Mohon tunggu...
UDINPETOT
UDINPETOT Mohon Tunggu... Lainnya - seorang mahasiswa yang sedang menjalankan studi s1

seorang manusia yang mecari diskon di steam setiap hari

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa

8 Mei 2023   15:04 Diperbarui: 8 Mei 2023   15:04 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

     Melihat tentang perpanjangan masa jabatan Kepala desa

  • PERPANJANGAN MASA JABATAN KEPALA DESA

Maulana Arlistyo hariyono, maulana farid Ilahi

Fakultas Teknilogi Industri, Universitas Islam Sultan Agung, Indonesia

Abstrak

Banyak tetua desa (kadesh) mengadakan demonstrasi menuntut revisi undang-undang n. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya tentang masa jabatan kepala desa, awalnya 6 sampai 9 tahun. Demonstrasi ini didukung oleh Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), yang bahkan mengancam akan mengadakan demonstrasi lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.

Kepala desa dipilih langsung oleh warga desa.Warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan. selama 6 tahun sejak tanggal tersebut. Upacara peresmian. 

Seorang kepala desa bisa menjabat hingga 3 kali istilah berurutan atau tidak berurutan. Berdasarkan pemberitaan di berbagai media, diberitakan bahwa Presiden dan fraksi DPR telah memberikan isyarat persetujuannya atas permintaan perpanjangan masa jabatan kepala desa. Sikap ini patut dipertanyakan, karena permintaan perpanjangan mandat kepala desa tidak berdasar, sangat dipaksakan bahkan transaksional.

Presiden Joko Widodo telah menanggapi isu tersebut dengan memberikan tanggapan positif atas permintaan protes tersebut. Hal itu menyusul sikap para pembantu presiden yang mendukung usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa, seperti Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional di bawah Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana dan Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal dan migrasi Abdul Halim Iskandar. 

Bahkan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Migrasi telah mengumumkan telah menyiapkan kajian akademik terkait perpanjangan tugas kepala desa. Perdebatan perubahan UU Desa sebenarnya bukan isu baru karena pada tahun 2021 ini sudah dilakukan pengujian UU Desa ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), khususnya terkait tugas kepala desa.

Setelah itu, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan Nomor 42/PUU-XIX/2021 yang menyatakan konstitusi membatasi masa jabatan kepala desa menjadi enam tahun, dengan maksimal tiga masa jabatan. 

Menteri Pembangunan Desa Daerah Miskin Abdul Halim Iskandar (Gus Halim) mengatakan usulan masa jabatan kepala desa (Kades) hingga sembilan tahun sebagai perantara. Usulan ini mempertimbangkan pendapat kepala desa, dan tidak mengubah batas maksimal jabatan kepala desa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Achmad Hariri, pakar hukum tata negara dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), juga mengomentari pidato kepala desa dari 6 tahun menjadi 3 periode menjadi 9 tahun menjadi 2 periode. "Yang kita bicarakan sebenarnya bertentangan dengan konstitusi, yang harus kita pahami konstitusi adalah aturan dasar, sumber hukum," kata Hariri, Senin (23/1/2020).

 

Pendahuluan

 “Jangka waktu ini relatif lebih lama delapan tahun dibandingkan dengan masa jabatan presiden, gubernur, bupati, dan walikota, sehingga ada kemungkinan kepala desa menyalahgunakan kekuasaan dan masa jabatan ini inkonstitusional,” ujarnya. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), pada Rabu (15/2/2023). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 15/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Eliadi Hulu, warga Desa Ononamolo Tumula, Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara. Pasal 39 ayat (1) UU Desa menyatakan, “Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.” Pasal 39 ayat (2) UU Desa menyatakan, “Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.”

Sidang Panel dipimpin Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Eliadi Hulu (Pemohon) dalam persidangan yang digelar secara luring mengatakan dengan berlakunya Pasal 39 ayat (1) UU Desa yang memberikan hak kepada kepala desa menjabat selama 6 tahun dalam satu periode telah menyebabkan kerugian konstitusional bagi pemohon.

 “Kekuasaan yang tidak terbatas menciptakan kekuasaan yang rawan korupsi. Masa jabatan kepala desa inkonstitusional karena tidak sesuai dengan konstitusionalisme yang dianut oleh konstitusi negara,” ujarnya. Saat ini, desa-desa masih dilanda sejumlah masalah, mulai dari monopoli keuangan hingga partisipasi masyarakat yang berarti hingga korupsi. 

