Merujuk pada hasil penelitian di Amerika (ASA, 2014) bahwa keberhasilan murid lebih ditentukan oleh beberapa faktor internal muridnya seperti kondisi kesehatan, ekonomi, pola asuh orang tua, dan budaya di lingkungannya.
Data atau pendapat tersebut bukan tanpa alasan. Karena meski pun kerap dianggap penting, guru tentu memiliki keterbatasan atau kekurangan.
Logika tersebut memang harus kita pahami secara komprehensif terlebih dahulu. Siginifikansi guru akan sangat berpengaruh jika kita melihat konteks pendidikan secara menyeluruh.
Apa pasal? Jelas, tugas guru bukan sekadar mendongkrak kemampuan akademik muridnya, melainkan pula bertanggung jawab untuk mengarahkan muridnya agar memiliki akhlak atau adab yang baik, mengasah minat dan keterampilan murid serta memonitor perkembangan kepribadiannya.
Ketiga, ihwal profesi guru yang dianggap tidak memiliki kebebasan. Kebebasan yang dimaksud di sini lebih ditekankan pada suatu laku informal guru di luar jam kerja.Â
Artinya, bagi kaum milenial, menjadi guru dianggap masih belum merdeka karena selalu dituntut untuk formal pada setiap kesempatan, baik dalam bertutur (khususnya dalam menggunakan pilihan kata atau diksi) maupun dalam berperilaku seperti saat berpakaian, memilih peminatan, memilih teman dalam pergaulan, dan sebagainya.
Meminjam istilah anak muda kekinian, profesi guru itu cenderung kurang gaul dan terlalu banyak pantangan, sehingga dirasa tidak relevan dengan situasi dan kondisi yang berkembang di zaman mereka.
Poin ketiga ini adalah tantangan lain yang relatif unik atau khas, khususnya bagi guru yang masih terbiasa berpikir konservatif, karena guru dihadapkan dengan pola baru yang terjadi di era milenial.Â
Sebab itu, mau tidak mau, para guru dituntut untuk dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi zaman kiwari yang telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi.Â
Perlu disadari, pesatnya perkembangan teknologi tersebut tentu dapat mengubah cara pandang, perilaku atau budaya masyarakat.
Faktanya, gaya bahasa atau gaya bertutur generasi milenial telah jauh berubah dibanding lima belas atau dua puluh lima tahun silam. Istilah-istilah lama yang kerap diambil atau diadaptasi dari kearifan lokal masing-masing daerah dan budayanya kini cenderung lesap dan berganti dengan keseragaman kosa kata yang bernuansa modernis.Â