Mohon tunggu...
Yusuf Maulana
Yusuf Maulana Mohon Tunggu... Freelancer - Yusuf Maulana Al Ghoni

Seorang laki-laki biasa yang mengimplementasikan pengalaman hidup nya kedalam sebuah wadah untuk kisah tentang entitas tertentu Senang mempelajari banyak hal yang bermanfaat. Mahasiswa Teknik Logistik UPI Bandung Angkatan 2020

Selanjutnya

Tutup

Film

Review Film "Bumi Manusia"

26 Agustus 2019   00:20 Diperbarui: 26 Agustus 2019   00:52 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Review Film : "Bumi Mannusia"

Oleh : Yusuf Maulana Al Ghoni

Assalamu'alaikum wr.wb

Kali ini saya akan me-review film yang diangkat atau di adaptasi dari karya besar novel Pramoedya Ananta Toer yaitu "Bumi Manusia" yang sudah tayang di bioskop-bioskop Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Film ini ditayangkan pada tanggal 15 Agustus 2019 yang berdekatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia, walaupun saya sudah menyaksikan film ini lebih dari satu kali di bioskop, tetapi tetap saja membuat saya terkesan.                          

Film ini di garap oleh sutradara kondang yaitu Hanung Bramantyo yang seringkali menggarap sebuah film yang berbau biografi tokoh-tokoh bersejarah seperti diantaranya ada film Sang Pencerah, Sultan Agung, dan Soekarno.

Menurut saya karya film Hanung Bramantyo yang satu ini adalah sebuah gebrakan baru dalam industri perfilman yang berlatar zaman kolonial Belanda di Indonesia. Film ini cukup berhasil menampilkan latar pada zaman colonial Belanda yang begitu autentik dengan menghadirkan banyak pemeran asli orang Belanda serta CGI yang menampilkan hiruk pikuk kapal perdagangan Belanda di zaman itu.

Pada awal pemutaran film ini, saya sudah di buat berdiri tegak karena memutar lagu Kebangsaan Indonesia " Indonesia Tanah Air ku ", Jiwa nasionalisme saya begitu terpanggil ketika di layar muncul teks untuk mengharapkan para penonton berdiri sebagai bentuk penghormatan terhadap bendera Merah Putih.

Film ini berlatar belakang zaman kolonial Belanda awal abad 20, menceritakan seorang pemuda asli Pribumi  bernama 'Minke' yang tinggal di tanah Jawa yaitu kota Soerabajaa yang sekarang di kenal dengan nama kota Surabaya. Minke sendiri memiliki nama asli 'Raden Mas Tirto Adhi Soerjo' yang merupakan anak dari Bupati Blora, Jawa Tengah, Asal usul nama 'Minke' berawal dari ejekan untuk diri nya saat kecil yang seringkali di panggil 'Monkey' yang kemudian dia plesetkan menjadi 'Minke', Kalimat itu sendiri sebenarnya adalah ejekan dari Belanda totok sering juga ditujukan kepada seorang Pribumi yang berarti Monyet.             

Minke menetap di Soerabajaa untuk melanjutkan Pendidikan nya ke taraf pelajar menengah ke atas ( SMA ) di sekolah yang bukan sembarang sekolah yaitu HBS "Hogere Burger School ". HBS adalah sekolah tingkat Eropa yang tidak bisa di masuki oleh sembarang orang, Siswa/Siswi nya berasal dari kalangan kelas sosial atas seperti anak Belanda totok, anak Bangsawan.

Di sekolah, Minke menjadi minoritas di antara anak-anak Belanda dan anak campuran Indo-Belanda karena statusnya yang peibumi kerap kali membuat dia diperlakukan tidak adil, Namun, Minke tak pernah menyerah. Tujuan Minke di sekolahkan di HBS  oleh ayah nya, agar Minke mengetahui banyak hal yang tidak di ketahui oleh Pribumi.  

Minke senang sekali menulis, ia memiliki Forum Bangsawan sendiri di Blora, selama Minke menulis karyanya ia menggunakan nama samaran untuk tulisan nya sendiri dengan nama Max Tollenar . Minke lebih memilih menjadi Penulis ketimbang meneruskan jabatan ayah nya sebagai Bupati karena ia ingin menjadi manusia bebas yang kehidupan nya bukan merupakan hadiah atau warisan dari pejabat.

