena ketakpastian, probabilitas,ambigu,seperti dunia ilusi,itu sebenarnya bukan hakekat realitas tapi cuma penampakan kepada manusia yang batas kemampuannya dalam membaca bentangan hukum sebab akibat universal memang terbatas
Karena itu prinsip ketakpastian lebih pada ketakmampuan manusia membaca hal hal yang pasti secara lebih jauh,Dan probabilitas lebih pada ketak mampuan manusia membaca secara utuh bentangan hukum sebab akibat yang menyeluruh
.............
Mana yang lebih "berkuasa" atau punya otoritas dalam menentukan realitas ; mekanisme deterministik atau probabilitas yg mengacu pada ketakpastian ? Jawabannya akan seperti bergantung kemana kita mau melihatnya dari sudut mana.Tapi agama jelas bukan melihat dari sudut sudut kuantum seperti yang dideskripsikan para saintis
Kalau memakai persfective logika-bukan kuantum maka unsur kepastian dan faktor determinan tentunya yang lebih dikedepankan walau itu bukan bersifat empiris tapi logic-difahami dalam pikiran.Ini tentu mendukung penjelasan agama dan bersesuaian dengan realitas yang ada dlm keseharian kita bahwa tak ada hal pasti-mekanistis yang bisa didesain oleh ketakpastian probabilistik (seperti logika teknologi)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI