Selain itu, cyberbullying dapat menyebabkan akibat jangka panjang, yaitu, 1) Gangguan psikosomatis: Jika cyberbullying berlangsung secara terus menerus dan berlangsung lama dapat menyebabkan tekanan psikologis, korban juga berisiko mengalami gangguan psikosomatis seperti sakit kepala atau migrain, masalah pola tidur, hilangnya nafsu makan, dan masalah sistem pencernaan. Jika tidak ditangani. 2) Prestasi akademik memburuk; Korban cyberbullying dapat kehilangan motivasi, konsentrasu, dan harga diri karena terganggu. Ini dapat berdampak pada pendidikan korban. 3) Trauma psikologis: Korban cyberbullying yang parah dan berkepanjangan dapat berisiko mengalami gangguan stress pascatrauma, gangguan kecemasan, atau PTSD (post-traumatic stress disorder). 4) Kecenderungan bunuh diri: Remaja yang menjadi korban cyberbullying berisiko melakukan bunuh diri jika tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Kecenderungan ini dapat disebabkan oleh perasaan tidak berharga, depresi, atau putus asa. 5) Asosial dan menarik diri; Korban cyberbullying biasanya menjadi penyendiri. Sulit untuk mempercayai orang lain, yang menyebabkan dia akhirnya meninggalkan hubungan dengan lingkungan sosialnya. Perilaku menghindar ini membuat pemulihan korban semakin sulit (Kurniati, 2021).
Upaya Pencegahan dan Penanganan Cyberbullying
Orang tua dan guru memiliki peran yang sangat penting untuk mencegah dan menangani cyberbullying pada remaja. Salah satu contohnya adalah mereka harus meluangkan waktu untuk menemani dan mengawasi aktivitas online anak mereka dan memberikan pengertian kepada mereka mengenai bahaya cyberbullying. Diskusikan cara menjadi positif saat menggunakan internet. Guru harus meningkatkan pengawasan terhadap interaksi dan perilaku siswa di media sosial. Di sekolah, bahaya cyberbullying harus disimulasikan sejak dini. Orang tua dan guru harus segera bertindak dengan empati dan menenangkan jika mereka mengetahui terdapat potensi korban cyberbullying. Jika mereka menemukan indikasi cyberbullying pada seorang siswa, orang tua dan guru harus segera mengambil tindakan tegas. Selain itu, mereka harus memberi korban dukungan dan bantuan yang mereka butuhkan (Fasya & Na'imah, 2021). Edukasi dan konseling untuk membantu mereka menyadari kesalahannya. Jika diperlukan, konsultasikan dengan konselor profesional untuk membantu korban dan membimbing pelaku cyberbullying.
Upaya pemerintah untuk mencegah dan menangani cyberbullying: Pemerintah perlu menetapkan undang-undang dan kebijakan yang secara khusus melindungi pengguna internet, terutama anak-anak, dari konten dan perilaku cyberbullying. Konten di media sosial harus diawasi dengan ketat, dengan kementerian terkait dan pemilik platform. Menurut Ikhtiara (2020), konten yang berpotensi berbahaya atau negatif harus segera ditangani. Mereka yang melakukan pelecehan online harus dikenakan hukuman, seperti blokir akun media sosial dan hukuman pidana yang sesuai dengan tingkat kejahatan mereka. Efek jera bergantung pada ini. Pemerintah dan penyelenggara media sosial harus bekerja sama untuk mengawasi dan menghapus konten yang mengarah pada cyberbullying. Sangat penting bagi pemerintah dan kelompok masyarakat sipil untuk melakukan kampanye dan edukasi publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara menghindari perilaku cyberbullying.
Upaya untuk mencegah dan menangani cyberbullying ditinjau dari sudut pandang peningkatan literasi digital dan kesadaran remaja: Remaja harus dididik tentang literasi digital sejak kecil agar mereka tahu bagaimana menggunakan teknologi dan internet dengan cara yang bijak, sehat, moral, dan bertanggung jawab. Sekolah harus mendidik remaja tentang dampak negatif dari cyberbullying dan netiquette (etika berinternet). sedari dini, orang tua dan guru harus menjadi contoh yang baik dan mengajarkan anak-anak nilai-nilai seperti menghargai perbedaan, toleransi, empati, dan anti-kekerasan. Remaja harus dididik tentang cara menangani cyberbullying, baik sebagai pelaku, korban, atau saksi, termasuk mencatat bukti, memblokir pelaku, dan melaporkan ke pihak berwenang Untuk melewati trauma yang dialaminya, Remaja korban cyberbullying membutuhkan dukungan psikososial yang kuat dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial (Riswanto & Marsinun, 2020).
KESIMPULAN
Cyberbullying adalah jenis bullying atau perundungan yang dilakukan melalui media digital dan memiliki karakteristik yang pelakunya anonim, jangkauan korban yang luas, dan kurangnya empati pelaku. Beberapa penyebab utama cyberbullying remaja termasuk kurangnya literasi digital, kurangnya regulasi konten media sosial, anonimitas pelaku di internet, dan masalah psikologis dan sosial. Korban cyberbullying mengalami efek jangka pendek, seperti rasa takut, cemas, depresi, penurunan harga diri, dan kesulitan berkonsentrasi di sekolah. selain itu juga dapat mengalami efek jangka panjang, seperti gangguan psikosomatis, prestasi buruk, trauma psikologis, kecenderungan bunuh diri, dan asosial. Untuk mencegah dan menangani cyberbullying, peran orangtua dan guru, undang-undang pemerintah, dan peningkatan literasi digital dan kesadaran remaja sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Fazry, L., & Apsari, N. C. (2021). Pengaruh Media Sosial Terhadap Perilaku Cyberbullying Di Kalangan Remaja. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM), 2(2), 272. https://doi.org/10.24198/jppm.v2i2.34679
Harususilo, Y., E. (2018). COMIC 2018 melawan perundungan siber. KOMPAS.com. Diakses pada tanggal 26 Desember 2024 dari https://edukasi.kompas.com/read/2018/10/08/10570981/comic-2018-melawan-perundungan-siber.
Ikhtiara, S. (2020). Pencegahan “Privacy Violation” di Media Sosial Pada Kalangan Remaja. Kalijaga Journal of Communication, 1(2), 155–164. https://doi.org/10.14421/kjc.12.05.2019