Bersekolah di HBS yang notabene-nya berlatar belakang Eropa membuat Minke kagum dan takjub akan dunia Modern yang di hadirkan oleh negara-negara Eropa, seperti gaya hidupnya, busana nya, berbagai macam transportasi yang mempersempit jarak tempuh hingga pemikiran-pemikiran ala orang Eropa yang begitu maju sehingga membuat ia menjadi ke barat-baratan. Akan tetapi meskipun Minke mengagumi Eropa, dia adalah sosok yang rendah hati, Minke benci segala sesuatu yang berbau ' feodalisme '.                                                                      

Di HBS, Minke memiliki teman yang bernama Robert Surhorf, dia adalah anak Indo campuran yang sangat mengagung-agungkan Eropa. Pada saat pagi hari di asramanya, Minke di bangunkan oleh Robert Surhorf, Lalu tampak foto Ratu Belanda di kasur nya Minke menggambarkan betapa ia memuja sang Ratu negeri kincir angin itu . Minke di ajak Surhorf untuk berjalan-jalan sekitar kota.

Pada saat mereka berdua sedang berjalan menyusuri kota, mereka melihat sebuah tempat klub Belanda totok, lalu Surhorf mengajak Minke kesana, akan tetapi dilarang oleh penjaga pintu, penjaga tersebut hanya memperbolehkan Belanda totok untuk masuk. Lalu Minke mengajak Surhorf pergi ke sebuah kedai sederhana walaupun tempat itu sesungguhnya bukan selera Surhorf yang sangat ingin setara dengan orang Eropa.              

Di kedai itu Surhorf bercerita kepada Minke tentang sebuah tempat di Wonokromo yang bernama 'Boederij Buitenzorg', Sebuah rumah bagaikan Istana dengan perkebunan dan pertanian serta danau yang begitu luas. Lalu ia bercerita tentang gadis Indo-Belanda yang tinggal di rumah tersebut, gadis itu bernama Annelies Mellema, gadis yang memiliki paras sangat cantik bagaikan ratu yang di idamkan oleh Surhorf.

Setelah mereka pulang dari kedai tersebut Minke langsung di jemput di asrama nya dengan Dokar oleh Surhorf, Ia ingin mengajak Minke ke Wonokromo, untuk bertemu dengan Annelies Mellema di Buitenzorg, Minke pun ikut Bersama Surhorf. Saat di perjalanan ke Wonokromo mereka berdua melihat seorang Nyai yang di diskriminasi oleh Belanda totok karena tak sengaja menjatuhkan makanan nya.                                                                                                              

Sesampainya di Buitenzorg Surhorf di sambut baik oleh Robert Mellema kakak nya Annelies Mellema yang juga sangat mengagung-agungkan Eropa, Surhorf sudah sangat dekat dengan Robert. Minke tidak mendapat perlakuan yang sama karna ia tidak memiliki darah campuran Eropa.

Lalu Annelies Mellema datang dari dalam dan menyambut Minke, Layaknya cinta pada pandangan pertama, Minke saat itu juga jatuh cinta dengan Annelies yang memiliki paras yang begitu cantik, ia juga menyambut Minke dengan ramah, berbeda dengan kakaknya, Annelies tidak membedakan Minke hanya karena ia seorang Pribumi karena Ibunya seorang Pribumi.                                                                                                                                 

Lalu Annelies Mellema mengajak Minke untuk melihat isi rumahnya. Saat Minke di ajak Annelies Mellema ke dalam dan bertemu dengan Nyai Ontosoroh. Minke berbicara tentang sejarah hiasan atau pajangan dengan Nyai Ontosoroh dan tentang latar belakang Minke sebagai Siswa HBS yang di buat terheran-heran karena Nyai Ontosoroh sangat bangga menjadi seorang Pribumi, meski suaminya Orang Belanda totok, Ia tetap memakai baju adat Jawa sedangkan ia memakai baju layaknya orang Eropa.                                                                                  

Nyai Ontosoroh adalah perempuan Pribumi yang bernama asli Sanikem, Pada saat Sanikem berumur 14 tahun, Sanikem di jual seperti gundik oleh ayah nya untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi ditempat ayahnya bekerja. Asal muasal Sanikem di panggil Nyai Ontosoroh di mulai dari sini, Nyai adalah seorang Gundik, sebutan  untuk seorang selir atau perempuan yang menjadi pasangan tidak sah alias tidak melewati jalur pernikahan resmi di Jawa.