Akibatnya, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa tidak optimal. Oleh karena itu, para pembuat kebijakan, baik eksekutif maupun legislatif, harus fokus pada musyawarah untuk memperbaiki peraturan dan sistem yang efektif dalam percepatan pembangunan desa, termasuk mengurangi kemungkinan terjadinya korupsi. Tidak menerima usulan hanya akan memperparah masalah di desa.

Dana Desa dari APBN Sesuai UU Desa No. 6 Tahun 2014, sumber keuangan Pemerintah Desa berasal dari Alokasi Dana Desa, Dana Bagi Hasil dan Remunerasi. Dana desa ditambahkan pada anggaran yang dikelola oleh pemerintah desa. Semula kurang dari Rp 200 juta, sekarang Rp 800 juta. 1 miliar. Di bawah UU Desa, dana desa digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur fisik (seperti jalan), fasilitas ekonomi (seperti pasar), fasilitas sosial (seperti klinik), serta hanya untuk meningkatkan kapasitas komersial desa. desa. komunitas. . Tujuan akhirnya adalah untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, mengurangi kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.

Menggunakan dana desa. Dalam dua tahun pertama, dana desa dapat digunakan untuk berbagai keperluan, namun utamanya untuk pembangunan infrastruktur desa. Namun pada tahun 2017, penggunaan dana desa terutama untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan lintas disiplin, usaha bersama, tambak, produk unggulan desa dan sarana olah raga desa (Perkades No. 4 Tahun 2017). Perubahan ini penting agar dana desa tidak digunakan untuk kegiatan yang tidak berdampak signifikan terhadap pembangunan desa. 

Hal ini dimungkinkan karena penggunaan dana desa berorientasi pada proses dari bawah ke atas, terutama seperti yang disarankan oleh masyarakat pada pertemuan desa yang diselenggarakan oleh Badan Pertimbangan Desa (BPD), pemerintah desa dan komponen masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa. Rekomendasi musyawarah desa menjadi pertimbangan pemerintah desa dalam peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APB desa). Pemerintah memiliki dua alat untuk menyelaraskan rencana bisnis dengan tujuan program dana desa, terutama melalui peninjauan oleh bupati. 

Bupati memastikan bahwa kegiatan yang dibiayai dari dana desa sesuai dengan peraturan, antara lain tidak tumpang tindih dengan program/kegiatan pemerintah pusat/provinsi/kabupaten dan sesuai dengan peraturan kepala desa tentang penggunaan dana desa yang diatur. Alat kedua adalah asisten lokal, yang memberikan pertimbangan ahli terhadap kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat desa. Kelemahan dari mekanisme kontrol ini adalah bahwa pengelola kabupaten harus meninjau ribuan kegiatan yang ditawarkan oleh ratusan desa di wilayahnya dan membandingkannya dengan banyak kegiatan serupa yang sedang dan akan dilakukan oleh dinas kabupaten atau instansi pemerintah provinsi, atau bahkan pemerintah daerah. pemerintah pusat. pemerintah agar tidak terjadi duplikasi.

Kesalahan pengguna Dalam pemberitaannya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memantau 87 dari 362 laporan penggunaan dana desa yang dinilai bermasalah. Misalnya, aparat desa berencana membangun jalan sepanjang 1.400 meter, namun akhir tahun baru selesai 112,8 meter. Sebagai contoh lain, gedung PAUD yang dibangun ternyata skala dan kualitas bangunannya di luar spesifikasi. Penggunaan dana desa yang tidak tepat tidak selalu berarti aparat pemerintah desa berniat menyalahgunakan kesempatan tersebut. Kesalahan dapat terjadi karena manajemen keuangan yang buruk, perjanjian atau kontrak dengan pelaksana proyek, penyusunan standar pekerjaan atau perkiraan biaya. Kebijakan yang tepat bagi Presiden Jokowi adalah mengarahkan pembangunan waduk dengan dana desa karena banyak desa yang khawatir akan kekurangan air di musim kemarau, yang dapat menghambat kebutuhan pangan lokal. .

