Selain dukungan langsung kepada UMKM, pemerintah juga harus memfasilitasi kerja sama antara UMKM dan platform besar seperti Tokopedia, Shopee, atau Bukalapak. Kemitraan ini dapat memberikan akses UMKM ke ekosistem digital yang lebih luas. Namun, seperti yang ditegaskan Kellner, hubungan semacam ini harus diatur dengan regulasi yang melindungi pelaku usaha kecil dari eksploitasi atau ketergantungan berlebihan pada platform. Pemerintah perlu memastikan bahwa platform digital tidak hanya menjadi saluran penjualan, tetapi juga memberikan pelatihan dan dukungan teknis bagi UMKM untuk berkembang secara mandiri.
Transformasi digital juga harus menciptakan ruang bagi pekerja tradisional untuk beradaptasi. Program pelatihan ulang atau reskilling berbasis teknologi menjadi solusi utama untuk membantu pekerja menghadapi disrupsi akibat digitalisasi. Pelatihan ini dapat mencakup keterampilan seperti pengelolaan data, desain grafis, pengembangan aplikasi, atau analitik digital, yang relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja saat ini. Pemerintah dapat bermitra dengan perusahaan teknologi global seperti Google, Microsoft, atau Cisco untuk menyediakan pelatihan berbasis komunitas yang menjangkau pekerja di sektor tradisional yang berisiko tinggi kehilangan pekerjaan.
Selain pelatihan ulang, pemerintah juga dapat mendukung penciptaan lapangan kerja baru di sektor ekonomi digital yang sedang berkembang. Investasi dalam infrastruktur teknologi, insentif untuk perusahaan yang menciptakan pekerjaan berbasis teknologi, serta pengembangan program pendidikan berbasis digital di sekolah menengah dan universitas adalah langkah-langkah strategis yang dapat memperluas peluang kerja bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan Kellner bahwa teknologi harus digunakan untuk menciptakan peluang baru yang inklusif, bukan memperburuk ketimpangan yang ada.
Pada akhirnya, transformasi digital tidak hanya membawa peluang tetapi juga tanggung jawab besar untuk menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkeadilan. Memberdayakan UMKM dan pekerja tradisional adalah langkah penting untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari ekonomi digital. Dengan kebijakan yang tepat dan pendekatan yang terkoordinasi, Indonesia dapat membangun ekosistem digital yang kompetitif sekaligus inklusif, di mana teknologi menjadi alat pemberdayaan, bukan eksklusi. Sebagaimana ditegaskan oleh Douglass Kellner, teknologi harus dilihat sebagai medan perjuangan politik dan ekonomi, di mana tujuannya adalah menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Menuju Ekonomi Digital yang Inklusif
Era digital menawarkan peluang besar untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Teknologi memiliki potensi untuk menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi yang merata, menyediakan akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang usaha bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, tantangan mendasar seperti ketimpangan akses teknologi, rendahnya literasi digital, dan kesenjangan ekonomi harus segera diatasi. Transformasi digital hanya akan menjadi alat pemberdayaan masyarakat jika dilakukan dengan pendekatan yang inklusif dan strategis.
Pemerataan infrastruktur teknologi menjadi langkah awal yang esensial. Di Indonesia, wilayah-wilayah pedesaan dan terpencil seperti Papua, Nusa Tenggara, dan Maluku masih menghadapi kendala besar dalam akses internet dan teknologi dasar. Proyek seperti Palapa Ring adalah inisiatif penting untuk memperluas konektivitas digital. Namun, infrastruktur saja tidak cukup. Pemerintah perlu melengkapinya dengan kebijakan subsidi perangkat digital bagi masyarakat kurang mampu serta investasi dalam teknologi alternatif, seperti layanan internet berbasis satelit, untuk menjangkau wilayah-wilayah yang sulit diakses. Akses teknologi yang merata tidak hanya membuka pintu ke ekonomi digital tetapi juga menciptakan peluang baru dalam pendidikan dan layanan kesehatan, memperbaiki kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Namun, seperti yang ditegaskan oleh Douglass Kellner dalam Media Culture: Cultural Studies, Identity and Politics Between the Modern and the Postmodern (1995), infrastruktur teknologi harus dilihat sebagai bagian dari strategi yang lebih besar untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan. Kellner mengingatkan bahwa teknologi, jika tidak dikombinasikan dengan literasi dan akses yang inklusif, dapat menjadi alat dominasi yang memperkuat ketimpangan sosial. Oleh karena itu, literasi digital harus menjadi prioritas dalam transformasi digital Indonesia.
Pelatihan literasi digital yang kuat harus mencakup lebih dari sekadar penguasaan perangkat teknologi. Program literasi harus mengajarkan masyarakat bagaimana memanfaatkan teknologi untuk kegiatan produktif, seperti pemasaran digital, pembelajaran daring, dan pengelolaan bisnis online. Pemerintah, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah harus berkolaborasi untuk menyediakan pelatihan yang menyasar generasi muda, kelompok ekonomi lemah, dan bahkan generasi tua yang selama ini terpinggirkan dari revolusi digital. Sebagaimana ditegaskan Kellner (2000), literasi digital yang kritis adalah kunci untuk menciptakan individu yang mampu memahami, memanfaatkan, dan bahkan mengkritisi teknologi dalam konteks sosial dan ekonomi yang lebih luas.
UMKM, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia, juga harus menjadi fokus utama transformasi digital. Dukungan berupa kredit berbunga rendah, pelatihan pemasaran digital, dan kemitraan dengan platform e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee dapat memberdayakan UMKM untuk bersaing di pasar yang semakin terdigitalisasi. Namun, seperti yang ditegaskan Kellner, hubungan antara UMKM dan platform teknologi besar harus diatur dengan regulasi yang memastikan keadilan. Ketergantungan yang berlebihan pada platform tertentu dapat menciptakan dinamika eksploitasi, di mana keuntungan besar dinikmati oleh perusahaan teknologi, sementara UMKM hanya menjadi pengguna yang rentan.
Selain UMKM, perhatian juga harus diberikan kepada pekerja di sektor tradisional yang rentan terhadap disrupsi akibat otomatisasi dan digitalisasi. Program reskilling atau pelatihan ulang berbasis teknologi harus dirancang untuk membantu mereka mengembangkan keterampilan baru yang relevan dengan ekonomi digital. Pemerintah dapat bermitra dengan perusahaan teknologi seperti Google atau Microsoft untuk menyediakan pelatihan keterampilan seperti analitik data, pengembangan aplikasi, dan desain grafis. Dengan langkah ini, pekerja tradisional dapat beradaptasi dan tetap relevan di pasar tenaga kerja yang berubah dengan cepat.
Kerja sama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat adalah kunci untuk memastikan keberhasilan transformasi digital yang inklusif. Pemerintah bertanggung jawab menyediakan regulasi yang mendukung, sektor swasta dapat memainkan peran dalam menyediakan teknologi dan pelatihan, sementara masyarakat harus menjadi peserta aktif yang memanfaatkan peluang digital untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan ekosistem digital yang kompetitif tetapi juga menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.