Sanikem di jual ke majikan ayah nya, Herman Mellema yang sekarang menjadi suami sekaligus ayah dari Annelies Mellema dan Robert Mellema. Harga yang di bayar oleh Herman Mellema ke ayahnya hanya sebesar 25 gulden Meskipun begitu, Nyai Ontosoroh di ajari bagaimana caranya menulis, berbahasa Belanda dengan baik serta di ajari bagaimana cara mengelola perkebunan dan pertanian di rumah nya tersebut oleh Herman Mellema.

Di awal masa kebersamaan mereka memang bahagia, tetapi itu tak bertahan lama, suatu hari Maurits Mellema datang kerumahnya untuk menuntut Herman Mellema, Maurits Mellema adalah anak dari Istri pertama Herman Mellema di Belanda, ia menuntut harta yang sepatutnya di berikan kepada Ibunya ketika membesarkannya. 

Sejak saat itu Herman Mellema berubah drastis menjadi pemabuk, ia selalu kerumah Bordil milik Babah Ah Tjong untuk mabuk dan bermain dengan pelacur-pelacur di sana, dan memiliki penyakit psikologis. Dr. Martinet adalah dokter penyelamat keluarganya, selain menangani Herman ia juga mengurus Annelies ketika jatuh sakit.

Setelah itu Minke di ajak Annelies untuk menyusuri perkebunan dan pertanian yang ada di rumah nya, di sana ada kejadian unik menurut saya, ketika Minke sedang membantu Annelies yang terjatuh akibat tersandung tangga tiba-tiba saja Minke mencium pipi Annelies, tetapi itu justru membuat Annelies seperti ketakutan dan berlari kembali ke rumah nya, Minke pun terlihat kebingungan.

Saat makan malam Annelies mengganti baju Belanda nya menjadi adat Jawa hanya untuk Minke, lalu Ayah nya, Herman Mellema pulang dengan keadaan mabuk berat, dan tiba-tiba menghina Minke sontak Nyai Ontosoroh membentak nya dengan berkata 'Eropa gila sama dengan Pribumi gila' dan Annelies pun menjadi sedih. Saat Minke ingin pamit Nyai Ontosoroh bertanya kepada Minke benar atau tidak dia mencium anak nya, Annelies.

Lalu Nyai Ontosoroh memanggil Annelies lalu menyuruh Minke untuk mencium Annelies, Nyai Ontosoroh pun senang karena Minke lah yang mencium anak nya. Sesampainya di asrama, Minke terbayang-bayang dengan sosok Nyai Ontosoroh yang mengajarkan nya untuk bangga sebagai seorang Pribumi sedangkan ia malah terpengaruh oleh gaya hidup Eropa.               

 Keesokan nya, saat bersekolah ia pun merubah gaya busana nya dari Eropa menjadi Jawa, dan ia di undang lagi ke Wonokromo oleh Nyai Ontosoroh, sebelum Minke berangkat kesana, ia menemui teman nya, Jean Marais yang merupakan mantan tentara Belanda yang memiliki anak dari seorang Pribumi, Minke bercerita kalau ia di undang ke rumah Nyai Ontosoroh lagi, Minke merasa kalau diri nya di guna-guna karna selalu terbayang sosok Nyai Ontosoroh, lalu Jean Marais menasihati 'Seorang terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran apalagi perbuatan' yang merupakan kata-kata bijak dari Pramoedya Ananta Toer.

Minke pun berangkat ke Wonokromo du jemput Darsam, kusir andong Nyai Ontosoroh. Minke di minta untuk tinggal di Buitenzorg oleh Nyai Ontosoroh karena sejak kedatangan nya, Annelies menjadi senang, di rumah nya Minke di panggil Sinyo oleh Nyai Ontosoroh, Sinyo adalah panggilan untuk tuan muda dalam Bahasa Belanda. 