Dalam Permendes, kebijakan memihak pembangunan tambak ini dengan kegiatan Usaha Desa (BUM), produk bermutu, dan sarana olah raga. Namun masalahnya, masyarakat desa masih diperbolehkan menggunakan dana desa untuk kegiatan lain yang juga telah dijelaskan dalam Permendes tersebut. Oleh karena itu, upaya sentralisasi dana desa ke dalam beberapa kegiatan berdampak tinggi dikhawatirkan tidak akan berhasil. Solusinya adalah membagi dana desa menjadi dua bidang:

dana desa khusus dan umum. Dana desa khusus untuk membiayai pembangunan infrastruktur atau peralatan harus ada di setiap desa, misalnya 1 gedung SD, 1 gedung pasar, 1 puskesmas, dan 1 lapangan sepak bola. Sehingga, hingga akhir tahun ini, seluruh desa di Indonesia memiliki empat tipe bangunan dengan spesifikasi konstruksi yang relatif sama. Tahun berikutnya, dana desa khusus dapat dialokasikan untuk membangun sarana air minum dan sanitasi di rumah-rumah penduduk. Tren penindakan korupsi yang tercatat setiap tahun oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan fenomena memprihatinkan yang melibatkan desa. Korupsi di tingkat desa secara konsisten menempati posisi teratas sebagai daerah dengan kasus korupsi terbanyak yang diadili oleh aparat penegak hukum antara tahun 2015 hingga 2021. Selama tujuh tahun tersebut, terdapat 592 kasus korupsi.Korupsi di desa merugikan negara senilai Rp 433,8 miliar.

Peningkatan korupsi di desa dibarengi dengan peningkatan alokasi anggaran yang signifikan untuk pembangunan desa. Antara tahun 2015 dan 2021, dana desa telah dikucurkan sebesar Rp 400,1 triliun untuk kebutuhan pembangunan desa, baik pembangunan fisik maupun manusia melalui program pengembangan masyarakat dan pengelolaan air. Korupsi yang terjadi di desa akan berdampak pada kerugian yang diderita secara langsung oleh masyarakat desa. Ini harus menjadi perhatian utama pemerintah. Hingga saat ini, belum ada solusi atau tindakan preventif yang efektif untuk menekan korupsi di desa. Selain itu, alasan enam tahun dianggap tidak cukup untuk membangun desa karena menimbulkan ketegangan dan polarisasi di masyarakat pasca pemilihan kepala desa bukanlah alasan yang tepat untuk membenarkan perpanjangan batas waktu kepala desa. . kepala desa. Solusi dari permasalahan ini adalah dengan membenahi industri plkade yang selama ini dikenal transaksional atau rawan jual beli suara dan sengketa.

Alih-alih menghambat usulan perpanjangan masa jabatan, sejumlah partai politik dan politisi DPRK justru memberi sinyal positif. Hal ini tidak mengherankan, karena banyak suara yang dapat digunakan untuk kepentingan politik praktis di desa. Berdasarkan hal tersebut, Indonesian Corruption Watch (ICW) mendesak anggota DPR untuk tegas menolak usulan aneh tersebut dan berhenti membahas perpanjangan masa jabatan kepala desa.

  

Landasan Teori

Pasal 39 UU Desa mengatur bahwa satu periode masa jabatan kepala desa yaitu selama enam tahun. Kepala desa juga dapat menjabat paling banyak tiga periode, baik secara berturut-turut ataupun tidak. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, sumber keuangan pemerintah desa adalah dari alokasi dana desa, bagi hasil pajak, dan bagi hasil retribusi Presiden Jokowi aturan mengenai masa jabatan kepala desa sebenarnya sudah diatur melalui UU Desa. “Undang-undangnya sangat jelas, membatasi enam tahun dan (dan dibolehkan kalau terpilih Kembali) selama tiga periode,”

Saat ini, menurut data Kementerian Dalam Negeri, tercatat 74.961 desa. Pengenalan UU Desa yang dikeluarkan pada tahun 2014 menetapkan bahwa pemerintah desa adalah tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pengelolaan desa, meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, dan memperkuat otonomi dan pemerintahan desa.

Undang-undang desa mengatur tentang pengelolaan keuangan desa, pembentukan dan penyelenggaraan lembaga desa, pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, serta hak dan kewajiban warga desa. Padahal, undang-undang desa membutuhkan implementasi dan koordinasi yang baik antara pemerintah, masyarakat desa dan organisasi terkait untuk memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat desa. Namun demikian, harus diakui juga bahwa masih terdapat beberapa kendala dalam implementasi UU Desa antara lain keterbatasan sumber daya, kapasitas kelembagaan desa yang belum optimal dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa masih rendah. . Termasuk praktik korupsi yang dilakukan kepala desa atau penyalahgunaan Dana Desa.

Sedangkan Dana Desa – yang bersumber dari APBN dan APBD provinsi dan kabupaten/kota – adalah dana yang diterima desa dari pemerintah untuk membangun desa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan dan memfasilitasi pembangunan desa sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Alokasi dana desa ditetapkan dengan mempertimbangkan prioritas pembangunan desa, seperti pembangunan jalan, air minum, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Sebagai gambaran, diketahui bahwa pagu Dana Desa tahun 2022 ditetapkan sebesar Rp68 triliun dan dialokasikan untuk 74.961 desa di 434 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Ini merupakan pengurangan Rp 4 triliun dari pagu Dana Desa pada tahun sebelumnya.

Sendangkan sekarang saat artikel ini dibuat (8,5,23)  Kepala desa yang baru disebut telah disetujui oleh Presiden Jokowi. Dan diusulkan untuk mengubah undang-undang desa dengan menambahkan pasal 27C. Jokowi pun menawarkan rencana jika tidak bisa masuk ke dalam undang-undang, maka keluarkan peraturan pemerintah (PP). Disetujuinya usulan ini menyebabkan ribuan kepala desa atau kepala desa dari berbagai wilayah Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di luar gerbang gedung DPR RI pada Selasa (17 Januari 2023).

Kades meminta DPR RI mengubah pasal 39 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 39 menentukan bahwa kepala desa menjabat selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal dilantik. Walikota menjabat sampai tiga kali, tidak berturut-turut atau berturut-turut.

Hak dan kewajiban. Hak memperoleh keadilan adalah hak asasi manusia untuk memastikan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak atas setiap orang di hadapan hukum yang sama, setara, dan bermartabat. Warga desa sangat rentan terjadi perselisihan maka satu belah pihak akan mendapakan perlakuan special dan satu pihak lain medapatkan. Perlakuan yang tidak adil. BLT dana desa diberikan kepada warga kurang mampu di desa yang belum mendapatkan program bantuan pemerintah di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan kartu pra kerja. Seringkali BLT tidak tersalurkan dengan baik dan benar ,keluarga besar kepala desa selalu mendapatkan BLT walaupun meraka secara ekonomi sangat mampu,BLT juga sangat sering salah sasaran.

 

Kesimpulan

Kekuasan yang lama dan bisa dibilang absolut bisa menimbulkan banyak penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi tingkat desa secara konsisten menduduki puncak tindakan yang diambil oleh aparat penegak hukum dari 2015-2021, kata Kurnia. Selama tujuh tahun ini, ICW mencatat 592 kasus korupsi di desa-desa yang merugikan negara Rp 433,8 miliar, kata Kurnia. Menurut Kurnia, maraknya korupsi di desa dibarengi dengan peningkatan alokasi dana pembangunan desa yang signifikan. Sejak 2015 hingga 2021, pemerintah mengucurkan anggaran dana desa sebesar Rp400,1 triliun, kata Kurnia.

Peneliti Kurnia Ramadhana dari Indonesian Corruption Watch (ICW) prihatin pembahasan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi sembilan tahun mendorong praktik oligarkis dalam pemerintahan desa. “Penerimaan usulan ini akan mendorong oligarki di desa dan mempolitisasi desa,”

Resiko terjadinya penyelewengan juga potensi sebuah desa dipimpin oleh kelompok yang sama selama puluhan tahun semakin terbuka lebar. Argumentasi perpanjangan masa jabatan Kades tidak sejalan dengan semangat Reformasi 1998 dan amandemen UUD 1945 yang menekankan batasan kekuasaan eksekutif.

Pembatasan mengacu pada etos dasar demokrasi bahwa kekuasaan tidak boleh berada di tangan satu orang tetapi harus didistribusikan seluas-luasnya. Oleh karena itu, pengelolaan negara mengatur mekanisme peredaran yang teratur.

Misalnya, seorang pemimpin yang aktif dikatakan mencegah orang-orang yang dekat dengannya untuk tetap berkuasa. Meski tidak dilarang secara hukum, ada moral politik yang membatasinya. semakin lama suatu kekuasaan, kemampuan untuk mengumpulkan sumber daya menjadi lebih kuat dan kekuasan pun menjadi lebih absolut

 

 

DAFTAR PUSTAKA

https://antikorupsi.org/id/article/penggunaan-dana-desa

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/08/00100021/kepala-desa--tugas-kewajiban-hak-dan-wewenang

https://www.gatra.com/news-506339-politik-bahaya-presiden-3-periode-penguasa-akan-terlalu-berkuasa.html

https://infopublik.id/kategori/sorot-politik-hukum/706523/perpanjangan-masa-jabatan-kepala-desa-harus-sesuai-uu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun