Bada Isya. Jalanan dibasahi rinai hujan. Di bawah jembatan layang malam itu, Tini memandangi Udo dengan pandangan merajam, dia menanti jawaban atas pertanyaan yang seringkali diajukannya.
"Gimana, Do? Aku nunggu jawaban kamu!"
Udo hanya bisa menunduk lesu. Masih begitu banyak tempat dan perjalanan yang ingin dia tempuh. Meski dia tidak ingin menolak keinginan Tini yang tulus, tapi dia juga belum siap untuk menjalani sepenuhnya. Duh, aspal Cileungsi, jawaban apa yang mesti diberikan?
Tini tahu sudah, dengan mata basah dia berlari mengejar angkot. Pulang. Dia meninggalkan Udo yang masih melongo sendirian. Selamat tinggal janur kuning!
Udo sadar bahwa ini adalah resiko dari pilihan yang diambilnya sebagai seorang pengembara. Namun tetap saja dia tersiksa oleh nyanyi sunyi yang pedih dalam hatinya. Gerimis sudah mereda. Udara dingin hadir menusuk sampai ke tulang.
*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H