Robert Surhorf yang sudah lama mengincar Annelies Mellema menjadi sangat tidak suka dengan Minke, Ia akan melakukan segala cara untuk memisahkan mereka apalagi surhorf sudah berteman lama dengan Robert Mellema. Minke diam-diam dilaporkan ke polisi oleh Robert dengan tuduhan pemalsuan surat ijin yang membuat nya harus pergi ke Soerabajaa. Nyai Ontosoroh meminta Robert Mellema untuk mencari informasi tentang Minke selama di Soerabajaa tetapi di tolak mentah-mentah sampai membuat Nyai menangis dan mengusirnya.                                                                        

Di Soerabajaa Minke di panggil untuk bertemu dengan ayah nya yang menjabat sebagai Bupati, saat hendak memasuki rumah, Minke di suruh jalan Ndodok atau jongkok yang merupakan adat setempat untuk menghormati yang lebih tua. Bukannya mendapat sambutan yang ramah dari ayahnya melainkan pecutan yang di terimanya, Ayahnya sangat marah dengan Minke karena dianggap tidak fokus sekolah melainkan bermain dengan seorang Nyai, apalagi Ayahnya ingin Minke meneruskan jabatannya menjadi Bupati.

Lalu ia juga bertengkar dengan abangnya Minke juga mengetahui pemikiran Minke yang seperti orang Eropa lewat buku catatan nya dan di pisahkan oleh Ibunya. Ibunya sedih karena selama Minke di asrama, surat ya jarang di balas dan mengetahui Minke terkagum-kagum dengan Eropa sampai melupakan adat istadat sejak ia lahir dan bertanya-tanya apakah Minke adalah orang yang di sebut sebagai Priyayi, sebutan untuk Jawa Elit, Minke pun meminta maaf dan mengatakan kalau ia sesungguhnya hanya ingin menjadi manusia yang bebas.                                                            

 Pada malam hari, Minke diminta oleh ayahnya untuk menerjemahkan pidatonya kedalah Bahasa Belanda saat perjamuan makan malam dengan orang-orang Belanda, saat menerjemahkan pidato ayahnya, Minke merangkai sendiri pidatonya dengan Bahasa Belanda dengan kalimat yang menaikan derajat seorang Pribumi, pidato Minke tersebut pun membuat orang Belanda yang menghadiri acara tersebut terkagum-kagum.

Sebelum Minke kembali dari rumahnya, Ayahnya berpesan kepada Minke agar tidak lagi bermain dengan Nyai dan fokus sekolah. Sementara itu, Annelies sangat mengkhawatirkan Minke sejak ia di bawa ke Soerabajaa karna tak kunjung datang kerumah nya sampai jatuh sakit, dan Dr. Martinet pun datang untuk memeriksa kondisi Annelies, saat Dr. Martinet memegang tangan Annelies, Annelies menolak nya, Lalu tiba-tiba Minke datang kerumah dan menghampiri Annelies yang sedang berbaring di kasurnya, saat memegang tangan Annelies tangan Minke di genggam.

Setelah itu Dr. Martinet mengajak Minke untuk berbicara di Danau, Dr. Martinet menganggap Minke pantas menggantikan posisi nya sebagai dokter nya Annelies, karena Annelies menolak untuk disentuh oleh Dr. Martinet, padahal sudah seringkali membantu keluarga nya, ia menolak tangan Eropa. Dr. Martinet pun meminta Minke untuk berjanji menjadi dokter untuk Annelies dan Minke menurutinya.

Ketika di malam hari, Minke menemui Annelies di kamarnya, ternyata Annelies sudah benar-benar membaik. Lalu Minke bercerita tentang dongeng karangan nya yang menyindir tentang bagaimana ia mengenal Annelies, mereka berdua tertawa bersama sampai akhirnya mereka bersenggama. Di saat mereka berdua sudah tertidur pulas, Nyai Ontosoroh pun melihatnya, namun ia tidak marah, justru menutupi mereka dengan selimut.                                                                                               

Pada saat pagi, Minke tampak bergegas pamit ingin pergi bersekolah, Dr. Martinet yang baru saja memeriksa Annelies pun memanggilnya untuk bicara sebelum pergi. Dr. Martinet bertanya kepada Minke apakah ia yang pertama kali meniduri Annelies karena jika Minke meniduri Annelies dan tidak bertanggung jawab, Minke dianggap hanya seorang pria yang memanfaatkan kelemahan Annelies.

Tuduhan itu pun langsung di tepis oleh Minke, dengan  sangat berat ia berkata bahwa orang pertama yang melakukan itu dengan Annelies adalah Robert Mellema abangnya sendiri, sungguh diluar dugaan saya saat adegan ini muncul. Lalu Minke bergegas pergi dengan Darsam untuk bersekolah. Baru saja andong yang ia tumpangi berjalan, Minke langsung bergegas lari untuk kembali ke Buitenzorg, dan berjanji kepada Nyai Ontosoroh kalau dia akan menikahi Annelies Mellema.

Ke esokan harinya, ada seorang pria berbadan gemuk yang mencurigakan di depan gerbang rumah, ternyata itu orang yang mengikuti Minke sejak kembali dari Soerabajaa, Darsaam dan Minke yang kemudian di ikuti oleh Annelies dan Nyai Ontosoroh pun mengejarnya sampai ke rumah bordil Babah Ah Tjong , dan saat mereka masuk tiba-tiba Herman Mellema ditemukan tewas keracunan di depan mata Annelies Mellema, sontak Annelies pun menjerit ketakutan dan semua penghuni rumah bordil itu panik.

Lalu Robert Mellema yang sudah lama tak pulang kerumah tiba-tiba keluar dari bilik asmara, Nyai Ontosoroh pun menyuruh Darsaam untuk mengejarnya tetapi malah di tembak beceng oleh Robert dan melarikan diri.                                                                                                                     

 Tak lama berselang Polisi datang untuk membawa Annelies, Minke, Nyai Ontosoroh, Darsam, serta pergawai-pegawai rumah bordil Babah Ah Tjong ke kantor polisi lalu di periksa. Peristiwa tersebut berlanjut ke pengadilan yang kemudian membuat keluarga Mellema menjadi sorotan media, Minke yang juga di periksa oleh pihak kepolisian pun ikut tersorot media sampai membuat ayahnya yang notebene nya adalah seorang Bupati merasa malu bahkan ayahnya secara diam-diam mengirim surat kepada kepala sekolah HBS agar Minke di keluarkan dari sekolah karena sudah dianggap tidak pantas, selama Minke tidak hadir dikelasnya karena kasus itu, Jan Dappeste teman sekelas Minke yang merupakan anak pungut dari seorang pastor Belanda selalu menepis ejekan dari Robert Surhorf tentang dirinya di sekolah.

Sejak saat itu media massa terus menggempur keluarga Mellema dengar berita-berita yang menyudutkan nya, Minke pun mencari media massa yang bisa di ajak bekerja sama untuk membuat sebuah tulisan yang menepis tuduhan-tuduhan media massa yang lain. Minke membuat tulisan nya sendiri kedalam koran tentang bagaimana pengadilan Eropa yang tidak adil untuk para Pribumi.                                                                                                   

Pada saat Nyai Ontosoroh, Annelies, Minke,dan Darsaam menghadiri sidang pertama yang di pimpin oleh Hakim orang Eropa, Nyai Ontosoroh dan Darsaam dilarang untuk menggunakan alas kaki dan di suruh untuk berjalan jongkok ketika hendak memasuki ruang sidang. di awal sidang tidak berjalan mudah bagi mereka, Nyai Ontosoroh dianggap yang paling di untungkan dari kematian Herman Mellema karena ia tidak pernah di nikahi secara sah, padahal diri nya sendiri di jual sebagai Gundik oleh ayahnya serta Babah Ah Tjong yang menyangkal tuduhan bahwa dirinya lah yang meracuni Herman Mellema karena ia mengaku bahwa Herman Mellema adalah pelanggan setia, bahkan Herman lebih sering berada di rumah bordil nya itu ketimbang dirinya sendiri, dengan pernyataan nya tersebut bahkan Babah Ah Tjong berlagak sangat nyeleneh saat di bangku sidang.                                                 

 Akhirnya Minke mencoba untuk mencari saksi di rumah bordil tersebut, Minke memanggil pelayan favorit Herman, yaitu Maiko. Dan akhirnya menemui titik terang, Maiko langsung mengakui dirinya lah yang meracuni Herman Mellema dan mengatakan bahwa racun tersebut ia dapatkan dari Babah Ah Tjong. Sidang pun di tutup. saat perjalanan pulang dari tempat sidang, Minke sangat senang karena merasa sudah berhasil melawan orang Eropa namun Nyai Ontosoroh berkara kalau ini baru permulaan, masih banyak yang harus dilakukan agar Pribumi dianggap setara dengan orang Eropa. Annelies meminta agar Minke segera kembali ke HBS.

