Dodo adalah siswa kelas VI Sekolah Dasar. Ia tergolong anak yang pandai dan berbakti. Siswa berprestasi di kelasnya. Setiap harinya Dodo membawa jajanan kecil dan cilok buatan ibu untuk dijual saat jam istirahat. Tas rajut plastik dan sepeda usang jadi teman setia Dodo.
Siang itu Dodo terlihat terburu-buru saat pulang sekolah. Suara lonceng berdering nyaring  bertanda kegiatan belajar hari itu telah selesai.  Tanpa menghiraukan teman-temannya Dodo langsung tancap sepeda yang sadelnya dipenuhi dengan plastik sebagai pelindung dari sadel usang yang tak layak dipasang.
"Haiii.... Do, kenapa kamu terburu-buru?, Dodo tunggu aku! Seruan Adit teman sebangku Dodo yang biasanya mereka terlihat selalu bersama. Adit berusaha menambah kecepatan ayuhan sepedanya agar dapat menyelip Dodo, namun usaha Adit gagal mengejar Dodo.
"Haduuuh, Do.. Do.. kamu makannya apa sii?, tenagamu sungguh kuat sekali'. Gumam dalam hati Adit saat melihat sahabatnya mengayuh sepedanya bagai sambaran kilat.
"Maaf  Dit, aku tak bisa menunggumu, maaf  Dit aku tak menghiraukan seruanmu, aku harus segera mungkin tiba di rumah". Seru Dodo dalam hatinya. Sesekali ia menoreh ke belakang, rupanya Adit sudah tak nampak mengejarnya. Lima belas menit sudah Dodo lewati, Dodo pun belum sampai rumah. Perjalanan dari rumah Dodo sampai tempat ia belajar kurang lebih 30 menit, untuk sampai ke rumahnya ia menyusuri  hutan.  Di tengah hutan tiba- tiba ban belakang sepeda Dodo pecah " Dooor... "! Terdengar keras sekali letusan ban sepeda Dodo.
"Dubrag...!pyar!....." Dodo terjatuh karena tak mampu mengendalikan laju ayuhannya. Sisa barang dagangan Dodo berantakan bercampur tanah jalan setapak. Jalanan sangat sepi, tak satupun orang lewat di jalan setapak itu. "Haduuh.. sakiiiit" Â teriak jeritan tangis Dodo sembari memegang lengannya yang tertindih stang sepeda. Namun tak satupun orang di sana. Dipungutilah sisa-sisa dagangan Dodo sambil menahan kesakitan. Â Keheningan hutan membuat Dodo ketakutan. Langit makin tak mampu menahan onggokan awan pekat hitam
Gumpalan awan itu makin padat, matahari nampak ta terlihat sedikitpun, bertanda  akan turun hujan lebat. Awan hitam itu nampaknya mengikuti lagkah Dodo sejak di Sekolah. Saat Dodo mengambil sepeda di parkiran sekolah langit sudah mulai gelap. Dalam hati kecil Dodo berkata "Ya Alloh, bagaimana ibu di rumah kalau hujan turun sangat lebat".
"Aku harus mencari tempat yang aman untuk berteduh"
"Langit makin sangat pekat, hujan pasti akan turun sangat lebat".
Dodo menuntun sepedanya dan mencari tempat untuk berteduh, rintikan hujan mulai berjatuhan. Hujanpun turun sangat lebat. Derasnya menyapu ratusan daun di hutan itu.
Suara petir, " jedor!.. jedor! Silih berganti. Kilatan cahaya bagai lampu jalanan yang menerangi gegelapan. Dodo makin ketakutan. Tubuh kurus kering makin menggigil tertumpah butiran hujan lebat. Meski berteduh di bawah pohon, dedaunan pohon tak mampu menampung derasnya benda langit itu.
 "Tuk...tuk..tuk!" tiba -- tiba terdengar swara seperti langkah kaki dibalik semak semak. Dodo makin ketakutan.
