"Ustadz, sini mic nya" agak terengah-engah ia mengatakannya.
"ini!, nanti kasih ke yang sorban-nya akhi itu yang agak ga rapih ya" Â pesan ku pada beliau yang aku kagumi dengan sedikit tegas. Karena sebagai ketua aku harus professional dalam memimpin.
Ia mengambilnya dan kini tidak berlari, ia berjalan cepat lalu memberikan-nya pada orang yang tadi mic-nya mati.
Akhirnya penampilan di ulang dan Alhamdulillah lancar dan penampilan mereka maksimal sekali dengan di tutup tepuk tangan dari para penonton puas.
Aku baru ingat jika itu adalah penampilan penutup. Alhamdulillah lancar meskipun beberapa kendala telah dilewati.
Acara selesai ini membuatku sadar bahwa semakin dekatnya aku dengan perpisahan dengan almamaterku.
***
        Pukul 07:25 pagi. Sebentar lagi kegiatan belajar mengajar segera di mulai. Aku sudah cukup gagah dengan pakaian kemejaku berwana hitam dengan garis putih di lengan yang ditempel dasi kantor berwarna silver bergaris. Rambut klimis ini sudah cukup untuk memanjakan mata para mujahid-mujahid yang haus ilmu. Dan aku menyiapkan kaca mata, karena penglihatan ku sudah dikurangi nikmatnya oleh allah, aku memakai kaca mata min 1. Aku jarang sekali memakai kaca mata, hanya ketika butuh disaat membaca tulisan anak-anak santri. Meskipun keseharianku sangat jarang memakainya. Aku masih sanggup untuk melihat.
        "assalamualaikum" aku masuk kelas dengan senyuman pagi hari.
        "waalaikumsalam ustadz" serentak anak-anak-ku menjawab dengan semangat pagi. Meskipun yang kuajar adalah santri baru aku sangat nyaman dengan mereka. Banyak pengalaman yang aku dapat dari sini. Kesabaran yang sangat luar biasa yang harus ku tembus.
        "Shobahul khoir!" kata-kata umum bagi pengajar di pagi hari yang harus diawali dengan semangat.