Minke tidak mengetahui bahwa dirinya telah dikeluarkan oleh sekolah selain karena permintaan ayahnya sendiri, hubungan Minke dengan Annelies dianggap menjadi contoh yang tidak baik oleh kepala sekolah, lalu Minke kembali ke Buitenzorg dan meminta restu ibunya untuk merencanakan pernikahannya dengan Annelies Mellema di Buitenzorg.                                   

Lalu Minke di datangi guru nya dan memintanya untuk kembali bersekolah HBS karena merasa telah mengeluarkan anak yang brillian, Minke membuat hampir seluruh penghuni HBS kagum dengan tulisannya yang selama ini dia tulis dengan nama Max Tollenar, Minke pun menerima tawaran tersebut. Meskipun ia melewatkan beberapa semester, Minke mampu menyelesaikan ulangan kelulusan nya dengan nilai tertinggi se Soerabajaa. Perayaan kelulusan nya itu di sambungi dengan undangan pernikahannya dengan Annelies ke seluruh Siswa/Siswi serta jajaran Sekolah HBS.                                                                                                                    

Ibunya yang baru saja sampai di kediaman keluarga Mellema di sambut hangat oleh Nyai Ontosoroh, Annelies serta Minke, Saat Minke tengah menyambut kehadiran ibunya tiba-tiba Jan Dappeste datang dengan keadaan yang berantakan, ia mengatakan bahwa dirinya baru saja lompat dari sebuah kapal karena orangtua nya mau membawanya ke Eropa, sedangkan Jan Dappeste ingin hidup sebagi Pribumi dengan nama Pandji Darman, Minke pun memperkerjakan Jan Dappeste sebagai salah satu karyawan di perkebunan Buitenzorg dengan nama Pandji Darman.                                                                                                                              

Di hari pernikahan Minke dengan Annelies, di hadiri banyak orang mulai dari Dr. Martinet, serta kerabatnya dari sekolah HBS. Lalu muncul Robert Surhorf yang kemudian menghampiri Minke dan Annelies untuk memberikan sebuah hadiah, dan meminta doa kepada Minke agar ia selamat di perjalanan karena ia akan pergi ke Eropa untuk tinggal disana. Perayaan tersebut dilanjutkan sampai malam dengan pesta adat Jawa yang di iringi gamelan serta tarian jaipong.

Namun kebahagiaan Minke dengan keluarga Mellema tidak berlangsung lama. Tidak lama setelah pernikahan Minke Annelies, Tiba-tiba saja Nyai Ontosoroh mendapatkan kabar dari pengadilan di Soerabajaa kalau Maurits Mellema, anak dari Istri pertama Herman Mellema mendapatkan hak penuh ahli waris harta di Buitenzorg, serta hak asuh atas Annelies Mellema mengetahui hal tersebut, Minke pun mencari segala cara untuk melawan pengadilan Eropa di Soerabajaa, mulai dari menulis serta mengajukan banding.                                                               

 Minke memanggil seorang pengacara kondang tapi tidak bisa membantunya dengan maksimal. Ia pun menulis kembali tentang Hukum Islam yang di nilai lebih adil ketimbang Hukum Eropa, Tulisan nya tersebut membuat banyak Pribumi bersimpati kepada Nyai Ontosoroh dan Anak nya Annelies, karena Hukum Eropa yang memisahkan Ibu dengan anaknya, meskipun Minke telah memiliki surat pernikahan sah dari Mahkamah Agama, tetap saja di tolak mentah-mentah saat ajukannya pada sidang perdana selain karena Hukum Agama tidak dianggap, Annelies dinilai masih dibawah umur dan sudah memiliki wali di Belanda.          