 "Suara apa itu, suara apa itu" teriak Dodo dibalik takut yang makin menjadi-jadi  " Hai.. siapa itu, siapa dibalik semak-semak?".Hujan rupanya tak peduli dengan tubuh kecil yang makin kedinginan yang berteduh di bawah pohon besar. "Tuk... tuk... tuk....! kali ini suara tapak kaki makin jelas dan semakin mendekati Dodo.
"Ya... Tuhan tolong lindungi Dodo, jangan sampai binatang buas itu memakanku"
"Jedddeeer! Suara petir mengagetkan tubuh kurus itu. Dodo memejamkan matanya, kedua telapak tangannya terlihat seperti serpihan bahan yang terkena panas sertika.
"Hai anak kecil, boleh kakek ikut berteduh di sini"?
Dodo dikagetkan seorang kakek yang tiba tiba berdiri di depan nya, kakek itu memikul 2 gentong berukuran sedang di bahu kanan kirinya. Sepertinya kakek itu pun terjebak hujan yang sangat lebat. Ia mendekati Dodo dan ikut berteduh.
"Siii...siiiiii..apa kamu?" suara gemetar dari bibir Dodo
"Apa kamu manusia apa hantu, jika hantu tolong jangan makan aku, aku hidup hanya dengan ibuku, kalau aku mati kasihan ibuku"
Kakek hanya tersenyum dengan rentetan pertanyan anak kecil yang terlihat sangat kedinginan. Dikenakanlah baju ganti si kakek yang biasanya ia pakai ketika hendak sholat.
"Kamu pake baju koko kakek, sepertinya kamu sangat kedinginan, tak perlu takut nak saya ini bukan hantu, saya manusia seperti kamu yang kebetulan terjebak hujan lebat di tengah hutan, dan ingin berteduh sepertimu, pakailah baju ku nak". Rayu kakek pada Dodo.
Hampir 30 menit Dodo berteduh di bawah pohon baju dan segala bawaan Dodo pun basah kuyup.
"Terimakasih kakek, dari mana kakek berasal? Kenapa sampai melewati hutan ini"? Tanya Dodo sembari mengenakan baju.
" Saya penjual es keliling, saya dari desa seberang, setelah melewati sungai hutan ini itulah desa saya"
"Siapa namamu nak ? tanya si kakek dengan senyumnya yang bersahabat.
" Saya Dodo kek, rumah saya sudah dekat dari sini, tapi karena ban sepedaku pecah dan hujan sangat lebat saya tidak bisa melanjutkan perjalanan pulang"
"Saya sangat buru-buru mengayuh sepedaku, langit mulai mendung dan awanpun makin menghitam, ini bertanda hujan akan turun dengan sangat lebat"
"Lalu kenapa dengan hujan yang lebat nak"? Â tanya kakek penuh dengan keraguan.
"Ibu..."
"Ada apa dengan ibumu? Si kakek makin penasaran
"Ibu saya akan histeris ketakutan saat hujan lebat diiringi apalagi dengan suara petir, ibu pasti sangat ketakutan" Dodo mulai meneteskan air mata bercerita tentang trauma ibunya pada hujan lebat.
"Kalau aku ada di samping ibu saat hujan lebat setidaknya megurangi histeris ibu kek, saat hujan lebat biasanya aku hibur ibu dengan bermain gitar peninggalan ayah"
Dodo mulai tak tahan dengan air matanya yang makin deras mengenang dan bercerita tentang orang tuanya.
"Bapakmu sudah tiada nak?"
"Bapak saya meninggal 2 tahun yang lalu kek, hari itu hujan turun sangaaat lebat, Bapakku penjual kayu bakar, kami biasanya menjual kayu bakar ke kota. Setelah beberapa ikat kami membawanya ke pasar, hari itu bapak pulang dari pasar dengan membawa sekarung beras dan beberapa sembako, hujan turun sangat lebat, tapi bapak memutuskan untuk melanjutkan perjalanan agar segera tiba di rumah. Besar harapan bapak dengan membawa hasil penjualan yang lumayan akan membuat ibuku senang saat menyambutnya pulang.Sekarung beras bapakku kemas dengan rapi agar tidak terkena hujan, jas hujan plastikpun kami kenakan. Aku duduk di atas sekarung beras tadi, lalu dengan hati penuh gembira bapak mengayuh sepeda'.
"Lanjutkan nak ceritamu" si Kakek memeluk Dodo dan Dodo bersandar dipundak kakek. Dodo pun melanjutkan ceritanya.
" Sesampai di halaman rumah bapak berteriak sangat kencang"
"Ibu... Ibu.. ini bapak sama Dodo pulang, ini bapak bawa beras dan sembako bu"
Ibukupun membukakan pintu. Saat ibu membuka pintu kilat petir menyambar tubuh bapakku, seketika itu ibu menjerit histeris dan aku yang di belakang bapak langsung terpental sejauh 100m.
"Bapaaaaa... bapaaaaaa..." teriak ibuku sembari berlari kehalaman rumah. Tubuh bapakku hancur berkeping keping karena sambaran petir. Beras yang sekarungpun ikut hangus, sementara aku terpental hampir kejurang. Kakiku sangat kaku untuk digerakkan saat itu, mataku jelas -- jelas sekali melihat perjalanan kilatan menyambar dan memporak porandakan tubuh pahlawan rumah kami. Ibu pingsan, dan aku berteriak minta tolong warga. Warga pun berbondong bondong menolong kami. Lalu satu persatu jasad ayahku dikumpulkan dan dimakamkan di dekat rumah, setengah dari tubuh ayahku gosong. Sejak saat itu ibuku trauma dengan hujan yang lebat disertai petir.
"Sabar ya nak, jaga ibumu baik-baik" pinta kakek pada Dodo
"Jadi, kau tinggal hanya berdua nak, kau dan ibumu?" tanya kakek penuh iba.
"Kami sekarang hanya berdua kek, dan hampir setiap hari aku membawa barang dagangan ke sekolah untuk membantu ibu"
Langit mulai makin cerah, dan tersisa rintik tetes hujan yang sesekali jatuh pada dahan yang kuyup. Kakekpun menyuruh Dodo untuk bergegas pulang.
"Pulanglah nak, hujan sudah reda, kasihan ibumu mungkin khawatir menunggu mu tak pulang-pulang, jaga ibumu baik-baik nak, kau anak baik kakek yakin ibumu sangat baik memiliki anak sepertimu".
"Terimakasih kek, terimakasih pula untuk baju koko ini"
Dodo segera merapikan barang dagangannya. Sementara kakek membantu membetulkan sepeda Dodo yang rusak. Merekapun pulang ke rumah masing-masing. Dalam perjalanan sesekali Dodo menengok kebelakang melambaikan senyum untuk sang kakek yang masih memandangi langkah Dodo.
Setibanya di rumah Dodo langsung bergegas masuk rumah.
"Ibu... ibu... ibu di mana,.. buu buu"! teriak Dodo menyusuri setiap sudut rumah berpagar bambu. Dodo terlihat sangat cemas, tidak mendapati ibunya. Dodo makin ketakutan dan cemas. Lalu ia keluar menuju kebun belakang rumah.
"Ibu... bu..."! teriak Dodo sangat kencang
Betapa kaget dan terkejutnya Dodo melihat tubuh wanita yang ia cintai tergeletak lemas di atas pusaran ayahnya. Dodo teriak histeris "Ibuuuuuu...ibuuuuu!" Ibu jangan tinggalkan Dodo, ibuuuuuu! Tangis bocah kurus memecahkan suasana siang menjelang sore.
Dodo yang malang, diusia menginjak remajanya ia harus kehilangan ke dua orang tuanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H