Nyai Ontosoroh dan Minke hanya bisa pasrah dengan kepergian Annelies Mellema ke Amsterdam, saat Minke menemui Annelies yang sedang tertidur lemas di kasurnya, Polisi Belanda hendak menjemput Annelies, akan tetapi di hadang oleh Darsam serta Pribumi yang bersimpati, penjemputan Annelies menjadi pertumpahan darah karena dianggap melawan aparat terjadilah baku hantam sampai membuat Nyai Ontosoroh kebingungan, dan akhirnya memperbolehkan polisi masuk agar baku hantam tersebut berhenti.

Polisi bermalam di Buitenzorg sampai besok untuk menjemput Annelies. Minke yang terbangun dari kasur, terkejut karena tidak ada Annelies di kamar, lalu Annelies pun datang menghampirinya untuk menyuapi Minke untuk yang terakhir kali nya sebelum pergi.

Nyai Ontosoroh ingin sekali mengawalnya sampai kapal tetapi tidak di perbolehkan, Annelies hanya boleh diantar oleh Belanda totok atau Indo-Belanda, Di sinilah penonton di buat menagis. Detik-detik Minke merelakan Annelies Mellema pergi dengan wali-nya, Minke tidak bisa berhenti menangis melihat kepergian Annelies, begitu juga dengan Nyai Ontosoroh. Annelies Mellema berkata kepada Minke 'Setidaknya kita pernah bahagia, jadi ingat yang itu saja, jangan yang lain ya mas' saya pun ikut sedih melihat adegan ini.

Minke tidak bisa berhenti memanggil Annelies ketika hendak meninggalkan rumah nya itu. Para pembantu serta pekerja Pribumi pertanian Buitenzorg pun turut sedih akan kepergian nya bahkan Dr. Martinet tampak menangis di antara para pekerja di Buitenzorg. Minke menganggap dirinya dan Nyai Ontosoroh telah gagal melawan pengadilan kulit putih (Eropa) lalu Nyai Ontosoroh menyangganya dengan kalimat 'Kita sudah melawan Nyo, dengan Sehormat-hormatnya'. Saat menjelang film ini berakhir Minke berkata 'Eropa bisa saja memisahkan kita Ann, tetapi mereka tidak bisa memisahkan Jiwa kita' ucap nya.

Kesimpulan

Menurut saya film ini sangat bagus untuk ditonton para anak-anak millennial jaman sekarang, selain membuka pikiran tentang sejarah hiruk pikuk zaman kolonial Belanda, film ini juga mengajarkan bagaimana menumbuhkan rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Mulai dari awal film ini Minke digambarkan sebagai pemuda asli pribumi yang merupakan anak dari seorang Bupati di sekolah kan Di HBS, sekolah Elit pada zaman itu sehingga membuatnya lupa akan adat istiadatnya karena terpengaruh oleh budaya Eropa padahal tujuan ayahnya menyekolahkan Minke di HBS agar bisa belajar apa yang tidak di ketahui Pribumi.                

Lalu ada Robert Surhorf dan Robert Mellema, digambarkan sebagai anak blasteran Indo-Belanda yang sangat mengagung-agungkan Eropa bahkan mereka tidak mau mengakui darah Pribumi yang mengalir di tubuhnya. Ini seperti yang sedang banyak terjadi di zaman sekarang, dimana anak muda Indonesia bergaya hidup ala kebarat-baratan karena terpengaruh oleh budaya luar.                                                                                                                 

Film ini menggambarkan betapa kacaunya tatanan kehidupan sosial pada saat itu, dimana Pribumi seringkali mendapatkan perlakuan tidak adil atau diskriminatif oleh Belanda totok yang menerapkan bentuk pengadilan 'Sekulerisme' yaitu memisahkan Hukum Negara dengan Hukum Agama, mengajarkan kita sebagai warga negara Indonesia untuk menghargai jasa-jasa para leluhur yang memperjuangkan hak nya di pengadilan Eropa pada zaman kolonial Belanda.                                                                                                                     

Demikian itulah review Film Bumi Manusia oleh saya Yusuf Maulana Al Ghoni, jika ada kekurangan saya mohon maaf, Sekian dari saya.

Wassalamu'alaikum wr.wb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun